Trending Topic
Kiat Memilih Lembaga Donasi yang Terpercaya

31 Aug 2016


Foto: Fotosearch/ kitabisa.com

Media online sering kali dimanfaatkan oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab yang ingin mencari keuntungan pribadi atau kelompoknya. Maka, terjadinya penipuan di media sosial sangat lumrah. Survei yang dilakukan Symantec, sebuah perusahaan software dari California, Amerika Serikat (AS), menguatkan pendapat Dyson. Berdasarkan survei yang mereka lakukan pada tahun 2015 soal penipuan melalui media sosial, Indonesia berada di posisi ke-13 tertinggi se-Asia Pasifik untuk kasus tersebut. 

Dari sisi publik, banyak yang tak sadar akan adanya penipuan berkedok donasi ini. Hasil survei femina yang dilakukan pada 50 pembaca tentang donasi, sebanyak 86% responden memilih beramal dalam bentuk uang. Hanya 24% sisanya yang memilih jenis donasi lain, seperti barang, transfusi darah, dan dukungan. Survei ini seperti mewakili Rose Daniaty, yang memilih mendonasikan sejumlah uang untuk korban gempa bumi di Yogyakarta melalui sebuah badan amal yang ia ketahui dari televisi. 

Bagi Rose yang kerap memberikan sumbangan saat terjadi bencana alam di suatu daerah, ia memang lebih memilih mendonasikan uang daripada barang. “Sumbangan berupa uang terbilang lebih praktis daripada barang. Dalam keadaan darurat, saya sudah enggak terlalu memasalahkan profil badan amal saat hendak mendonasikan sejumlah uang,” ujar Rose.
           
Serupa dengan Rose, Saparinah Mumpuni mengaku tak berpikir panjang saat  menyumbang berupa uang, terutama untuk membiayai pendidikan anak-anak di daerah terpencil. “Daripada memberi uang kepada pengemis di jalanan, saya lebih suka menyumbang untuk hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan anak,” ujar Saparinah.

Tahun 2009, ia menyumbang dana pendidikan untuk anak-anak di daerah pelosok di Nusa Tenggara Timur (NTT). Ia berdonasi lewat badan amal yang ia temukan di Facebook. Meski rela berdonasi lewat Facebook, Saparinah mengaku tetap waswas dengan penipuan yang kerap terjadi di medsos.
“Sebagai langkah awal, saya melihat profil lembaga atau badan usaha penyalur donasi tersebut. Saya akan cek di Google untuk mengetahui apakah mereka memiliki website atau tidak. Apakah website-nya aman,” jelasnya.

Hal serupa juga dilakukan oleh Rose, yang kerap menyumbang uang untuk biaya pengobatan hewan-hewan yang sakit, lewat Instagram. Sebagai pencinta hewan, Rose memang mem-follow berbagai akun yayasan penolong hewan. Yayasan-yayasan tersebut aktif mengunggah aktivitas mereka dalam menyelamatkan hewan, termasuk jika membutuhkan dana khusus untuk perawatan hewan-hewan yang sakit. “Foto proses pengobatan hewan biasanya diunggah di Instagram. Hal tersebut membuat saya dan donatur lainnya bisa memantau bahwa uang sumbangan benar-benar untuk merawat hewan,” cetus Rose.
           
Walau merasa berdonasi lewat Instagram sangat mudah, Rose tetap berusaha untuk cermat dalam memilih akun yayasan penyelamatan hewan. Biasanya, ia akan memilih akun yang mencantumkan dengan jelas alamat di kolom bio. “Saya beberapa kali mendatangi alamat yang tercantum di profil Instagram. Selain untuk meyakinkan, saya jadi tahu pasti bagaimana yayasan tersebut menolong dan mengobati hewan yang sakit,” ungkap Rose.
           
Diakui Arief, media sosial adalah sebuah platform yang kekuatannya bergantung pada masyarakat. Alhasil, perbuatan jahat, penipuan, ataupun kebohongan sangat mungkin terjadi di media sosial. Namun, seiring waktu, Arief percaya bahwa masyarakat pengguna internet di Indonesia sudah  makin cerdas dalam memilah informasi yang aktual. Termasuk memilih mana berita crowdfunding yang benar dan badan amal yang tepat. “Kuncinya, cermat saat membaca berita dengan memperhatikan sumbernya. Pernah, ada berita yang mencantumkan harian Kompas sebagai sumber. Namun, setelah saya telusuri, ternyata dari portal berita abal-abal. Artinya, berita itu kurang valid,” ujar Arief Aziz, Campaign Director Change.org Indonesia.
           
