Profile
Lakhsmi Puri Agen Perubahan di UN Women

15 Sep 2018



Foto: Adele
 
MEMECAH “LANGIT-LANGIT KACA”
 
Di usia yang terbilang muda, yaitu 21 tahun, Lakhsmi berhasil menembus ketatnya seleksi penerimaan staf di departemen luar negeri India. Dari sebanyak 100.000 pelamar, ia berhasil lolos dengan skor di posisi puncak. Selama 28 tahun karier diplomatnya, ia sekaligus menjabat sebagai Permanent Secretary Pemerintah India.
 
Ia pernah bertugas sebagai Duta Besar di Hungaria, dan secara aktif membantu tugas perwakilan khusus Sekretaris Jenderal PBB dan kontingen perdamaian India untuk Bosnia dan Herzegovina di masa konflik. Ia juga memegang peran kunci dalam menjembatani perjanjian perdamaian Indo-Sri Lanka di 1987, untuk mengakhiri konflik antar etnis yang terjadi di perbatasan Sri Lanka - India.
 
Komitmen, kompetensi, dan segala pencapaiannya membukakan jalan karier di organisasi dunia PBB. Kesempatan ini tiba saat ia terpilih sebagai delegasi untuk Komisi Hak Asasi Manusia PBB. Tugasnya kala itu adalah menjadi salah satu mata kunci di berbagai negosiasi kasus-kasus pelanggaran HAM dunia. Hingga kemudian, di tahun 2002, ia terpilih sebagai Direktur dari divisi terbesar di PBB, yaitu United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD), yang mengurusi perdagangan internasional.
 
Bagaimanapun, dari keseluruhan perjalanan kariernya, Lakhsmi merasa menemukan kepuasan terbesar saat bergabung dalam UN Women, pada Maret 2011, setelah organisasi khusus ini diluncurkan di Januari 2011. “This is my beginning, this is my soul,” ungkap Lakhsmi yang memiliki hasrat serta komitmen besar untuk mendorong tercapainya keseteraan gender dan pemberdayaan wanita di seluruh dunia.
 
Sebagai ibu dari dua orang puteri, Lakhsmi adalah bukti bahwa wanita memiliki cukup kompetensi dan energi dalam menjalani berbagai perannya, baik di wilayah domestik, profesional, dan personal, dengan tetap memperhatikan keseimbangan di dalamnya. Lahir dan besar dalam kultur India di era yang masih banyak membatasi ruang gerak dan ekspresi wanita, beratkah perjuangannya?
 
Lakhsmi mengakui bahwa keberhasilannya sendiri bertolak dari sejarah keluarga yang cukup pahit. “Saya punya sejarah panjang feminisme dalam keluarga saya,” ungkap Lakhsmi, mengawali cerita. Nenek dari ibunya adalah salah satu dari sekian banyak korban dari pernikahan anak-anak, yang menjadi bagian tradisi di India pada masa itu.
 
“Di usia yang masih sangat muda, ia harus berkali-kali berjuang melahirkan anak-anak dan mengalami banyak keguguran, hingga kemudian meninggal di usia 28 tahun,” kisah Lakhsmi. Kenyataan pahit ini membukakan mata kakeknya, yang kemudian bertekad untuk tidak membiarkan sejarah pahit itu terulang pada kedua putrinya.
 
Tekad ini membuat sang kakek berani mengambil keputusan terberat, mengirim kedua putrinya, termasuk ibunya yang kala itu berusia 11 tahun, untuk tinggal di sekolah asrama khusus wanita Asram Ahilya, di Indore, yang berjarak 465 km dari Maharashta, rumah mereka. Semua dilakukan agar melalui pendidikan yang layak, kedua putrinya dapat mengubah nasib.
 
Pengorbanan kakek Lakhsmi tidak sia-sia. Ibunya, Malati Desai, adalah seorang feminis dan salah satu wanita pertama dari Maharashtra yang memperoleh gelar postgraduate! “Ibu saya juga boleh memilih sendiri suaminya, Balkhrisna Murdeshwar, yang tak lain adalah teman kuliahnya. Semua sejarah di keluarga kami bertolak sejak dari masa itu,” ungkap Lakhsmi, mengurai latar belakang feminisme yang mengalir kuat di darah keluarganya.
 
Lakhsmi menyadari bahwa langit-langit atau pintu kaca yang kerap menghalang sepak terjang kaumnya adalah hal yang nyata bagi banyak wanita di dunia. Namun, ini bukan akhir cerita. Meski butuh waktu satu generasi untuk melakukan perubahan, tapi tekad ini harus terus dibenihkan dan disirami hingga mengakar kuat.
 
“Tidak ada langit-langit kaca yang tidak bisa didobrak. Sekali berhasil, maka selanjutnya akan menjadi lebih mudah,” yakin Lakhsmi. Sebaliknya, feminimitas wanita justru menjadi kekuatan yang membawa keseimbangan, menumbuhkan toleransi, dan menjaga keharmonisan. “Dengan segala kapasitas dan kekuatan ini wanita terlahir sebagai agen-agen perdamaian di manapun ia berada,” ujar Lakhsmi. (f)


Baca Juga:

Masnu'ah, Penerima Anugerah Saparinah Sadli 2018, Mengangkat Harkat Perempuan Nelayan
Inayah Wulandari, Ajak Orang Muda Bahagia dan Berdaya
Firliana Purwanti, Menyuarakan Kesetaraan Gender Lewat Orgasme

 


Topic

#profil, #UNWOMEN, #womenempowerment, #gender

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?