Trending Topic
Trauma Korban Pelecehan Seksual

19 Jul 2019

Foto: shutterstock

Hasil survei yang dilakukan oleh  organisasi-organisasi yang bergerak melawan kekerasan seksual yang tergabung dalam Koalisi Ruang Publik Aman (Hollaback! Jakarta, perEMPUan, Lentera Sintas Indonesia, dan Perkumpulan Lintas Feminis Jakarta (JFDG), dan Change.org Indonesia), menunjukkan hasil yang memperihatinkan.

Sebanyak 64 persen dari 38.766 wanita yang mengikuti survei pernah mengalami pelecehan seksual di ruang publik. Sementara dari 23.403 laki-laki yang mengikuti survei, 11 persen pernah mengalaminya. Lebih menyedihkan, 1 dari 2 korban mengalaminya saat berusia anak-anak. Yang perlu dicermati adalah penanganan korban setelah kejadian. Pasalnya, efek dari pelecehan seksual itu bisa berlangsung lama dan mengganggu kehidupan dan kesehatan jiwa korban di masa depan.

Seperti diceritakan Hannah Al-Rashid, aktris yang juga aktivitis  dalam acara publikasi hasil survei kepada media. Hannah mengaku pernah mengalami beberapa kali pelecehan seksual di ruang publik, mulai di alun-alun, institusi pendidikan, tempat kerja, hingga transportasi umum. Yang paling membuatnya trauma adalah ketika dua pria bermotor yang tiba-tiba merabanya, saat ia berjalan kaki. Saat syok, tubuhnya membeku, tak bisa bereaksi apa-apa. 

Namun yang membuatnya marah adalah reaksi dari orang yang tahu ia mengalami pelecehan dan tidak menganggap itu sebuah perkara penting. Dari hasil survei tadi diketahui reaksi dari saksi saat terjadi pelecehan seksual di ruang publik, perlu diperbaiki. 

Walau ada yang membela korban (22%) dan berusaha menenangkan korban (15%) setelah kejadian, korban mengaku banyak saksi yang mengabaikan (40%) dan bahkan menyalahkan korban (8%) ketika pelecehan terjadi. Jelas ini perlu diubah. 

Meski sepintas terlihat biasa saja, namun sebetulnya ada trauma yang mendera korban pelecehan seksual. Hannah mengaku hingga kini ia masih trauma. Tubuhnya seakan merasakan sinyal bahaya dan otomatis membentengi diri saat ada motor melaju terlalu dekat dengannya.

Pelecehan seksual memiliki dampak yang jangka panjang. Berbagai penelitian telah lama menemukan bukti bahwa pelecehan seksual bisa menyebabkan trauma berkepanjangan bahkan depresi di kemudian hari. 

Menurut Rastra Yasland, dari Lentera Sintas Indonesia, kelompok dukungan untuk penyintas kekerasan seksual, survei ini juga ingin menggugah masyarakat dan pemerintah tentang  pentingnya isu. Salah satuny dengan menunjukkan dampaknya terhadap korban pelecehan. 

"Kebanyakan korban merasa tidak nyaman, merasa direndahkan dan merasa marah. Pelecehan juga memiliki dampak yang jangka panjang yaitu trauma dan pembatasan ruang gerak. Korban sering kali merasa mereka tidak bisa melakukan sebuah aktivitas tertentu atau harus mengubah rutinitas mereka karena trauma dengan pelecehan yang dialaminya. Mereka juga mungkin menutup diri dan bahkan mengubah metode transportasi untuk mencegah hal itu terjadi lagi,” ujar Rastra.

Lalu apa yang bisa kita lakukan saat mengetahui terjadi pelecehan seksual? Menurut survei 92 persen responden merasa terbantu saat ada orang lain yang mengintervensi dan membela korban pada saat terjadi pelecehan. Sekadar mengatakan itu bukan salah korban saja bisa membantu. Baru 43 persen responden pernah membantu korban mengintervensi pelecehan seksual di ruang publik. 

Tak kalah penting adalah memberi payung hukum yang tegas dan jelas untuk mencegah itu terjadi. Seperti RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang kini masih terus diperjuangkan. RUU PKS memiliki tujuan melindungi masyarakat dari kekerasan seksual dan mewujudkan lingkungan bebas kekerasan seksual, serta memberi perlindungan bagi korban kekerasan seksual. (f)


Topic

#kekerasanseksual, #RUUPKS, #pelecehanseksual

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?