Gadget
Lewat Aplikasi, Belajar Agama dan Ibadah Makin Mudah Karena Bisa Diakses Dari Mana Saja

10 Jan 2018


Foto: 123RF


Teknologi informasi terus berkembang dan aplikasinya terus merambah ke berbagai sisi kehidupan manusia, termasuk dalam kehidupan beragama. Bagaimana teknologi mengambil peranan di ranah ini dan pengaruhnya pada kehidupan beragama di era ini?

Di dalam commuter line --kereta listrik yang menghubungkan penduduk di Jabodetabek– pemandangan penumpang yang membaca kitab suci di telepon genggam atau mendengarkan khotbah lewat YouTube adalah hal biasa.

Seperti yang dilakukan Aini (32), sekretaris, yang belakangan aktif di kelompok pengajian dan ingin lebih giat belajar membaca Alquran. “Pengajian yang saya ikuti hanya seminggu sekali, jadi saya merasa perlu untuk mengulang apa yang telah saya pelajari. Enaknya, dengan aplikasi, saya bisa membaca dan belajar di mana saja, termasuk di commuter line,” ujar Aini.

Ia tak sendiri. Teman-temannya pun melakukan hal yang sama. Dengan bantuan aplikasi, ibu dua anak ini mengaku kemampuannya membaca Quran menjadi jauh lebih baik. Namun, ia tetap merasa perlu untuk mengikuti pengajian dan bertemu langsung dengan ustaz/ustazah. “Tafsir dan penjelasan dari ayat-ayat lebih enak dan mengena, jika mendengar langsung dari ustaz/ustazah. Apalagi terkadang saya juga memiliki pertanyaan yang tidak terjawab dalam buku atau internet,” ujarnya.

Lain lagi dengan Fathia (27). Ia memanfaatkan teknologi untuk membayar zakat. Wanita yang sehari-hari bekerja sebagai freelancer ini sudah terbiasa mengirimkan dana zakat lewat situs web atau aplikasi. Alasannya, jauh lebih praktis!

Walaupun tidak bertemu langsung dengan pengurus masjid yang menerima zakatnya dan melakukan ijab-kabul antara pemberi dan penerima, Fathia tidak merasa ada yang kurang. Toh, zakatnya tetap akan sampai kepada orang yang membutuhkan.

Tidak hanya itu, tiap menjelang Idul Adha, Fathia juga memanfaatkan aplikasi untuk membeli hewan kurban. “Pertama kali membeli hewan kurban lewat lembaga amal zakat di internet, karena saya baru ingat belum beli hewan kurban, padahal waktunya sudah sangat mepet. Eh, jadi keterusan… karena praktis. Saya tidak perlu pusing memilih hewan kurban dan hasil kurbannya langsung disalurkan ke daerah- daerah yang membutuhkan. Saya merasa lebih bahagia,” katanya. Fathia makin yakin, karena ia rutin mendapat laporan tiap akhir tahun tentang jumlah zakat yang ia bayarkan. Begitu juga tentang hewan kurban, ia mendapat laporan ke mana saja daging kurban tersebut disalurkan.

Berkat internet, lembaga zakat kini memang jadi lebih mudah diakses.

Dompet Dhuafa, misalnya. Lembaga yang berawal untuk mengumpulkan zakat, infak, dan sedekah karyawan media Republika tahun 1993 itu, sejak tiga tahun lalu sudah mengembangkan aplikasi yang memudahkan siapa saja untuk membayarkan zakat hingga donasi sedekah dengan pilihan yang beragam. Tak hanya melalui situsnya, tapi juga lewat aplikasi mobile phone. Ada juga badan amal bentukan pemerintah, Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), yang sudah meluncurkan aplikasi Android, BAZNAS.

Tak bisa menutup mata, kemajuan teknologi informasi telah mengubah perilaku masyarakat, termasuk dalam hubungan manusia dengan ritual-ritual yang berkaitan dengan keyakinan agamanya. Jika dulu sedekah atau sumbangan diedarkan dengan kotal amal kini bisa dilakukan dengan bantuan teknologi seperti menerapkan praktik perbankan modern menggunakan kartu yang dikeluarkan oleh bank. Pembayaran tanpa uang tunai meluas hingga ke ranah religi.

