Fiction
Titi Wangsa [7]

29 Mar 2012

<<< Cerita Sebelumnya

Alex mengambil flash disk-nya. Foto kedua arca itu telah ia pindahkan dari kamera ke flash disk. “Aku pergi dulu, ujarnya.

Nadya tersenyum. “Kau sudah berhasil membuatnya tergila-gila padamu, Nona Sok Sibuk! Syukurilah itu!” teriak Nadya.

“Aku tidak mengerti dengan semua ini,” ujarnya, ketika sudah sampai di depan Nicholas. Ia sengaja menghindari kontak mata.

Alex mengangsurkan koran hari ini yang berisi berita tentang penetapan Pak Yadi sebagai tersangka pencuri kedua arca milik Museum Kota. Nicholas membaca sekilas.

“Ada saksi yang melihat dia mengangkut patung itu,” sahut Nicholas, tak bersemangat. Ia datang menemui Alex bukan untuk membicarakan berita headline di koran hari ini.

“Mengangkut belum tentu mencuri. Bisa saja dia mengangkut patung itu untuk dikembalikan ke lokasi semula, yaitu di teras museum. Dia pria lugu dan sangat berdedikasi pada benda-benda di museum itu. Waktu itu, mungkin dia heran kenapa patung-patung itu tiba-tiab tergeletak di halaman samping dan bukannya di teras museum, tempat semestinya?”

Nicholas terdiam.

“Kurasa polisi harus mewawancarai Antok. Pria itu baru 5 tahun menjadi asisten kepala museum. Menurut keterangan yang kuperoleh, yayasan tidak mengangkatnya menjadi karyawan, sebab yayasan sedang kesulitan finansial. Otomatis yang menggaji dia adalah kepala museum, itu pun jumlahnya tak seberapa. Tapi, lihatlah, dalam kurun waktu lima tahun itu, aset pribadinya membengkak luar biasa. Dia punya rumah mewah, punya tanah di mana-mana dan mobil baru. Dari mana dia dapatkan itu semua?”

“Dia punya pekerjaan sampingan mungkin?” balas Nicholas.

“Ya. Dia punya warung kecil-kecilan di desanya sana. Tapi, warung itu baru berdiri tiga tahun lalu. Dan, mustahil bisa balik modal dalam waktu tiga tahun, mengingat lokasinya yang berada di tengah-tengah permukiman penduduk kelas bawah!”

“Jadi, maumu bagaimana? Menangkap dia?”

“Bukan begitu. Kumpulkan bukti sebanyak-banyaknya untuk menjerat dia, baru tangkaplah dia!”

“Kau sudah mengarahkanku pada seseorang. Dalam dunia hukum, dikenal istilah asas praduga tak bersalah,” Nicholas mengomel.

“Kita tetap boleh menaruh curiga pada seseorang, kok, asalkan tetap berpegang pada asas praduga tak bersalah.”
Hening.

“Kau benar-benar tak mau membicarakan masalah kita, Alex?”

“Apa perlunya?” Alex balik bertanya.

“Kau tidak ingin mengetahui perasaanku dan apa yang terjadi sesungguhnya?”

Alexandra menghela napas.

“Tolong, Alex, jangan menghindariku terus-menerus, seolah aku ini penderita flu burung yang patut dihindari. Situasinya sangat rumit. Aku tidak mencintainya. Kami dijodohkan dan dia anak atasanku.”

“Ya, berarti kau harus menikahinya, sebab dia anak atasanmu!” cibir Alex.

“Alex, berarti aku harus mengabaikan perasaanku? Hati kecilku? Kau sendiri yang bilang bahwa untuk urusan cinta, kita tetap harus memerhatikan suara hati dan rasio, tidak boleh timpang sebelah.”

Alexandra mengangkat bahu. “Banyak orang bisa melakukannya, menikah tanpa landasan cinta. Toh, mereka baik-baik saja.”

“Apakah kau tahu pasti mereka bahagia atau tidak? Tidak tahu, bukan? Kau ingin aku seperti itu?”

Alexandra mengangkat bahu lagi. Separuh hatinya menjerit pilu. Jangan lakukan itu, Nicholas!

Alex melirik arlojinya. “Aku harus pergi mengejar pesawat pukul 10.00,” ujarnya, pendek.

“Pergi?”

“Ya. Aku sudah mengambil cuti dan memesan tiket pesawat.”

