Trending Topic
Topi Tali Tali Presiden Jokowi di Karnaval Toba dan Keengganan Kita Memahami Perbedaan

25 Aug 2016


Foto: Peter F Momor

Kehadiran Presiden Joko Widodo dalam setiap acara memang selalu menarik perhatian. Terlebih lagi, dalam sebuah acara yang dihadiri ribuan warga. Apa pun yang dikenakan Presiden Jokowi akan menjadi hal yang dibicarakan. Hal yang sama terjadi ketika ia menghadiri pergelaran Karnaval Kemerdekaan Pesona Danau Toba (KKPDT) 2016 di Balige dan Parapat, 20-21 Agustus 2016 itu juga dihadiri oleh sejumlah Menteri Kabinet Kerja, duta besar, selebritas, dan masyarakat sekitar.

Pada kesempatan istimewa itu, Bupati Samosir, Rapidin Simbolon, bahkan menyampaikan  penghargaannya atas kedatangan Jokowi, dengan mengatakan bahwa Jokowi adalah presiden RI pertama dalam sejarah Indonesia, yang mengunjungi Samosir. Presiden Jokowi mengenakan pakaian khas Batak berupa atasan warna gelap  dan  sepasang sarung dan selendang ulos Ragidup Sirara, yang biasa dikenakan oleh raja-raja Batak, atau orang yang diagungkan oleh masyarakat Batak. Ia juga memakai topi adat Batak yang biasa diperuntukkan bagi figur yang dihormati, yang biasa disebut Topi Tali-Tali. Topi ini berupa jalinan kain berwarna merah dengan hiasan bersepuh emas, dengan tali-tali serupa benang-benang halus berwarna putih yang terurai dengan panjang hingga sebahu, pada kedua sisinya. Sedangkan  Ibu Negara Iriana Jokowi mengenakan  atasan baju kurung warna merah, dengan sortali (ikat kepala khas untuk wanita Batak) dan aksesori bros di dada.  Ia juga mengenakan sarung dan selendang ulos Tumtuman dengan motif yang terbilang langka.

 

Foto: Peter F Momor


Tak dinyana, topi tali-tali itu menjadi polemik  berkepanjangan di media sosial. Bagi sebagian  orang topi yang dikenakannya itu membuatnya terlihat seperti mengenakan wig. Ada yang mengatakan  Presiden Jokowi terlihat mirip pelantun tembang Chandelier, Sia, dan Lady Gaga. Sebagian yang lain, termasuk sebagian masyarakat Batak  mempersoalkan  bahwa topi atau hiasan kepala itu  salah atau tidak tepat menurut adat Batak.  Akibat ribut-ribut ini, bahkan ada 2 pemilik akun Facebook yang dilaporkan oleh warga ke Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Polda Sumut), yakni Nunik Wulandari II dan Andi Redani. Keduanya dianggap sudah mencemarkan nama baik Presiden.

Lalu dari mana sebetulnya topi itu berasal?

Topi tersebut disiapkan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumatera Utara yang sehari sesudah perhelatan berlangsung mengeluarkan siaran pers untuk menjelaskan  latar belakang pembuatan topi itu. Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sumatera Utara, Elisa Marbun, menjelaskan, topi atau tali tali yang dikenakan Presiden  Jokowi  secara sadar dibuat untuk karnaval, bukan untuk acara adat Batak Toba.

“Kami mempersiapkan khusus busana adat dan topi adat tersebut tanpa mengurangi makna ulos. Tali tali dulu juga pernah dikenakan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat berkunjung ke Balige tahun 2011, dalam rangka meresmikan gedung olahraga. Tapi memang modifikasinya berbeda,” jelas Elisa Marbun, dalam wawancara dengan Femina lewat telepon, 24 Agustus 2016. Selain SBY, mantan Menko Perekonomian Hatta Rajasa juga pernah mengenakannya, saat membuka Festival Danau Toba tahun 2013.  



Lebih lanjut, ia memaparkan, “Tali tali dibuat tidak terputus, dari benang-benang ulos yang diproses dengan alat tenun. Kualitas benang dipilih yang terbaik, sehingga terlihat sangat lembut dan harus mengandung unsur tiga warna, yakni hitam, putih, dan merah. Adapun yang dikenakan Presiden Jokowi adalah dominan warna putih, berarti orang yang diagungkan atau dihormati,” jelas Elisa, yang mengatakan, pembuatan tali tali tersebut berdasarkan konsultasi kepada 3 penenun ulos di Tanah Batak Toba yakni penenun dari Silindung, Toba, dan Samosir.

Polemik ini bergulir seperti bola liar bahkan menyinggung beberapa pihak secara  tidak tepat. Termasuk Femina dan desainer Edward Hutabarat (Edo) yang disebut-sebut secara serampangan dinilai bersalah  sebagai pembuat topi tersebut.  Yang benar adalah busana  atasan yang dikenakan  Presiden Jokowi dan Ibu Iriana  dipersiapkan istana kepresidenan dan dibuat atas sketsa yang dibuat Edo.  Sedangkan  kain ulos yang dikenakan oleh Presiden dan Ibu Negara disiapkan oleh Dekranasda Sumatera Utara demikian pula Topi presiden yang  dibuat oleh tim dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumatera Utara. Hiasan kepala dan perhiasan yang dikenakan Ibu Negara  merupakan koleksi pribadi Edo. 

Elisa Marbun menyayangkan munculnya polemik ini. “Apa yang dikenakan oleh Presiden sudah sesuai dengan budaya Batak. Bicara budaya adalah bicara kesepakatan, tidak ada ketentuan yang pasti dari segi regulasinya. Mari kita maju ke depan, bukan menjadikan ini sebagai persoalan. Seharusnya, kita justru berbangga hati karena presiden datang ke Sumatera Utara selama 4 hari. Ini adalah momentum kebangkitan pariwisata Toba. Kami sangat berterima kasih, presiden memberi perhatian khusus pada masyarkat batak di kawasan danau toba. Ini luar biasa,” cetus  Elisa Marbun.

Polemik topi adat ini bisa menjadi sentilan betapa sempitnya wawasan kita tentang kebudayaan negeri sendiri. Sekaligus begitu mudahnya kita terpancing untuk mengomentari segala sesuatu yang berbeda sebagai konyol, asing, dan aneh, tanpa disertai alasan yang bisa dipertanggungjawabkan. Keragaman budaya negeri ini memang luar biasa. Perlu kejernihan pikir dan rasa untuk melihat segala perbedaan sebagai berkah,  bukan sumber pertengkaran. (f)



Baca juga: Mencari Harta Karun di Pelosok Sumatera





Ficky Yusrini


 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?