Untuk menghindari penipuan yang mengatasnamakan badan penyaluran amal di media sosial, Arief menegaskan pentingnya melakukan check and richeck lewat Google. “Luangkan waktu untuk mencari tahu kebenaran badan amal lewat Google. Kalau yayasan amalnya ada di Facebook, cari tahu admin yang menggalang crowdfunding. Adanya mutual friends akan memudahkan pengecekan,” tegas Arief.
           
Menurut Imam, naluri membantu sesama ada pada diri tiap  manusia dan hal itu patut disyukuri. Bila di zaman penjajahan dulu, dibutuhkan sosok pahlawan untuk membela kebenaran, di zaman modern yang kehidupannya sudah serbadigital ini, dibutuhkan relawan yang tulus berbuat kebaikan. “Yang penting, bersikap bijak dan waspada dalam memilih badan amal di medsos agar donasi yang Anda berikan tepat sasaran,” pungkas Imam.
 
Baca juga: Cerdas Beramal Lewat Media Sosial

Cara Mereka Memilih Tempat Donasi:
 
Saparinah Mumpuni, 31, Jurnalis
Punya Teman atau Kenalan
Saya sempat kagum karena ternyata lewat medsos kita bisa menggalang dana. Namun saya sadar, medsos ataupun dunia maya rentan tipu-menipu. Makanya, saya selalu aktif mengecek kebenarannya dengan melihat profil badan usaha, lembaga, dan yayasan penyelenggara. Setidaknya, kita tahu dia bergerak di bidang apa. Saya juga lebih suka berdonasi ke lembaga, yayasan, ataupun penyelenggara yang salah satu pengurusnya adalah teman atau saudara. Saya  cek terlebih dahulu via telepon untuk menanyakan kebenaran informasinya. Saya juga lebih memilih donasi yang sifatnya berkelanjutan.
           
Saat ini saya sedang menjalani program donasi untuk Rumah Belajar yang digalang oleh Komunitas Peduli Anak Jalanan. Komunitas ini yang mendirikan Rumah Belajar untuk anak jalanan. Belum lama ini rumah tersebut kebakaran dan donasi ini dikumpulkan untuk membangun kembali rumah dan sarana belajar-mengajar tersebut.

Kebetulan, ada banyak kenalan suami yang menjadi pengurus di komunitas ini. Saya jadi merasa aman dan nyaman saat menyumbang. Mereka juga selalu mengirimkan laporan dana  tiap bulan melalui WhatsApp. Menurut saya, menyumbang tidak harus banyak, yang penting niat dan kalau mampu bisa berkelanjutan.
 
Rose Daniaty, 30, Personal Assistant Ambassador
Mendatangi Alamat Yayasan
Saya pernah beberapa kali berdonasi setelah melihat pengumuman di medsos. Saya lebih sering berdonasi ke yayasan yang menolong hewan-hewan sakit. Saya percaya   mendonasikan uang saya, karena tiap kali menemukan hewan-hewan yang sakit, mereka akan unggah di medsos. Dengan begitu, publik bisa melihat bagaimana keadaannya dan bagaimana anjing itu diobati. Akun-akun ini lebih memudahkan saya, kalau ingin berdonasi. Aktivitasnya jelas dan saya  bisa memantau. Apalagi mereka juga mencantumkan alamat di bio Instagram mereka yang memungkinkan para donatur mendatangi yayasan tersebut kapan saja.

Selain berdonasi untuk hewan, saya juga pernah beberapa kali berdonasi untuk manusia, salah satunya Koin untuk Prita. Waktu itu sangat viral. Walaupun beritanya sudah di mana-mana,  saya tidak mau gegabah. Sebelum berdonasi,   saya harus mengetahui kisah Prita lebih dulu. Saya baca segala beritanya di media online dan surat kabar. Bagaimana kronologisnya sampai akhirnya ia dihadapkan pada hukuman denda ratusan juta.        

