Trending Topic
Khofifah Indar Parawangsa Berbagi Keseruan Kariernya di Dunia Politik

15 Nov 2018

Foto: Denny Herliyanso
 
Meski tidak terlalu banyak, karier wanita Indonesia dalam politik cukup membanggakan. Salah satu contoh suksesnya adalah Khofifah Indar Parawansa yang baru saja terpilih sebagai Gubernur Jawa Timur periode 2019 - 2024 lewat pemilihan langsung.  Tentu saja, untuk mencapai posisinya saat ini Khofifah telah melalui jalan yang panjang. 

Pada awalnya, Khofifah tidak memiliki niat untuk ikut terjun dalam gelanggang politik. Saat ia lulus bangku SMA, ia mendapat PMDK di Fakultas Kedokteran Hewan. Tetapi ibunya saat itu tidak mengizinkan karena perguruan tinggi tersebut terletak di luar Surabaya. Kemudian kakaknya membelikan soal Perintis untuk Khofifah dan pada tahun 1984 ia mendaftarkan diri di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga, Surabaya. Itulah awal perkenalannya dengan dunia politik.

Jalan hidup Khofifah pun berganti haluan. 

Perjalanan karier Khofifah di dunia politik berawal dari menjadi anggota DPR RI. “Saya menerima tiga buah undangan untuk menjadi calon anggota DPR tingkat 2, tingkat 1 dan DPR RI yang mana ketiga undangan tersebut tidak ada yang saya isi, begitu juga dengan formulir untuk bergabung dengan Partai Persatuan Pembangunan yang diberikan oleh Walikota Surabaya kala itu Poernomo Kasidi,” kisahnya dalam opening dinner Indonesian Women’s Forum 2018 di Raffles Hotel Jakarta pada 7 November 2018.

Hal yang mendorong Khofifah untuk akhirnya bergabung dengan DPR RI adalah ucapan dari gurunya di pesantren, “Yang penting bekerja dengan sungguh-sungguh.”

Saat masih menjalankan periode kedua di PPP, Abdurrahman Wahid atau yang lebih dikenal dengan panggilan Gusdur, meminta Khofifah untuk bergabung dengan partai yang ia dirikan, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Kala itu Khofifah masih meminta izin Gusdur untuk menyelesaikan periodenya, namun ia akhirnya berbicara kepada Buya Ismail dan Hamzah Haz. “NU memanggil saya, izinkan saya pulang ke NU,” ujar Khofifah kepada Hamzah Haz dan Buya Ismail kala itu. 

Menjelang deklarasi PKB, Khofifah kembali meminta izin kepada Buya lewat telpon. “Buya saya sudah siap berangkat, izinkan saya pulang ke rumah besar saya yaitu NU,” ujarnya lagi hingga akhirnya Khofifah pindah ke PKB. Ia merasa NU adalah tempat dimana ia mempelajari pola pikir moderasi, toleransi, keseimbangan, dan loyalitas tegak lurus.

Saat sudah bergabung dengan PKB dan ketika Gusdur mengambil keputusan untuk membentuk tim yang akan memutuskan siapa saja yang akan menjadi calon legislatif di PKB, Khofifah menjadi ketua tim kemenangan. Khofifah pun mengunjungi kabupaten-kabupaten dan kota-kota di Indonesia. "Tidak ada kabupaten atau kota yang tidak saya sisir,” ujarnya.

Kemudian setelah Presiden Soeharto lengser, pada 21 Mei 1998, Gusdur menelpon Khofifah untuk memberitahunya bahwa ia mencalonkan diri sebagai presiden dan meminta Khofifah mengurus administrasi yang diperlukan, padahal pendaftaran ditutup pukul 07.00 pagi.

Administrasi yang diperlukan adalah surat keterangan berperilaku baik, surat keterangan bahwa tidak sedang dipidana, dan surat keterangan bahwa Gusdur sedang tidak dalam utang-piutang. Karena syarat-syarat yang diperlukan tidak bisa diurus oleh pihak yang berwenang, akhirnya Khofifah mengetik surat-surat tersebut sendiri dan meminta tanda tangan Gusdur.

Keesokan harinya, Amien Rais membuka sidang dan Sekjen MPR membacakan nama calon-calon presiden dan melakukan verifikasi data-data yang telah dikumpulkan. Nama Gusdur disebut dan data-data yang dikumpulkan dinyatakan lengkap dan sah.

“Kalau dinyatakan tidak sah, saya bisa pingsan, dinyatakan sah pun sebenarnya saya mau pingsan,” ucap Khofifah sambil tertawa.


Foto: Denny Herliyanso
 
Berkas-berkas atau data yang dikumpulkan ke KK 1 kala itu adalah selembar kertas yang ia ketik sendiri dan bukan dikeluarkan oleh pihak berwenang, namun dinyatakan sah. Ditambah lagi Gusdur berhasil memenangkan Pemilu saat itu. Pesan yang ingin disampaikan Khofifah lewat ceritanya bahwa wanita itu punya kekuatan yaitu dalam hal persistensi dan negoisasi. Nilai-nilai inilah sebetulnya yang dibutuhkan di di dunia politik.

Kepada femina, Khofifah juga bercerita bagaimana sebenarnya wanita di daerah punya minat yang tinggi untuk masuk ke dunia politik. “Saya selalu mendorong dan datang dari rumah ke rumah untuk mengajak mereka berani mencalonkan diri menjadi caleg,” ungkapnya.

Sayangnya, masih kuat budaya patriarkal di masyarakat kita, terutama di daerah-daerah, yang membuat wanita hilang kesempatan untuk berpartisipasi dalam politik. “Kebanyakan suaminya tidak mengizinkan. Dan akhirnya gagal mereka menjadi caleg,” sesalnya.

Hal ini bukan tidak dialaminya sendiri. Khofifah pun pernah beberapa kali mendapat kecaman bahwa pemimpin itu seharusnya pria. Diakuinya, memang tidak mudah membagi peran menjadi politisi dan ibu dari keempat anaknya.

Namun, Khofifah tidak pantang menyerah. “Saya ajak suami saya bekerjasama dalam pengasuhan anak. Karena saya sibuk, maka suami memegang tanggung jawab atas kesehatan anak seperti mengantar anak untuk vaksinasi. Sementara saya di bidang pendidikan dan keagamaan,” cetusnya.

Berkat dukungan pasangan, maka Khofifah berhasil menjaankan dua peran sekaligus. Suatu hal yang terkadang menjadi burden bagi wanita untuk menggapai posisi lebih tinggi. (f)


Audry Loemakto (Kontributor)

Baca Juga: 

Puan Maharani Menekankan Pentingnya Sinergi Antar Wanita Dalam Kegiatan Ekonomi
Dr. Indigo Triplet Ajak Wanita Menolak Doktrin Konservatif
Saat Anggun, Najwa Shihab, Silvia Halim, dan Devi Asmarani Bilang #SiapaBilangGakBisa


Topic

#indonesianwomensforum18, #iwf2018, #khofifah, #gubernurjatim, #politik

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?