Undang-Undang Ketenagakerjaan No.13/2003 Pasal 83 mewajibkan pengusaha memberikan peluang yang layak kepada karyawan wanita dengan bayi yang masih menyusui (Foto: yokota.af.mil)
80% ibu menyusui di Indonesia tidak bisa maksimal memberikan air susu. Pasalnya, data Kementerian Kesehatan RI (2017) mengungkap bahwa baru 64,8% perkantoran di Indonesia yang menyediakan ruang laktasi untuk mendukung program ASI eksklusif. Padahal, pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama di kehidupan seorang anak memberikan manfaat seumur hidup, di antaranya imunitas tubuh yang kuat dan perlindungan terhadap infeksi.
“Ketiadaan ruang laktasi layak membuat karyawan wanita terpaksa memerah ASI di kamar mandi, sehingga meningkatkan risiko kontaminasi air susu dengan kuman karena tidak higienis. Ruang laktasi yang ada pun seringkali hanya menggunakan ruang seadanya yang tidak layak,” ungkap Nur Aini, Koordinator Divisi Advokasi SINDIKASI ( Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi), di Festival Work Life Balance, beberapa waktu lalu di Jakarta.
Cempaka, salah satu peserta diskusi mengingat perjuangannya untuk memberikan ASI eksklusif untuk putrinya, saat masih menjadi pekerja di salah satu perusahaan media mingguan di Jakarta. Absennya ruang laktasi sangat mengganggu produktivitas kerjanya.
“Waktu bekerja saya banyak hilang karena harus mencari ruangan yang kosong dan nyaman untuk memerah ASI. Lemari pendingan yang harusnya dikhususkan untuk ASI tercemari bahan makanan lain. ASI bisa terkontaminasi. Akhirnya saya harus mengeluarkan ongkos lebih untuk membayar kurier ASI yang akan mengantarkan botol-botol ASI ke rumah,” kisah wanita yang kini memilih untuk bekerja sebagai penulis lepas agar bisa fokus kepada pertumbuhan putri pertamanya ini.
Pemberian sarana dan fasilitas layak untuk ibu memerah ASI adalah kewajiban bagi perusahaan. Dalam Undang-Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 83, pengusaha diwajibkan memberikan peluang yang layak kepada karyawan wanita dengan bayi yang masih menyusu. Peluang itu di antaranya membangun fasilitas bagi karyawan perempuan untuk menyusui di tempat kerja dan waktu untuk menyusui selama kerja sesuai dengan aturan perusahaan atau kesepakatan kerja bersama.
“Perlindungan fungsi reproduksi wanita merupakan kekhususan yang meliputi dari menstruasi, melahirkan, dan menyusui. Aturan menyusui di Undang-Undang Kesehatan Reproduksi untuk melindungi kesehatan ibu pasca melahirkan, dan untuk memberikan ASI untuk bayinya secara optimal. Ada sanksi bagi pengusaha yang tidak memberikan masa cuti sesudah melahirkan. Mereka bisa dikenai penjara satu tahun minimal, dan empat tahun maksimal,” papar Sumanti, Pelaksana Tugas Kepala Sub Direktorat Pengawasan Norma Perlindungan Reproduksi Kementerian Tenaga Kerja RI, dalam Diskusi & Peluncuran Desain Ruang Laktasi Layak yang dimoderatori oleh Yasinta Sonia, dari Trade Union Rights Centre yang menjadi rekan pendukung SINDIKASI.
Sumanti menegaskan pentingnya bagi perusahaan untuk memberikan fasilitas ruang laktasi yang nyaman, tidak bising, dengan ukuran minimal 3 x 4 meter persegi, dan kelembanan 30-50 persen. Harus ada meja, tempat duduk yang nyaman, tisu, kulkas, dan botol ASI.
Ketika ibu berhasil memenuhi hak anak untuk mendapat ASI, maka tidak hanya kesehatan anak yang akan terlindungi, di saat bersamaan ibu menyusui mendapatkan manfaat fisik dan psikologi yang akan mendukung kinerja dan produktivitas di tempat kerja. Alasan ini pula yang menjadi perhatian utama perusahaan konsultan properti Jones Lang LaSalle (JLL) Indonesia, di Jakarta.
“Untuk menjaga produktivitas dan kenyamanan ibu menyusui usai cuti hamil, perusahaan JLL Indonesia memberikan perpanjangan cuti hamil, dari yang biasanya 3 bulan menjadi 4 bulan, sehingga bisa menghabiskan waktu lebih banyak dengan anaknya. Kami juga memiliki kebijakan Gradual come back to work. Artinya, setelah cuti empat bulan, ibu menyusui bisa memilih untuk bekerja paruh waktu, dan hanya ke kantor sekali seminggu untuk rapat. Kebijakan ini sangat membantu ibu muda,” ungkap Paula Prawira, Kepala HR Jones Lang LaSalle Indonesia.
Kebijakan ini terbukti berhasil meningkatkan produktivitas pekerja wanita yang kembali berkarier setelah cuti hamil. Apalagi setelah pihak manajemen JLL menyediakan ruang laktasi. Keberadaan ruang laktasi initerbukti mampu meningkatkan ROI, atau laba atas investasi perusahaan!
SINDIKASI sebagai serikat pekerja yang mewadahi pekerja media dan industri kreatif ingin mewujudkan tempat kerja ramah laktasi. SINDIKASI merancang desain ruang laktasi layak yang bisa diimplementasikan dengan menyesuaikan kondisi tempat kerja. Desain ruang laktasi rancangan desainer interior SINDIKASI Anas Ramananda ini dilengkapi dengan standar kelayakan, fasilitas minimal, hingga perkiraan biaya. Desain ruang laktasi layak ini akan dilengkapi dengan buku pedoman dan e-book agar mudah diakses.
“Kendala kebanyakan perusahaan adalah keinginan mereka untuk memaksimalkan semua ruangan menjadi ruang kerja. Beberapa perusahaan juga mempermasalahkan biaya dan keterbatasan tempat. Kami bisa mencarikan solusi, yaitu dengan memaksimalkan ruangan yang tidak terlalu besar, tapi sudah mendapat ruang laktasi yang layak dengan pendanaan terjangkau,” ungkap Anas, yang bersama SINDIKASI tengah menggandeng perusahaan media Bisnis Indonesia sebagai pilot project Desain Ruang Laktasi Layak. (f)
Baca Juga:
Apa Syarat Ruang Laktasi yang Ideal di Kantor?
Peraturan Kerja Pro Wanita
Inilah 5 Bahan Makanan Yang Bagus Untuk Wanita Menyusui
Topic
#Karier