Bagi saya, penting untuk melihat kebenaran sebuah berita donasi. Jangan sampai kita berdonasi untuk hal-hal yang tidak seharusnya dan akhirnya donasi yang kita berikan tidak bermanfaat. Sementara, untuk sumbangan bencana alam, saya cenderung bergerak lebih cepat, karena dari berita saya tahu bencana itu nyata dan memakan banyak korban. Misalnya, saat tsunami Aceh atau gempa bumi Yogyakarta. Biasanya, untuk korban bencana, saya menyumbang melalui kantong donasi yang rekeningnya ditayangkan juga melalui televisi.
 
Annisa Ambarukmi, 30, Logistics Compliance
Tak Mau Cepat Percaya
Saya termasuk orang yang cukup teliti dalam hal berdonasi. Sebelum ada medsos, saya berdonasi ke panti asuhan, rumah yatim, dan semacamnya. Tapi, belakangan saya melihat memang marak sekali himpunan donasi di medsos. Bentuknya pun macam-macam, mulai dari uang, donor darah, bahkan sampai donor asi. 
           
Saya pernah beberapa kali melakukan donasi setelah mengetahui infonya dari medsos. Salah satunya, saya pernah membantu donasi untuk seorang nenek yang tinggal di rumah tidak layak, di daerah Bantul, Yogyakarta. Waktu itu saya lihat pengumumannya di timeline Facebook salah seorang teman. Iseng-iseng, saya klik dan langsung diperlihatkan foto-foto nenek tersebut. Karena iba, akhirnya saya telusuri lebih lanjut. Donasi yang saya berikan tepat sasaran. Senang rasanya mengetahui si nenek itu akhirnya memiliki rumah baru.  
           
Menurut saya, sebelum berdonasi ada dua hal penting yang selalu saya perhatikan, yaitu tahu  target yang ingin saya donasikan, dan pastikan saya bisa kontak dengan penggalang donasi. Untuk mencari tahu kebenarannya, saya akan tanyakan ke penggalang dana, Googling berita jika memang beritanya sudah viral.
           
Melia Fauziyah, 30, Karyawan Swasta
Berdonasi lewat LSM
Berdonasi dari medsos pernah saya lakukan beberapa kali, tapi saya selalu mencari donasi yang diperuntukan  bagi korban bencana alam atau musibah. Alasannya, target donasi lebih jelas. Bencana alam ataupun musibah memiliki dampak yang besar bagi kehidupan seseorang sehingga tentu lebih membutuhkan. Selain itu, untuk mengetahui perkembangannya, kita bisa memantau lewat berita. Lain halnya dengan penggalangan donasi seperti donor darah, orang sakit, dan sebagainya, menurut saya lebih sulit mencari kebenarannya. Bahkan, yang viral saja belum tentu benar. Harus ditelusuri dengan saksama.
              
Dalam sehari, saya pernah  membaca dua informasi penggalangan donasi darah via Path. Keduanya digalang dua lembaga berbeda, tetapi dengan nomor telepon yang sama. Jelas mencurigakan. Saya pun langsung mengurungkan niat untuk menyumbang ke badan amal tersebut.
           
Tahun 2014 lalu, saya menyumbang untuk korban bencana bom rumah sakit di Gaza, Palestina. Saya tidak lagi memikirkan konfliknya. Bagi saya, rumah sakit tempat merawat korban perang dan banyak anak kecil dibom, rasanya sudah di luar batas kemanusiaan. Saya berpikir masyarakat di sana jelas butuh bantuan. Akhirnya saya berdonasi melalui rekening yang saya lihat di Facebook. Memang tidak saya cek lagi, tapi saya mendapatkan nomor rekening tersebut dari akun Facebook salah satu stasiun televisi swasta.
           
Selain itu, saya juga sempat beberapa kali berdonasi untuk korban bencana alam. Beberapa saya lihat melalui Facebook dan beberapa dari Path. Kebetulan saya punya   teman yang bekerja di LSM dan menjadi relawan semacam SAR. Ketika ada bencana biasanya mereka cepat mengunggah berita mengenai bencana tersebut dan menyebar info penggalangan dana.
           
Sejauh ini, saya selalu memastikan ada orang yang saya kenal di balik sebuah penggalangan dana, dan memastikan bahwa dia memang bekerja di LSM atau yayasan penggalangan dana tersebut. Walaupun pada akhirnya tidak pernah saya cek lagi. Menurut saya, melakukan  cek terbilang penting agar apa yang kita donasikan tepat guna, tidak sia-sia, dan sampai ke tangan yang tepat. (f) 
 


 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?