Profile
Inayah Wulandari, Ajak Orang Muda Bahagia dan Berdaya

22 Dec 2017


Foto: Hermawan

Banyak orang mengenal Inayah Wulandari (35) sebagai si bontot dari empat bersaudara, putri dari Presiden RI ke-4, K.H. Abdurrahman Wahid. Gayanya pun terkenal nyentrik dengan rambut warna warni, berbeda dengan citra keluarganya yang datang dari kalangan ulama.

Namun, tak berarti wanita kelahiran 31 Desember 1982 ini lupa pada semangat cinta pluralisme yang menitis dari sang ayah, dan yang kini ia teruskan dalam setiap langkahnya. Melalui gerakan Positive Movement, wanita yang akrab dipanggil Nay ini mengobarkan semangat cinta damai. Ia percaya bahwa perubahan tidak menunggu siapa ada di posisi mana. Perubahan bisa dimulai saat ini juga, di mana pun seseorang ditempatkan.

“Semua orang ingin happy,” ungkap Nay, Koordinator Positive Movement, saat mengawali obrolan santai bersama femina di kediamannya, di Jagakarsa, Jakarta Selatan, Jumat (13/10). Ditemani teh hangat dan kelezatan comro gurih pedas yang jadi suguhan andalan ibundanya, Sinta Nuriah, Nay mulai membagikan ide-ide bahagianya yang mengubah melalui gerakan Positive Movement, yang merangkul kaum muda di kisaran usia 17-25 tahun itu.

Gagasan happiness movement ini muncul saat Nay tersadar bahwa seminar pluralisme dan toleransi, dialog antaragama, atau orasi-orasi tentang kebinekaan hanya menarik dan menyentuh kelompok orang muda yang sama, yaitu orang-orang yang sebenarnya telah sepaham. Sementara, mereka yang tidak tertarik dengan acara serupa masih belum tersentuh.

Ada kebutuhan substansial dari orang-orang muda ini yang butuh disentuh, diakui, dan bersama-sama dicari solusinya. Ia pun mulai berganti strategi pendekatan dan menemukan bahwa kunci dari transformasi berpikir adalah dengan menjadi orang-orang yang bahagia.

Melalui lembaga swadaya masyarakat Positive Movement, yang digerakkannya sejak tahun 2006, Nay mengajak orang muda untuk menularkan kebahagiaan dan optimisme di semua segi kehidupan. Misalnya, mengadakan camp atau program self healing bagi anggota komunitas. Ragam kegiatan lainnya bisa dipantau melalui akun Facebook, @positive.movement.indonesia. Cara ini rupanya berhasil menarik orang muda untuk bergabung.

“Sebab, pada akhirnya mereka sadar bahwa apa pun latar belakang mereka dan berapa pun perbedaan yang ada, mereka punya lebih banyak persamaan. Mereka berbagi keinginan, mimpi, sekaligus kekhawatiran yang sama,” ungkap Nay, yang siang itu terlihat tampil santai tapi gaya dengan padanan jaket dan celana washed denim biru muda.

Kesadaran ini membuat mereka tidak lagi bicara soal perbedaan atau ide yang muluk-muluk.
Namun, berawal dari diri sendiri, mereka mengusahakan langkah kecil yang bisa dilakukan untuk membuat perubahan yang berdampak. Dalam salah satu acara camp mereka, misalnya, Nay sangat terkesan oleh kreativitas anak-anak muda ini saat memanfaatkan modal yang terkumpul untuk menolong dan membuat bahagia orang lain.

“Dana itu diambil dari uang denda yang harus dibayarkan saat seseorang mengeluh,” ujar Nay, separuh geli. Sebab, ketika dibuka, jumlahnya lumayan juga! Dana inilah yang kemudian dibagikan kepada masing-masing kelompok untuk dijadikan modal. “Syaratnya, bantuan tidak boleh dalam bentuk uang. Jadi, mereka harus mencari cara lain,” terangnya.

Ada yang kemudian membagikan buku cerita anak-anak secara gratis, dan banyak lagi. Nay mengatakan, semangat persaudaraan dan kolaborasi untuk mencari solusi bersama inilah yang perlu terus dipupuk di antara orang muda Indonesia. Terlebih di era post truth, di mana keyakinan dan emosi pribadi lebih berpengaruh dalam membentuk opini publik dibanding fakta-fakta objektif. Ini adalah era ketika haters menjadi sebuah profesi dan segala sesuatu dikapitalisasi untuk kepentingan sekelompok golongan yang  hendak memecah belah persatuan.

“Saya percaya, berita-berita hoax bernada kebencian ini gampang menyebar karena masyarakat punya kemarahan itu. Mereka sama-sama punya rasa sakit karena diperlakukan tidak adil selama puluhan tahun,” ujarnya, tentang fenomena perang opini di media sosial atau grup chat.

Demi mengobati ‘luka lama’ ini, Nay bersama rekan-rekannya di Positive Movement kerap menggelar kegiatan self healing bersama komunitas Capacitar Indonesia. Melalui serangkaian teknik, termasuk meditasi, yang membantu tubuh untuk menyembuhkan diri dari berbagai trauma dan rasa sakit akibat kehidupan yang penuh kekerasan dan ketidakadilan.

Nay berharap masyarakat bisa mengambil waktu untuk menelisik ke dalam sisi emosional mereka dan semua rasa sakit yang menjadi trauma. “Sebab, hanya dengan cara ini mereka bisa dengan lebih jernih dan objektif melihat sebuah masalah. Mereka tidak gampang lagi terhasut. Masyarakat akan terlatih untuk berpikir kritis dan tidak reaktif dalam menanggapi segala sesuatu yang memancing emosi,” tegas Nay.

Selanjutnya: Perubahan Tidak Menunggu
 


Topic

#InayahWulandari, #WanitaHebat, #GusDur, #InayahWahid

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?