Profile
Grace Natalie, News Anchor yang Menjadi Politikus

25 Aug 2016


Foto: Dok. Pribadi

Melihat sosok Grace Natalie (34) rasanya berbeda dengan bayangan kebanyakan orang tentang seorang pemimpin partai politik. Pada usia kandungannya yang sudah memasuki 32 minggu, wanita yang sempat kondang sebagai news anchor di stasiun televisi itu tetap tampak segar dan menarik. Dengan semangat, ia bercerita kepada femina tentang kehidupannya sebagai politikus yang mendirikan Partai Solidaritas Indonesia.

Maret 2015 menjadi tonggak baru dalam hidup wanita kelahiran 4 Juli 1982 ini. Berawal dari kumpul-kumpul dan kesamaan misi untuk memperbaiki budaya politik di tanah air, Grace bersama beberapa temannya, seperti Raja Juli Antoni dan Isyana Bagus Oka (Wajah Femina 2000), membentuk Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Melihat pengalamannya sebagai jurnalis, news anchor, dan konsultan politik, Grace dipercaya teman-temannya untuk menjabat sebagai Ketua Umum DPP PSI.

Ya, ia memang sempat berkecimpung di dunia jurnalistik, dari tahun 2004 hingga 2012. Dari reporter hingga menjadi news anchor di SCTV, ANTV, dan TVONE. Bagi Anda, penonton Apa Kabar Indonesia dan Kabar Petang TVONE, tentu akrab dengan wajah cantiknya. Setelah mencapai posisi yang bisa dibilang nyaman, ia merasa gelisah dan butuh tantangan. “Saya sudah membawakan berita prime time, lalu apa lagi?  Saya pun menerima tawaran untuk menjadi CEO di Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC),” ujar Grace, sambil menyesap jus buah.

Beberapa momentum politik penting pernah dilewatinya bersama SMRC, termasuk pemilihan legislatif dan presiden 2014 sebagai kiprah terakhirnya di SMRC. Ia merasa beruntung, di lembaga riset itu ia mendapat banyak pelajaran baru, termasuk tentang cara membangun dan menjalankan organisasi politik. Ia juga mengaku belajar tentang idealisme bekerja dari ilmuwan politik, Saiful Mujani.

Dua tahun setelah berkecimpung di dunia riset politik, ia memutuskan keluar untuk mengembangkan bisnis start-up jasa print daring bersama suami, Kevin Osmond (34). Namun, semangatnya untuk turut memberdayakan wanita dan membangun Indonesia melalui politik rupanya tidak mudah padam.

Baca Juga: Isi Pidato Imamatul Maisaroh, Penyintas Perdagangan Manusia di Konvensi Partai Demokrat Amerika Serikat

“Awalnya, saya sangat tidak percaya diri. Apalagi saat mendengar komentar orang yang kami coba rekrut menjadi pengurus di daerah. Rata-rata mereka memandang sebelah mata. Kata mereka, ’Kok, ketuanya perempuan, Tionghoa, nonmuslim, masih muda pula.’ Tapi, tidak sedikit juga teman-teman yang yakin dan percaya kepada saya. Kepercayaan diri saya makin tumbuh,” ujar penyuka lagu-lagu Michael Buble ini. 

Kini, ia bersama teman-temannya tengah berusaha memenuhi persyaratan untuk menjadi partai yang sah sesuai syarat dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI. Bukan hanya masalah berkas,   PSI juga harus memiliki pengurus di semua tingkat daerah di Indonesia sebesar 100%  di tingkat provinsi, 75% di tingkat kabupaten, dan 50%  di tingkat  kecamatan. Setelah itu, PSI masih harus melewati tahap verifikasi oleh Komisi Pemilihan Umum untuk bisa ikut serta dalam pemilu 2019.

Tentu saja, hal itu bukan pekerjaan mudah karena PSI mensyaratkan pengurus harus berusia 17 hingga 45 tahun dan tidak pernah menjadi pengurus di partai lain sebelumnya. Sesuai semangat generasi muda, ia memaksimalkan teknologi digital untuk mencari anggota dan pengurus. Kantor pusat partainya hingga kini belum tetap. ”Kami ingin memulai dengan generasi muda yang belum terkontaminasi kultur politik sebelumnya,” ujar ketua partai termuda di Indonesia ini.

Selain menjadi satu dari dua partai politik yang diketuai wanita, PSI rupanya juga diminati banyak wanita.  “Enam dari sembilan pengurus pusat PSI adalah wanita. Lebih dari 40% dari 24.000 pengurus PSI adalah wanita,” ujar penggemar baking ini. Sebuah permulaan yang baik untuk mencapai cita-cita mereka untuk memperjuangkan 30% jatah kursi wanita di DPR, mengingat jumlah perwakilan wanita di DPR saat ini hanya 17,3%, menurun dari periode sebelumnya yang mencapai 18,2%.

Menurutnya, keberadaan wanita merupakan sebuah keuntungan. Sebab, mereka bisa saling berempati dalam bekerja, khususnya dalam hal mengurus keluarga. Misalnya, mereka sepakat tidak mengadakan pertemuan di malam hari karena masing-masing harus mengurus anak yang masih kecil di rumah. Mereka juga mengadakan kopdar atau kopi darat (istilah untuk rapat partai) pada akhir pekan.

”Rata-rata pengurus partai berusia 30-an, punya pekerjaan. Dengan begitu, kami tidak mencari uang lewat partai,” ujarnya. Karena banyak ibu-ibu muda, menurut Grace, kopdar selalu ramai oleh suara anak-anak. ”Kami juga break untuk memompa  ASI. Pertemuan dibuat lebih efisien dan efektif,” ujarnya, dengan nada riang. (f)

Baca Juga: Wida Nurfaida, Wanita di Balik Pembangunan Tol Terowongan Pertama di Indonesia


Topic

#wanitahebat

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?