Travel
Mengejar Matahari di Danau Kelimutu dan Bukit Harapan, Flores

8 Aug 2017


Foto: FLW

Pertengahan Mei lalu, memenuhi undangan dari Bank DBS Indonesia dan DBS Live Awesome Society: Photo Challenge, Redaktur Eksekutif femina, Faunda Liswijayanti, berkunjung ke Flores dan merasakan pengalaman traveling dan fotografi. 

Flores, yang dalam bahasa Portugis berarti bunga, memang memiliki keindahan lanskap alam yang memesona dari ujung barat hingga timur. Bukit-bukit dengan padang savana, pulau-pulau indah dengan air laut biru jernih dan hamparan pasir putih, hingga seni budaya dan tenun khas Flores yang kaya warna serta motif. Sebuah perjalanan yang akan membuat memori kamera segera terisi penuh karena ada banyak spot menarik yang sayang untuk dilewatkan.

Ke Flores rasanya belum lengkap kalau tidak melihat keindahan matahari terbit di Danau Kelimutu yang fenomenal itu. Salah satu destinasi wisata wajib kunjung di Provinsi Nusa Tenggara Timur ini terletak di Desa Koanara, Kecamatan Wolowaru, sekitar 83 kilometer dari Maumere. Kira-kira butuh waktu perjalanan selama tiga-empat jam berkendara dari Maumere untuk sampai di kaki Kelimutu.

Demi mengejar matahari yang muncul sekitar pukul 05.30 waktu setempat, kami harus berangkat dari Desa Watublapi sekitar pukul 2 pagi. Jalanan yang masih sepi membuat kendaraan dapat dipacu dengan kecepatan maksimal. Karena jalan yang berkelok-kelok, beberapa kali mobil yang kami tumpangi terasa melayang. Malam masih gelap, tidak banyak yang dapat kami lihat di sepanjang jalan yang didominasi pepohonan itu. Saya pun memilih beristirahat, mengumpulkan tenaga untuk mendaki puncak Kelimutu.

Sesaat sebelum memasuki kawasan Kelimutu, kami melewati Desa Moni, Ende. Dari kejauhan, desa ini tampak terang benderang jika dibandingkan wilayah lainnya. Sebagai desa terdekat dengan Kelimutu, hanya sekitar 15 menit, ada banyak guest house di wilayah ini, sehingga tampak lebih ramai dan hidup.


Baca juga:
Cinta dari Tanah Maumere
Live In Saat Traveling, Pengalaman Seru dan Irit Bujet
Menunggu Kabut Berlalu di Dieng



Semburat jingga mulai tampak ketika kami tiba di kaki Gunung Kelimutu, membuat kami bergegas untuk bisa mengejar matahari terbit di puncak, yang konon sangat indah. Untuk bisa sampai ke puncak, pengunjung harus trekking selama 30 menit hingga satu jam.

Dari tempat parkir kendaraan, kami berjalan menyusuri jalan setapak berundak seperti menaiki anak tangga. Cukup melelahkan, karena selain konsentrasi dengan jalanan berbatu yang gelap, di ketinggian seperti ini oksigen menipis. Trek lalu berganti menjadi jalan setapak dengan jejeran pohon pinus di sisi kiri dan kanan.

Pagi itu, ada banyak wisatawan yang berburu pemandangan matahari terbit di Kelimutu. Kami pun melewati beberapa rombongan yang tampak beristirahat sejenak sebelum melanjutkan perjalanan menuju puncak Kelimutu di ketinggian 1.640 meter di atas permukaan laut. Harus diakui, menaiki ratusan anak tangga bukan hal yang mudah. Namun, ketika sampai di puncak, kelelahan itu segera terbayar.

Tampak kabut putih menyelimuti Danau Kelimutu dengan latar langit jingga yang perlahan sinarnya makin terang. Belasan orang ramai mengambil momen indah tersebut. Sedangkan saya, setelah mengambil beberapa foto, lebih memilih menikmatinya sambil duduk di undakan tugu yang letaknya tepat di tengah. Dari sini pemandangan gunung, Danau Kelimutu dengan warna hijau nan indah, serta matahari terbit sungguh memesona. Ahh... damai rasanya!

Danau Kelimutu dikenal sebagai danau dengan tiga warna berbeda. Pagi itu, Danau Kelimutu menampilkan pesona warna hijau tosca, hijau lumut, dan hitam. Konon, sejak terjadi letusan pada tahun 1886, danau ini bisa berubah-ubah warna hingga puluhan kali. Karena ketiganya memiliki kondisi hidrotermal dan geokimia yang berbeda-beda, jadi tidak ada jadwal dan pola perubahan yang pasti. Warna-warnanya pun terkadang bercampur dari hijau telur asin, hijau lumut, hitam, hingga merah kecokelatan.

Danau terbesar, Tiwu Nua Muri Koo Fai atau Danau Pemuda dan Gadis, luasnya mencapai 5,5 hektare dengan kedalaman 127 meter. Di sisi lainnya terdapat Tiwu Ata Polo yang luasnya mencapai 4 hektare dengan kedalaman 64 meter.

Sedangkan danau lainnya, sekitar setengah kilometer dari puncak, adalah Tiwu Ata Mbupu atau dikenal juga dengan sebutan Danau Orang Tua, luasnya sekitar 4,5 hektare dengan kedalaman 67 meter. Ada kepercayaan masyarakat lokal, bahwa jiwa atau arwah orang yang meninggal akan datang ke Kelimutu dan masuk ke salah satu danau tersebut.

Tidak banyak yang bisa kita lakukan di puncak, selain duduk-duduk menikmati keindahan alam. Meski begitu, ada beberapa warga lokal yang berjualan menyediakan minuman hangat, seperti kopi dan teh, serta camilan ringan dan mi instan.

Ada juga penjual suvenir kain ikat khas Ende, yang memiliki motif dan warna didominasi hitam dan merah tua, berbeda dengan warna tenun khas Watublapi. Di sini, menyesap kopi Flores yang harum terasa makin nikmat dengan pemandangan Danau Kelimutu tersaji tepat di depan mata.

Perburuan matahari di Flores tidak hanya bisa dilakukan di Danau Kelimutu. Setelah kembali ke Maumere, menjelang matahari tenggelam, kami menuju Bukit Harapan di Tanjung Kajuwulu, Flores. Dari puncak bukit ini, kami kembali dibuat terpesona oleh pemandangan matahari yang perlahan tenggelam, seakan hilang dimakan batas lautan. Dari puncak bukit ini kita bisa melihat dari kejauhan kontur alam Flores yang berbukit-bukit dengan padang rumputnya. Sungguh indah! (f)

Faunda Liswijayanti


Topic

#travel

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?