Trending Topic
Fenomena Masking Effect pada Rokok: Benarkah Membuat Perokok Merasa Lebih Keren dan Memicu Ide Kreatif?

29 Sep 2016


Foto: Fotosearch

Menurut Dr. dr. Agus Dwi Susanto, Sp.P (K), FISR, FASPR, Ketua Divisi Paru Kerja dan Lingkungan Departemen Pulmonologi FKUI RS Persahabatan, ada empat zat paling berbahaya dari rokok.

Pertama adalah nikotin yang dapat menyebabkan adiksi (kecanduan) dan gangguan pembuluh darah. Lalu tar yang mengandung 60 zat kimia karsinogenik dan menjadi penyebab utama timbulnya penyakit kanker. Kemudian ada karbon monoksida (CO), dengan sifatnya yang toksik akan mengikat hemoglobin darah 300 kali lebih kuat daripada oksigen, yang menyebabkan Anda cepat lelah, hingga menghambat persebaran oksigen di dalam tubuh. Terakhir, zat radikal seperti residu rokok yang menempel di sofa atau tembok. Residu ini dapat menyebabkan peradangan kronis dalam organ tubuh tertentu, seperti jantung atau paru-paru.

Dari data yang dihimpun oleh RS Persahabatan, sekitar 47% pasien yang datang ke klinik berhenti merokok sudah dalam kondisi adiksi yang tinggi. Sebanyak 19% mengalami adiksi sangat tinggi, 29% adiksi sedang, dan hanya 5% yang terkena adiksi ringan. Kecenderungan ini, menurut dr. Agus, dipengaruhi oleh banyak faktor. Salah satunya adalah usia pertama mulai merokok. Penelitian RS Persahabatan tahun 2013 terhadap  murid SMA di Bogor menunjukkan, 16,8% remaja perokok mengalami ketergantungan terhadap nikotin. “Makin muda seseorang mulai merokok, maka risiko  menjadi  adiksi hingga kerusakan organ tubuh akan makin tinggi.”
 
Meski demikian, beberapa orang yang bekerja di industri kreatif mengandalkan rokok sebagai idea booster. Jika tidak merokok, mereka merasa tidak berpikir kreatif dan inovatif. Oleh karena itu, pictorial health warning pada kemasan rokok kemudian tak diindahkan. Menurut dr. Agus, hal ini terjadi karena adanya fenomena masking effect.

“Nikotin akan memengaruhi keseimbangan kimia pada otak, khususnya dopamine dan norepinephrine, yaitu cairan di otak yang mengendalikan rasa bahagia dan relaks. Hal ini yang membuat orang terlihat nyaman saat merokok,” terangnya. Ketika efek nikotin mulai bekerja, maka mood dan konsentrasi pun akan berubah.

Pada saat bersamaan, ketika terjadi ketidakseimbangan kimia di otak akibat jumlah dopamine dan norepinephrin yang berlebihan, sistem pertahanan otak akan mengeluarkan cairan kimiawi antinikotin. Cairan ini membuat seseorang merasa depresi, mood menurun, dan tidak tenang ketika tidak merokok. Keadaan inilah yang menyebabkan seseorang merasa harus mengisap rokok untuk mendapatkan rasa relaks kembali. “Fenomena inilah yang membuat orang-orang merasa keren saat sedang merokok,” tambah dr. Agus. (f)

Baca juga:
Pro Kontra Kenaikan Harga Rokok dan Alasan Kenapa Kita Harus Mendukungnya
Kata Survei: 72% Orang Indonesia Akan Berhenti Merokok Jika Harga Rokok Rp50 Ribu
Ini Cara Saya Bisa Berhenti Merokok
 


Topic

#Rokok

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?