Trending Topic
Rajut Bukan Hanya Hobi Nenek

17 Nov 2011

“Keinginan untuk sama-sama belajar merajut telah menyatukan kami,” tutur Tarlen Handayani, pendiri Tobucil, toko buku kecil yang menjadi wadah berbagai kegiatan kreatif kaum muda di Bandung. Tarlen pula yang mencetuskan terbentuknya komunitas merajut ini, tahun 2004 silam. “Awalnya, ada seorang teman yang bisa merajut. Belakangan, banyak teman lain yang berminat untuk belajar. Akhirnya, saya berinisiatif membuka kelas merajut,” katanya.

Namun, karena makin sibuknya sang teman yang mengajar, dan juga keterbatasan bahan baku, kelas ini sempat vakum. Baru sekitar tahun 2006, Tobucil menemukan Palupi Srikinkin sebagai guru tetap. Setelah Tobucil pindah ke Jalan Aceh No. 56, Jakarta, tahun 2008, Dian Rinjani turut meramaikan komunitas ini dengan membuka kelas merenda (crochet atau hakken). “Mereka berdua itulah yang setiap Sabtu dan Minggu, pukul 13.00-15.00, mengajar dan mengembangkan komunitas sampai sekarang,” kata Tarlen.  

Kegiatan merajut pun terkadang dilakukan sambil menyeruput kopi atau diiringi alunan musik dari grup Klab Klassik yang berlatih di Tobucil di hari Minggu. Lucunya, komunitas yang biasanya dihadiri oleh 5-10 orang wanita tiap pertemuan ini juga rajin mengajak para pria untuk ikut di workshop The Men Who Knit. Penampilan para pria yang bergabung ikut merajut, jelas bikin heboh. Apalagi, para pria itu ada yang bertampang sangar, dengan wajah bercambang, berkumis lebat, dan berjenggot.

Selain itu, Komunitas Rajut Tobucil membuat karya bersama untuk pameran tahunan, Crafty Days, setiap bulan Mei. Siapa pun yang ingin belajar, tinggal datang. Disediakan benang gratis pula. Soal benang dan alat merajut, kebetulan sejak tahun 2007 Tobucil juga menjualnya. “Mulanya, alat-alat yang susah didapat, kami ‘impor’ dari luar negeri. Tapi sekarang, sebagian sudah bisa kami buat sendiri. Benang-benang rajut berkualitas baik pun sudah bisa kami dapatkan dari pabrik-pabrik benang di sekitar Bandung, atau dari benang sisa ekspor,” jelas Tarlen.

Yang menarik lagi, banyak anggota komunitas yang ingin bisa membaca atau membuat pola sendiri. Bahkan, mau bersusah-susah memulainya dari nol. Niat dan motivasi untuk bisa, menurut Tarlen, sangat penting. Hasil rajutan yang bermacam-macam, seperti baju, tas, sepatu, dan boneka, ada yang untuk dijual, namun ada juga yang dipakai sendiri. “Ada anggota yang khusus ikut merajut karena ingin membuat hadiah untuk orang yang spesial,” ungkap Tarlen, yang khusus menciptakan handmade corner di Tobucil, dengan konsinyasi 20%. (f)





 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?