Mesin debit pun kini masuk ke balai-balai gereja, berdampingan dengan kotak sumbangan. Para jemaat cukup menggesek kartu mereka, mengetikkan jumlah yang ingin disumbangkan, lalu menaruh salinan tanda terimanya di piring kolekte. Bahkan, ada pilihan untuk penarikan dana otomatis dan pembayaran lewat kartu kredit.

Amelia Deasy Eureka (38), guru, tinggal di Tangerang, sudah sejak lima tahun lalu menggunakan debit untuk menyerahkan perpuluhan (persepuluh dari pendapatan pertama setiap bulannya yang diberikan kepada gereja), sumbangan untuk Natal atau sumbangan khusus lainnya ke gereja. Kebetulan, Gereja Bethel Indonesia (GBI) Glow Dynaplast UPH Karawaci di Tangerang, Banten, tempatnya beribadah menyediakan fasilitas tersebut. “Saya menggunakan debit karena lebih mudah dan bisa di mana dan kapan saja. Saya tidak perlu repot menyerahkan di altar gereja tiap minggu ibadah,” katanya.

Nyatanya, tidak hanya umat, para pemuka agama pun tak ketinggalan memanfaatkan beragam teknologi digital ini untuk mendekatkan diri dengan umatnya.

Sebut saja pemimpin agama Katolik dunia, Paus Franciscus, yang cukup rajin membuat pernyataan singkat lewat media sosial, Twitter @pontifex, yang berarti Paus dalam bahasa Latin. Akun yang memiliki 11,8 juta pengikut ini berisi informasi seputar agama, pesan-pesan kemanusiaan, hingga kegiatan sehari-hari Paus, yang disampaikan dalam beberapa bahasa: Inggris, Spanyol, Arab, dan Latin. Begitu juga dalam akun Instagram-nya, @franciscus, yang diikuti 5 juta orang.

Lain lagi cara Generasi Muda Nahdlatul Ulama (GMNU), salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia, untuk menyentuh generasi muda yang akrab dengan gadget. Mereka mengembangkan aplikasi NUtizen. Aplikasi ini berisi berita dan video keislaman.

“Kini juga sudah banyak kiai memiliki versi digital kitab-kitab kuning (istilah untuk buku-buku pelajaran agama Islam yang biasa digunakan di pesantren). Banyak kiai muda di NU memanfaatkan koleksi kitab digital yang ada di laptop mereka, saat diskusi sebuah persoalan yang mendasarkan pada kitab-kitab rujukan ulama klasik (bahtsul masail),” ujar Mohamad Syafi’ Ali, Direktur NU Online, yang biasa disapa Savic Ali.

Ranah digital pun makin ramai dengan aplikasi dan chat grup yang dibentuk berbagai kelompok rumah-rumah ibadah. Bagi umat Islam misalnya, ada aplikasi MuslimPro yang cukup populer. Aplikasi berisi informasi waktu salat, berbuka puasa, arah salat, surat pendek, hingga doa sehari-hari ini telah diunduh jutaan orang dari seluruh dunia.

Sedangkan aplikasi Masjidku, menaungi beberapa masjid, berisi informasi yang diperlukan jemaah, seperti arah kiblat, jam salat, dan waktu sahur/berbuka pada bulan Ramadan.

Kini, di YouTube, kita juga bisa dengan mudah menemukan ribuan ceramah dan wejangan religi dari pemuka-pemuka agama dan kepercayaan. Teknologi informasi memang telah menjadi perpanjangan corong rumah ibadah untuk menjangkau umat dalam wilayah yang lebih luas. (f)

Baca juga:
Robot dengan Kecerdasan Buatan Siap Menggantikan Para Pekerja, Siapkah Anda?
Humanity VS Robot: Perkara Empati, Interaksi, dan Integritas yang Tak Tergantikan
Hati-Hati Saat Memakai Emoji, Bisa Menimbulkan Salah Paham
Meski Jumlahnya Sudah Ribuan, Emoji Tidak Bisa Menggantikan Komunikasi Tatap Muka


Topic

#ibadan, #gadget, #kesalehansosial

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?