Trending Topic
Kekerasan Terhadap Pekerja Migran Belum Usai, Mampukah UU PRT Menjadi Solusi?

6 Sep 2017


Foto: Dok. Kabar Bumi
 

“Persoalan buruh migran di luar negeri pada hakikatnya berasal dari kondisi di dalam negeri,” ungkap Marjenab, salah satu mantan PRT dan buruh migran asal Brebes, Jawa Tengah, yang kini menjadi aktivis di organisasi Keluarga Besar Buruh Migran Indonesia (Kabar Bumi). Hari itu, Senin (4/9), wanita yang akrab disapa Jen itu angkat suara di acara Workshop “Urgensi Kebijakan Perlindungan Pekerja Rumah Tangga”.
 
“Dari 1998 hingga 2001 saya menjadi PRT. Usia saya masih 12 tahun waktu itu, dan tidak tahu bagaimana menjadi PRT yang sebenarnya. Dengan semua pekerjaan yang harus saya lakukan, saya hanya digaji Rp60.000 sebulan,” cerita Jen, salah satu pendiri Kabar Bumi, yang kini menjabat sebagai sekretaris di organisasi yang telah tersebar di Ponorogo, Brebes, NTT, dan NTB itu.
 
Demi memperbaiki penghasilan untuk membantu keluarga, ia malah menjadi korban perdagangan orang. Usianya dipalsukan, dan dia dikirim untuk menjadi pekerja sebagai TKI di Hong Kong pada tahun 2002. Dengan gaji yang jauh lebih rendah dari Upah Minimum Regional (UMR) Hong Kong, ia dipekerjakan di dua tempat, pagi sebagai pekerja salon, dan malam sebagai pembantu rumah tangga. Ia harus bekerja tanpa libur, dan tidak boleh berkomunikasi dengan teman sesama TKI ataupun keluarga.
 
Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI)
mencatat tingginya angka TKI yang mencapai lebih dari 2 juta jiwa dari periode tahun 2011-2016. Sebanyak 62% merupakan tenaga kerja wanita (TKW) dengan tingkat pendidikan rendah. Ditambah lemahnya perlindungan hukum bagi para TKI, mereka menjadi sasaran empuk tindak kekerasan dan kesemena-menaan.
 
Jen yakin keberadaan UU PRT yang memberikan jaminan upah yang layak bagi PRT, jaminan jam kerja, kebebasan berserikat dan berkumpul, serta jaminan hukum dan perlindungan, maka angak buruh migran akan turun.

“Sebab, pada hakikatnya kami tidak ingin bekerja jauh dari keluarga. Apalagi, saat mengingat bahwa perlindungan hukum bagi buruh migran di luar negeri pun masih lemah,” lanjut Jen yang pernah bekerja sebagai buruh migran di Hong Kong, sebelum mendirikan Kabar Bumi di tahun 2013. 
 
Ia menghargai niat baik pemerintah untuk merevisi UU No.39/2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Namun, menurutnya, revisi itu kurang menyentuh pelaku agen penyalur yang menurutnya ikut melanggengkan praktik kekerasan terhadap TKI. Ia mencontohkan kasus Erwina Sulistyaningsih, TKI di Hong Kong yang dipulangkan ke Indonesia dengan tubuh penuh luka bakar.
 
“Dia harus menurut dengan agen TKI yang memintanya bertahan di rumah majikan yang setiap hari menyiksa dirinya. Alasannya, Erwina belum melunasi biaya yang dihabiskan agen selama ia berada 7 bulan di penampungan,” cerita Jen, yang bersama-sama dengan rekan di Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia (ATKI) Hong Kong ikut menangani kasus Erwina.
 
Melihat tingginya kasus kekerasan dan masih lemahnya perlindungan hukum bagi para pekerja TKI, maka keberadaan UU PRT menjadi sangat mendesak. Sebab, payung hukum yang jelas bagi para PRT ini akan ikut memperbaiki nasib PRT di dalam negeri.

“Sehingga, orang pun akan lebih memilih untuk bekerja di negeri sendiri. Sebab mereka tahu nasib mereka terjamin dan keberadaan mereka terlindungi,” ungkap Jen, berharap pemerintah tidak menunda pengesahan UU PRT. (f)

Baca juga:
Anis Hidayah, Migrant Care Bicara Tentang Kasus Pembunuhan Kim Jong-nam: “Saya Yakin Siti Aisyah Adalah Korban”
Cermati Modus-Modus Human Trafficking
Isi Pidato Imamatul Maisaroh, Penyintas Perdagangan Manusia di Konvensi Partai Demokrat Amerika Serikat
Shandra Woworuntu, Kisah Kelam Terjerat Perdagangan Manusia
Waspadai, Kejahatan Trafficking Untuk Perdagangan Organ Tubuh
 


Topic

#BuruhMigran

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?