Seni Pertunjukan
Tari Berusia Ratusan Tahun Karya Raja Pakubuwana VIII Tampil di World Dance Day 2019

4 May 2019


Foto: DES

Tangan, tubuh, dan kepala sembilan penari dari sanggar tari Jawa Jawi Java asal Jakarta bergerak begitu lembut mengikuti irama musik gamelan dan tembang sinden pada peringatan World Dance Day 2019 yang berlangsung di Pendopo Kampus ISI Surakarta pada Selasa (30/4), dini hari lalu.
 
Nuk Sri Lestari, pelatih Sanggar Jawa Jawi Java, pimpinan Pujiastuti Hendradi mengatakan bahwa kesembilan penari tersebut menampilkan tari khas Keraton Solo yang telah berusia sekitar ratusan tahun karya Pakubuwana VIII (Raden Mas Kusen) yang memerintah tahun 1858-1861, bernama Bedhaya Pangkur. Tarian sakral ini bercerita tentang keseimbangan hawa nafsu dan akal sehat manusia. 

"Tari Bedhaya Pangkur adalah tarian sakral keraton dan merupakan yang utama dibandingkan jenis tarian keraton lainnya. Seiring dengan masuknya Islam ke tanah Jawa, tarian ini yang sebelumnya ditarikan oleh tujuh penari, berubah menjadi 9 penari mensimbolisasikan Wali Songo," kata Nuk.
 
 
Sembilan penari yang tampil memiliki perannya masing-masing yakni sebagai batak simbol dari kepala atau pikiran, gulu simbol dari leher, dhaha simbol dari dada atau badan, endhel weton simbol dari kaki kanan, endhel ajeg simbol dari keinginan hati, apit ngajeng simbol dari tangan kanan, apit meneng simbol dari kaki kiri, apit mburi  simbol dari tangan kiri, dan buncit simbol dari organ seksual. Meski begitu, semua penari menggunakan rias dan busana khas Jawa yang sama. Sepanjang gerakan menari, kelopak bunga berjatuhan dari kain panjang menyerupai ekor yang mereka kenakan, memenuhi lantai pendopo dan menebar aroma semerbak. Menambah kesan agung!
 
 
Nuk menambahkan, untuk membawakan tarian ini, para penari telah rutin berlatih sejak Agustus tahun lalu. “Untuk merasakan makna tarian ini, seorang penari harus menari dengan sungguh-sungguh dan menghayatinya, menyatukan rasa dan irama," ungkap Nuk.

Selain itu, untuk menyesuaikan agar tarian Bedhaya Pangkur bisa diterima dan dinikmati oleh pengunjung World Dance Day 2019, durasi tarian ini dipersingkat. Jika aslinya tarian ini cukup panjang, namun untuk versi terbaru ini hanya sekitar 15 menit.
 

World Dance Day pertama kali dirayakan di Solo, Jawa Tengah pada tahun 2006 dengan menggelar pentas tari 24 jam yang menampilkan beragam tari dari berbagai daerah. Tahun ini, Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta yang merupakan penyelenggaranya World Dance Day 13, menggelar acara menari 24 jam dari pukul 6 pagi pada 29 April, dan berakhir pada 30 April, pukul 6 pagi. Ada sekitar 600 tarian yang ditampilkan oleh 175 grup yang bisa dinikmati pengunjung secara gratis.

Selain itu, ada pula penampilan istimewa dari 6 penari asal Bali, Kalimantan, dan Jawa yang bergantian menari tanpa henti selama 24 jam. Ada juga penampilan 5.000 siswa yang menari tari Jaranan dengan formasi membentuk peta  Indonesia, yang berlangsung di Stadion Sriwedari, Solo, Jawa Tengah pada Senin (29/4) sore.
 
Penyelenggaraan World Dance Day ini diharapkan dapat memberikan ruang apresiasi untuk berbagai macam bentuk seni yang ada di Indonesia, dari penari usia dini sampai dewasa serta penari penyandang disabilitas, serta mampu menampilkan kesenian rakyat, modern hingga seni ritual. (f)

Baca Juga: 

6.000 Penari Akan Tampil Dalam Hari Tari Sedunia 2019 di Solo
 
Trend Warna Rambut 2019, Rainbow Melting
 


Topic

#senitari

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?