Fiction
Ketika Dayu Memilih Cinta [3]

25 Feb 2012

<<Cerita Sebelumnya

Hari ini Dayu tidak kuliah, karena kemarin dosen baru mengembalikan tesisnya, dengan banyak coretan untuk direvisi lagi. Sehingga, ia harus berkonsentrasi penuh pada tesisnya. Jika sedang tidak kuliah, Dayu tidak punya alasan untuk keluar rumah. Padahal, Dayu sangat rindu pada Dharma.

“Selamat pagi, Biang. Dayu ada?

sapa Dagus Suamba, setelah Ni Luh Sari membuka pintu griya.

“Oh, Dagus. Ayo, masuk dulu, Ni Luh Sari mempersilakan.

“Ada apa Dagus mencari Dayu? tanya Dayu, menghampiri Dagus Suamba, setelah Ni Luh Sari menyuruhnya keluar kamar.

Dagus Suamba tersenyum.

“Cinta yang dirajut dalam waktu singkat tidak akan bertahan lama. Karena itu, tolong izinkan Dagus memasukkan benang ke dalam jarumnya dulu, agar benang dan jarum tersebut bisa saling menyatu, sebelum merajutnya menjadi sebuah sweater.

Dayu tertegun.

“Apa yang Dagus inginkan? tanya Dayu, terus terang.

“Dagus ingin mengenal Dayu lebih jauh.

“Caranya? Dayu bertanya kembali.

“Dagus ingin mengajak Dayu jalan-jalan.

Hati Dayu berdebar. Ia takut mencintai Dagus Suamba. Pesonanya begitu kuat. Dayu sungguh tak sanggup melihat senyuman itu, senyum maut yang hampir meruntuhkan hatinya. Tapi, ia terima juga ajakan Dagus Suamba itu.

“Apakah Dayu sudah punya kekasih? tanya Dagus Suamba, ketika mereka sedang berada di dalam mobil miliknya.

Dayu terkejut dengan pertanyaan Dagus Suamba.

“Tidak sopan bertanya seperti itu kepada seorang gadis.

“Kenapa tidak? Bukankah Dagus harus tahu status calon istri Dagus, sebelum melangkah lebih jauh?

Dayu tidak dapat mengelak lagi. “Menurut Dagus?

Dagus tersenyum. “Jika reaksinya seperti itu, pastinya sudah.

Wajah Dayu memerah.

“Kalau sudah tahu, mengapa masih bertanya?

“Jadi, benar? Dagus Suamba menggoda. “Tidak apa, masih ada kesempatan, selama janur kuning belum terpasang.

“Jadi, sekarang kita mau ke mana? Dayu mengalihkan pembicaraan.

Lagi-lagi Dagus Suamba mengeluarkan senyum mautnya, yang membuat Dayu terpikat. Tidak pernah dirinya melihat senyum hangat seperti itu pada diri Dharma.

“Kebun Raya Bedugul. Sudah lama Dagus tidak ke sana. Mumpung ada yang menemani.

Di Kebun Raya Bedugul Dayu dan Dagus Suamba banyak bercerita. Mereka sudah bisa bercanda. Kebekuan hati Dayu perlahan mulai mencair.

“Dayu ingin berfoto sama ular?

Dagus Suamba melihat plang bertuliskan ‘Foto dengan ular dan hewan lain hanya Rp20.000 per foto’.

Dayu bergidik geli.

“Tidak, Dayu takut pada binatang reptil. Musangnya lucu, Dayu dengan musang saja, kata Dayu, ketika melihat ada wisatawan asing yang berfoto bersama musang.

Dagus Suamba berfoto dengan ular dan biawak, sementara Dayu hanya berfoto dengan musang.

Setelah itu mereka menuju ke pinggir danau. Mereka duduk berdua di jembatan dan menyemplungkan kakinya di danau.

“Dingin, Dagus, kata Dayu, ketika dinginnya air Danau Bratan terasa menusuk kakinya.

“Ya, tapi jarang-jarang kita ke Bedugul. Jadi, dinikmati saja.

Dayu tampak sangat gembira. Wajahnya bersinar-sinar. Dagus Suamba terpesona oleh wajah ceria Dayu. Baru kali ini ia melihat wajah Dayu yang begitu bercahaya. Dari kemarin Dayu memang sangat dingin padanya.

Dayu tertegun ketika melihat Dagus Suamba yang terus menatapnya. Dagus Suamba yang tidak dapat menahan perasaannya, perlahan mendekatkan wajahnya pada Dayu, sehingga Dayu ikut terbawa perasaan. Ketika wajah Dagus Suamba sudah makin dekat pada wajahnya, Dayu memalingkan muka, mendadak teringat pada Dharma, pria yang sangat ia cintai. Dayu merasa sangat bersalah.

Wajah Dagus Suamba merah padam karena malu. “Maaf, Dayu.

“Dayu harus segera pulang. Tesis masih banyak harus dikerjakan.

Dayu segera menarik kakinya dari danau, mengelapnya dengan tisu dan memakai sandalnya kembali. Dagus Suamba mengikutinya.

Suasana di dalam mobil hening. Dayu tidak berani menoleh pada Dagus Suamba yang sedang duduk di belakang setir. Dayu memandang pemandangan di luar jendela, sibuk dengan pikirannya. Dagus Suamba juga kelihatan sedang konsentrasi pada jalan.

Benar kata orang tua zaman dulu, jangan bermain-main dengan api kalau tidak ingin terbakar, dan jangan bermain-main di sungai jika tidak ingin hanyut. Tapi, apakah kalimat-kalimat tersebut berlaku pula pada dirinya? Bukan Dayu yang berkehendak bermain api, bukan Dayu yang mau main di sungai, tapi hidup Dayu sudah ada yang menentukan. Siapa yang harus disalahkan jika sekarang dirinya terbakar atau hanyut?

Dayu berteriak di dalam hatinya. Tapi, tak ada yang bisa mendengar. Hanya dirinya yang bisa merasakan, merasakan sakit dalam hatinya itu.

Di tengah konsentrasi dalam lajunya mobil, Dagus Suamba sibuk dengan pikirannya sendiri. Dalam waktu beberapa detik lagi saja, dirinya bisa merasakan lembutnya bibir Dayu. Bibir Dayu memang sangat menggoda, begitu sensual di matanya. Dayu juga terlihat mulai menyukainya. Ah, mungkin aku yang terlalu terburu-buru, Dagus Suamba menyalahkan dirinya sendiri.

“Dagus harap Dayu masih mau jalan-jalan dengan Dagus, setelah kejadian di danau tadi, kata Dagus, di depan pintu griya Dayu.

Kepala Dayu tertunduk.

“Hati-hati di jalan, katanya singkat.

Malam itu Dayu sibuk menyelesaikan tesis, yang keesokan hari harus diserahkan pada dosen.


Penulis: Tang Annisa Inocentia Husna



 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?