Foto: Fotosearch
“Orang lupa bahwa Islam itu artinya damai, mendamaikan, menyejukkan. Tetapi, ada orang-orang yang mungkin baru mendapatkan gairah keagamaan, yang dia pahami tentang Islam itu adalah perang. Padahal, perang hanya terjadi dalam 13 tahun hidup Nabi, dan itu politis karena memang situasi saat itu umat Islam diserang dan terancam,” papar Zuhairi.
Bahkan, ketika peperangan sudah di depan mata pun, Nabi masih menawarkan perdamaian, sebelum darah harus tertumpah. “Namun, Nabi berpesan, kalau pihak lawan ngotot perang, ya, perang. Tapi, ketika perang pun, jangan membunuh anak-anak, wanita, orang tua renta, pendeta-pendeta atau pemuka agama lain dan tempat ibadah agama lain. Aturan Nabi ini yang kemudian diadopsi menjadi hukum perang internasional hingga saat ini,” ujar Zuhairi.
Maka, pemahaman Islam di kalangan kelas menengah penting sekali. “Orang yang pernah hidup di pesantren jauh lebih terbuka dan menerima perbedaan. Tetapi, orang kota yang jarang berinteraksi dengan orang atau kelompok lain, karena hidupnya sehari-hari hanya diisi pergi dan pulang kantor, dia kurang memiliki pengalaman perjumpaan dengan kelompok lain. Ketika belajar Islam, dan dia berhenti di bab segregasi dengan kelompok lain, maka jadilah mereka berpaham intoleran,” kata Zuhairi.
Karena itu, menurut Zuhairi, perlu memahami Islam dengan mendalam. Apa itu ajaran Islam, ajaran Nabi Muhammad. “Nabi suatu kali diledek dengan kata-kata laknat oleh orang Yahudi. Istri Nabi, Siti Aisyah, yang membalas mengata-ngatai orang yang meledek pun kemudian ditegur Nabi. ‘Aisyah, kamu harus bersikap lemah lembut, meskipun dilecehkan orang lain.’ Kekuatan agama itu pada kasih. Kalau kasih dan damai itu hilang, maka hilang juga esensi agama,” pungkas Zuhairi. (f)
Baca juga:
Topic
#Toleransi