“Ke mana?”

“Malaysia.”

“Ya, Tuhan, jauh sekali. Mau apa kau ke sana?” Ada nada kehilangan dalam suara Nicholas.

“Kalau kau masih berminat mengungkap kasus ini, temui aku di sini, Nicholas,” ujar Alex, seraya mengangsurkan secarik kertas.

Nicholas membaca tulisan di kertas itu. Alexandra menunggu.

“Hanya untuk kasus ini? Bagaimana dengan hubungan kita? Kau tidak ingin melanjutkannya?”

Alex menghela napas. “Kalau kau mau datang menemuiku, berarti kau sudah punya keputusan. Bila tidak, maka berarti lupakan semua,” ujar Alex, tegas.

Nicholas menyisipkan kertas yang diberikan Alex ke saku jaketnya. Wanita ini sudah gila! Tetapi, ia pasti lebih gila lagi, karena sejak awal selalu memercayai semua omongan Alex, yang belum terbukti kebenarannya. Meskipun di belakang hari barulah terbukti bahwa Alex tidak pernah sembarang bicara. Ia terpaksa harus mengakui ketajaman insting Alex.

Bagaimana mungkin ia bisa berurusan dengan Alex? Padahal, sebelum mengenal Alex, hidupnya baik-baik saja. Namun, sejak Alexandra hadir, hidupnya langsung terjungkir-balik tak keruan. Lihatlah yang dilakukan Alex dalam kehidupannya. Alex telah berhasil memorak-porandakan hati dan seluruh akal sehatnya.

Berhari-hari ia berusaha menghalau Alex dari pikirannya. Namun, makin kuat dia mengelak, makin kuat pula rasa rindu pada Alex itu mencekam hatinya. Bermalam-malam dia habiskan untuk berpikir, menimbang, dan merenung, hingga ia sampai pada satu kesimpulan. Hatinya telah memilih Alex dan dia akan mengakhiri pertunangannya. Ia belum mengatakan hal itu pada seluruh keluarga besarnya. Mungkin ia memang sudah kehilangan akal sehatnya dan semua itu gara-gara Alex!

Pesawat yang ditumpanginya mendarat dengan mulus di Kuala Lumpur International Airport. Sinar matahari yang hangat menyambutnya, saat ia menjejakkan kaki kembali di tanah. Kakinya menapak ringan. Satu lagi kasus kriminal berhasil dituntaskannya. Pihak kepolisian telah menetapkan tersangka pencurian arca Agastya dan Nandiswara.

Seperti dugaan Alex, pelakunya Mas Antok. Orang kepercayaan sang ketua yayasan itu ternyata justru menjadi duri dalam sekam di tubuh museum. Secara berkala, ia rajin menyelundupkan benda-benda koleksi ke luar dari museum. Berawal dari naskah kuno. Karena jumlah naskah kuno sangat banyak dan tak terinventaris dengan baik, maka aksinya itu tak ketahuan. Selanjutnya, makin lama aksi pencuriannya meningkat, baik dari sisi kuantitas maupun kualitas. Puncaknya adalah raibnya arca Agastya dan Nandiswara ini.

Nicholas menghela napas. Ingatannya melayang kembali pada Alex. Sekalipun Alex masih marah padanya, wanita itu masih rajin mengiriminya e-mail dan bercerita tentang setiap perkembangan yang berhasil dicapainya. Menurut Alex, ia sudah berhasil melacak kedua patung itu. Salah satu temannya dari Harian Bernama telah membantu upaya pencarian kedua patung itu.

“Aku mendengar kabar dari seorang kolektor, bahwa patung-patung itu telah keluar dari wilayah RI dan telah sampai di Malaysia. Karena itu, aku harus pergi ke Malaysia,” begitu tulis Alex dalam email-nya. “Aku tidak mau mendengar berita saat kedua patung itu tiba-tiba muncul di balai lelang. Karena itu, aku harus menjemput mereka segera di Malaysia, sebelum mereka dibawa ke luar!”

Nicholas tersenyum. Sekalipun dalam kondisi marah, Alex masih memiliki selera humor yang bagus. Itulah yang dia sukai dalam diri Alex. Sesulit apa pun keadaan yang dihadapinya, wanita itu tak pernah berkeluh kesah. Sebaliknya, ia selalu menjadikannya bahan banyolan yang lucu.


Penulis: Astrid Prihatini WD


 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?