Profile
Tentang Amnesti Pajak, Haula Rosdiana: Pajak adalah 'Darah' yang Menghidupi Indonesia

2 Sep 2016


Foto: Revian F. Pangalila, Make up artist: Tania Ledesma (081596941)

Juni 2013 lalu, Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia mencatat nama Haula Rosdiana (45) sebagai wanita pertama yang menjadi Guru Besar Ilmu Kebijakan Pajak di tanah air. Kerja kerasnya terbayar sudah. Dalam perbincangan bersama femina, ia berbagi seluk-beluk perjalanannya menekuni ilmu perpajakan yang belum banyak dilirik, termasuk kritiknya pada sistem perpajakan Indonesia.
 
Riuhnya reaksi masyarakat terhadap program pengampunan pajak (tax amnesty) turut menyibukkan Haula. Ia kerap menjadi pembicara di berbagai forum perpajakan yang membahas kebijakan ini. Program pengampunan pajak bertujuan untuk menarik dana repatriasi dan dana kekayaan di dalam negeri yang belum sepenuhnya dilaporkan oleh wajib pajak.

Haula menambahkan, akan banyak wajib pajak yang lega setelah mengikuti program ini. Wajib pajak bisa memilih untuk ikut pembetulan surat pelaporan tahunan (SPT) atau ikut program pengampunan pajak dengan membayar uang tebusan yang relatif rendah, hanya 2% dari harta bersih, tapi tidak dilakukan pemeriksaan pajak.

“Ini sebuah langkah rekonsiliasi nasional dari pemerintah untuk wajib pajak memulai hubungan baru dengan pajak. Ada kepastian hukum dari pemerintah yang menjamin takkan mengenakan sanksi apa pun bagi mereka yang belum melaporkan kekayaannya,” katanya.

Kunci dari kepatuhan pajak adalah kepercayaan penuh dari rakyat kepada negara. “Relasi yang paling intim antara pemerintah dan rakyat adalah pajak,” tegas Haula. Sementara saat ini, terlalu banyak isu negatif yang mencuat tentang dana pajak, terutama sorotan berita di media massa kepada perilaku korupsi yang dilakukan oleh oknum perpajakan, sehingga muncul rasa tidak percaya.

Menurut Haula, rakyat merasa pajak yang sudah dibayarkan tak bermanfaat. Padahal, secara tidak langsung mereka sudah menikmati manfaat tersebut sehari-hari lewat fasilitas publik. Tanpa kepercayaan, rakyat takkan mau membayar. Jika percaya, tapi tidak penuh, rakyat mau membayar pajak, tapi tidak sesuai peraturan.

“Inilah pekerjaan rumah pemerintah, memperbaiki komunikasi politik perpajakan, dan membangun kepercayaan rakyat agar mereka sadar, pajak yang telah mereka bayarkan memang bermanfaat,” kata wanita yang juga menyampaikan kritik terhadap pemerintah dalam pidato pengukuhannya sebagai Guru Besar Ilmu Kebijakan Pajak.

Haula menegaskan, pajak bukan sekadar urat nadi negara, tapi darah yang menghidupkan negara ini, karena 70% APBN berasal dari penerimaan pajak. Di sinilah, menurutnya, pentingnya peranan akademisi terlibat memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang perpajakan, sebagai bentuk pengabdian masyarakat. Akademisi juga aktif sebagai mitra pemerintah dan memberikan saran tentang kebijakan pajak apa yang cocok sesuai karakter sebuah industri.
Baru-baru ini, Haula menelaah perkara industri galangan kapal yang selama ini bea masuknya ditanggung pemerintah. Kebijakan ini menurutnya tidak tepat, karena bersifat job order. “Saya dan tim menyusun naskah akademis, dan memberikan saran dalam bentuk policy brief untuk pemerintah menyempurnakan kebijakan ini. Caranya, dengan membebaskan bea masuk (0%),” papar Haula. 

Kontribusi sebagai saksi ahli untuk berbagai kasus terkait pajak turut melengkapi pengalaman wanita pencinta warna ungu itu sebagai akademisi. Pendapatnya sebagai saksi ahli pernah diperdengarkan di Pengadilan Niaga, Pengadilan Pajak, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Pengadilan Negeri, hingga di Mahkamah Konstitusi.

Ia tak bisa melupakan kasus yang melibatkan seorang staf Kantor Dinas Pendapatan Daerah di Pengadilan Tipikor. Orang tersebut dituduh melakukan korupsi karena menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) untuk menagih pajak reklame. Gara-gara pengaduan dari pihak ketiga,  ia dianggap merugikan negara karena ada IMB dan retribusi yang tidak dibayarkan.

“Saya memberikan keterangan ahli bahwa orang ini hanya melaksanakan tugas sesuai prosedur untuk menagih utang pajak reklame. Itu tidak berarti  ia memberikan izin pemasangan, karena izin bukan dikeluarkan oleh Dispenda, tapi oleh pihak lain. Hal ini bisa dibuktikan lewat SKPD. Akhirnya, orang itu dibebaskan setelah sempat mendekam di penjara selama tiga bulan. Ada kebahagiaan saat mendapati bahwa pengetahuan saya bisa turut mengubah nasib orang lain,” kisah Haula, dengan nada lega. (f)

Baca Juga: ​Grace Natalie, News Anchor yang Menjadi Politikus
 


Topic

#wanitahebat

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?