Trending Topic
Cerdas Beramal di Media Sosial

29 Aug 2016


Foto: 123RF

Anda tentu masih ingat kasus yang menimpa Saeni, pemilik warteg yang dirazia petugas Satuan Polisi Pamongpraha (satpol PP) Pemkot Serang, Juni lalu. Ia dirazia karena melanggar Peraturan Daerah (Perda) Serang No. 2/2010 yang melarang berjualan makanan pada siang hari di bulan Ramadan. Dalam video hasil liputan salah satu stasiun TV nasional tersebut, terlihat wajah memelas Saeni yang menangis seraya memohon kepada aparat agar dagangannya tidak disita. Namun, tangisannya tak dihiraukan petugas Satpol PP dan mereka tetap menyita dagangan milik Saeni.
           
Secepat kilat, video tayangan tersebut menjadi viral di dunia maya dari Facebook, Twitter, hingga Path. Netizen pun dibuat iba, tak tega menyaksikan penderitaan Saeni yang saat itu terancam kehilangan mata pencaharian. Penderitaan Saeni itu kemudian menggerakkan sejumlah netizen untuk mengumpulkan dana (crowdfunding) yang akan disumbangkan kepada Saeni. Hanya dalam hitungan hari, netizen berhasil mengumpulkan uang hingga Rp260 juta. Ia menerima donasi sekitar Rp170 juta. Sisanya, uang sejumlah Rp90 juta disumbangkan untuk pedagang warung lain.           
           
Tidak lama setelah donasi tersebut terkumpul dan disalurkan, muncul sejumlah pemberitaan yang kontroversi, Saeni dianggap berpura-pura miskin. Di beberapa surat kabar, Saeni disebut-sebut memiliki 3 cabang warteg yang tersebar di beberapa tempat di Serang. Bahkan, tersebar pula foto-foto rumah mewah Saeni di kota asalnya,Tegal.
           
Tak dipungkiri, crowdfunding yang awalnya digagas oleh pria bernama, Dwika, lewat akun Twitter ini, tujuannya mulia. Begitu pula dengan orang-orang yang ringan tangan menyumbangkan uang mereka untuk aksi ini. Di luar isu ini yang berkembang di seputar agama. Hal ini seakan menunjukkan bahwa netizen di Indonesia memiliki rasa peduli yang tinggi untuk membantu sesama.
           
Simpati yang begitu besar mengalir pula untuk Darsem, TKW asal Subang yang nyaris dihukum pancung di Arab Saudi, pada tahun 2011. Darsem didakwa membunuh saudara majikannya dan dijatuhi hukuman mati. Lantaran keluarga korban memaafkan, Darsem pun bebas, tapi dengan syarat: membayar denda sebesar 2 juta riyal (Rp4,7 miliar). Masyarakat Indonesia tidak tinggal diam dan bergerak cepat menggalang dana hingga terkumpul Rp1,2 miliar. Uang tersebut kemudian digabungkan dengan uang dari pemerintah, sehingga bisa memulangkan Darsem ke tanah air.
           
Namun, tidak lama setelah Darsem kembali ke Indonesia, ia dikabarkan hidup  mewah. Uang hasil sumbangan yang ia terima digunakan untuk membeli perhiasan emas, merenovasi rumah, dan hidup berfoya-foya.
           
“Di Indonesia, masyarakat cenderung cepat bersimpati saat melihat ada orang-orang yang tampak terzalimi, teraniaya, maupun mendapat diskriminasi. Masyarakat akan langsung mengambil kesimpulan tertentu tanpa mengecek kebenarannya,” ujar N. Imam Akbari, Senior Vice President Global Partnership & Communication Department Aksi Cepat Tanggap (ACT) Indonesia. Meski begitu, menurut pria yang biasa disapa Imam ini, kekompakan netizen di Indonesia dalam menggalang bantuan untuk Saeni maupun Darsem patut diapresiasi.                      

Berdasarkan survei yang dilakukan ACT pada tahun 2015, tercatat bahwa masyarakat Indonesia terbilang cepat tanggap memberi bantuan dalam keadaan emergency. Salah satu contohnya, saat terjadi bencana jebolnya tanggul Danau Situ Gintung pada  tahun 2009. Tanggul yang jebol menyebabkan 2,1 juta meter kubik air melanda permukiman yang berlokasi di bawah tanggul. Akibatnya, ratusan rumah rusak dan sebanyak 99 orang meninggal.
           
Tim ACT yang terlibat sebagai relawan menyaksikan bagaimana bantuan mengalir dari berbagai daerah di Indonesia maupun dari luar negeri. Imam menuturkan, saat itu ada pihak-pihak yang bersedia mendonasikan uang dalam jumlah besar, sehingga para korban menerima bantuan jutaan rupiah.
           
Di mata Arief Aziz, Campaign Director Change.org Indonesia, masyarakat memiliki peran besar untuk menggerakkan sebuah perubahan. Ibarat legenda David vs Golliath (David yang bertubuh kecil mampu mengalahkan Golliath yang bertubuh lebih kuat dan besar), menurut Arief, hal serupa juga terjadi pada masyarakat. Ketika suara rakyat kecil menyatu, kekuatan mereka pun mampu menggulingkan sistem yang kokoh.
           
“Terlepas dari pro dan kontra kasus Saeni, kita bisa melihat kekuatan masif masyarakat yang awalnya tidak saling mengenal bisa beraksi melakukan crowdfunding. Dan, upaya mereka itu difasilitasi oleh teknologi internet dan medsos yang sudah makin maju,” tegas Arief.
           
Ia menambahkan, di masa Orde Baru (Orba), satu-satunya channel untuk menyalurkan suara masyarakat hanyalah lewat pemilu. Itu pun terjadi dalam kurun waktu 5 tahun sekali dengan campur tangan banyak pihak lain. “Saat ini, dengan adanya medsos, masyarakat memiliki channel modern yang memungkinkan mereka menyalurkan aspirasinya  tiap hari,” kata Arief.
           
Belakangan, medsos memang menjadi mobil penggerak yang bisa menghimpun banyak dukungan. Hal tersebut diakui oleh Imam. Gerakan filantropi yang ia himpun bersama ACT jadi lebih terdengar gaungnya berkat media sosial. “Media sosial sangat efektif untuk menyebarkan informasi. Kami merasa terbantu, karena dana dan bantuan yang dihimpun ACT terkumpul dengan baik berkat  makin banyaknya media sosial,” katanya.

Namun, tak dipungkiri, media sosial ibarat pisau yang bergantung pada si pengguna. “Kalau yang menggunakan chef, terciptalah makanan enak. Namun, kalau yang memakai pelaku kriminal, maka bisa terjadi pembunuhan,” katanya, serius.
           
Lewat media sosial pula, Change.org dapat menghimpun 24.000 tanda tangan untuk mendukung Gloria Natapraja Hamel, wakil Paskibraka Jawa Barat, yang sempat didiskualifikasi karena berpaspor Prancis. Bisa jadi, petisi yang digalang Change.org itu akhirnya berhasil membawa Gloria tetap menjadi Paskibraka.
           
Begitu pula dengan tim tanggap bencana ACT yang pada 21 Agustus lalu berhasil bergerak cepat menggalang donasi berupa ribuan nasi kotak untuk 1.200 korban kebakaran yang terjadi di kawasan Gudang Arang Lorong, Medan. Penggalangan bantuan tersebut dilakukan di Facebook dan Twitter.  (f)



Baca juga: 
Cerdas Berdonatur Lewat Crowdfunding


 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?