Profile
Safira Rosa Machrusah, Diplomasi di Negeri Gurun

9 Sep 2016


Foto: Shinta Meliza
 
Sejak diangkat oleh Presiden Joko Widodo sebagai duta besar, tak tanggung-tanggung, Safira Rosa Machrusah (48) diutus ke negara yang peran penduduk wanitanya di ranah publik masih minim. Namun, hal itu tak menghalanginya untuk menjalankan tugas sebaik mungkin. Pengalamannya di dunia politik dan organisasi masyarakat (ormas) menjadi kelebihan tersendiri yang membuatnya tak kaget menghadapi medan dan target sesulit apa pun.
 
Agustus lalu, femina bertemu Safira di tengah kesibukannya mendampingi Menteri Perindustrian AljazairAbdessalem Bouchouareb, menghadiri World Islamic Economic Forum (WIFE) 2016 di Jakarta. Dalam kunjungan singkat ini Safira juga dalam misi menemui beberapa pengusaha Indonesia agar mau berpartisipasi pada pameran Indonesa Terpadu, November 2016 serta menjajaki kemungkinan berinvestasi di Aljazair.

“Saya bertemu dengan Indofood, WIKA, Pertamina, Martha Tilaar, Jakarta Industrial Estate Pulogadung (JIEP), dan produsen baju umrah, Miqot. Saya berusaha meyakinkan mereka untuk berinvestasi ke sana. Saya memaparkan hal-hal yang dibutuhkan untuk melebarkan bisnis ke sana,” jelas Safira, yang mengatakan, saking padat jadwal, ia sampai tak punya waktu untuk me time ke salon di Indonesia seperti yang sudah ia inginkan sejak dari Aljazair. 

Ketika dirinya diberi mandat oleh Presiden pada Januari 2016 lalu, tugas yang ia emban berbeda. Di tahun-tahun sebelumnya, hubungan diplomasi lebih menitikberatkan pada diplomasi kebudayaan, menjadi duta budaya kita di negara asing. Namun, arahan Presiden saat ini, tugas duta besar adalah untuk meningkatkan hubungan ekonomi.

“Moto Presiden kita adalah kerja, kerja, kerja. Hal ini memang menuntut saya bekerja lebih keras. Karena prioritasnya adalah diplomasi ekonomi misalnya, begitu datang di Aljazair, saya sudah harus tahu key player-nya siapa,” cerita Safira, yang dalam bekerja fokus pada target yang ditentukan.

Hanya dalam hitungan bulan, ia sudah mengunjungi 6 provinsi, bertemu gubernur dan kamar dagang daerah. “Saya juga mengunjungi tokoh budayawan dan zawiyah (pesantren- Red) di sana,” ujar Safira. Ia menambahkan, Oktober ini ia akan membawa sejumlah pengusaha Aljazair untuk mengikuti pameran di Trade Expo Indonesia (TEI) 2016.

Salah satu pencapaian Indonesia adalah pada Juli lalu, perusahaan asal Indonesia menanamkan investasi di Aljazair dengan nilai 5,7 miliar dolar AS. “Saya tidak menyangka angkanya setinggi itu. Setelah deal, semua duta besar negara asing di sana memberi ucapan selamat pada saya. “’Selamat, ya, Safira, kamu luar biasa bisa melakukan negosiasi besar, gimana caranya?’ Maklum, ini adalah investasi terbesar sepanjang sejarah Aljazair di luar minyak, yaitu industri fosfat dan gas, dan akan dilanjutkan industri petrokimia,” tuturnya, bangga. 

Sebagai bekas jajahan Prancis, Aljazair memiliki hubungan ekonomi cukup erat dengan mantan negara koloninya. “Di mata mereka, Indonesia secara hati dekat, tapi secara mata tidak,” ujar Safira, yang atas kiprahnya sudah diwawancarai oleh lebih dari 30-an media Aljazair. 

Negeri di Jazirah Afrika yang berbatasan dengan Tunisia, Libia, dan Maroko ini berpenduduk sekitar 40 juta, sementara luas wilayahnya adalah 4 kali lipat luas Pulau Kalimantan. “Aljazair mengingatkan saya pada negara-negara baru dalam hal berdemokrasi, mengingat negara ini baru merdeka tahun 1962, dan proses demokratisasi masih terus bergulir hingga saat ini.  

Aljazair sebetulnya adalah negara yang kaya dan punya cadangan devisa tinggi. Sebanyak 70% anggarannya bergantung pada minyak. Sumber energi minyaknya sangat besar, nomor 4 terbesar di dunia. Dari hasil produksi migas yang cukup besar, Aljazair saat ini sedang giat melakukan pembangunan insfrastruktur untuk menunjang perputaran roda perekonian.”

Indonesia sudah seperti saudara tua bagi orang-orang Aljazair. Menurut Safira, hal itu tak lepas dari peran Presiden Soekarno di masa lalu. Pada tahun 1955, Aljazair mendapat kesempatan untuk mengikuti Konferensi Asia Afrika, padahal saat itu negerinya belum merdeka. “Orang Aljazair menganggap Indonesia adalah sahabat dekat. Hubungan dengan Indonesia adalah hubungan senasib. Mereka sangat menghormati jasa Soekarno. Presidennya, Abdulaziz Bouteflika, sangat mengidolakan Soekarno,” ceritanya. (f)

Baca Juga: Tentang Amnesti Pajak, Haula Rosdiana: Pajak adalah 'Darah' yang Menghidupi Indonesia
 


Topic

#wanitahebat

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?