Health & Diet
Lawan Stres dan Depresi dengan Mindset Positif

31 May 2017


Foto: Pixabay
 
Stres di lingkup pekerjaan acap kali disebabkan oleh kondisi burn out yang dihadapi pekerja. Burn out adalah kelelahan mental dan fisik akibat beban pekerjaan melampaui kemampuan diri untuk mengatasinya. Selain itu, mereka yang baru terkena PHK atau pensiun juga biasanya stres karena kehilangan rasa percaya diri, wadah untuk aktualisasi diri, dan juga sumber penghasilan. 

Saat stres, seseorang biasanya tak akan bisa menjalankan fungsinya secara optimal. Kondisi itu membuat produktivitas mereka menurun hingga mengganggu kualitas kerja, hubungan keluarga, hingga mudah memicu konflik. Bahkan, penderita gangguan jiwa berat sering kali tidak produktif sama sekali.

“Ketika stres, produktivitas seseorang bisa merosot tajam, yang biasanya disertai dengan keluhan fisik, seperti sakit kepala, lemas, pegal, nafsu makan turun, atau insomnia,” papar dr. Theresia Citraningtyas, MWH, PhD, Sp.KJ, psikiater dari Ciputra Medical Center. Jika sudah merasakan gejala tersebut, disarankan dr. Citra untuk mengambil liburan agar pikiran kembali fresh.

“Jika dipaksakan, hasilnya juga tidak akan optimal. Orang tersebut tidak mampu untuk perform dengan baik karena tiap manusia ada limitation-nya,” katanya. Lebih jauh, orang juga bisa terkena penyakit terkait stres seperti gangguan tiroid, diabetes, hipertensi, dan jantung.

“Tekanan yang dialami pekerja di Jakarta bukan hanya dari beban pekerjaan, tapi melebar karena kondisi kota dengan kemacetan parah atau lokasi rumah jauh dari kantor, sarana transportasi publik yang kurang nyaman, terbatasnya ruang publik, hingga tuntutan gaya hidup dan kebutuhan ekonomi yang makin meningkat,” kata Dr. Linda Darmajanti, M.T., sosiolog perkotaan dari FISIP UI.

Ditambah kini dengan penetrasi internet dan tingginya interaksi di media sosial, masyarakat  makin rentan terkena stres. Linimasa yang penuh dengan caci maki, bisa membuat emosi yang membacanya ikut terganggu. Perang di media sosial bukanlah hal yang mengherankan. Sebaliknya, media sosial juga bisa menjadi wadah bagi mereka yang stres untuk meluapkan curhat-curhat stresnya.

Menurut dr. Citra, ada tiga faktor yang berperan dalam gangguan kesehatan jiwa, yaitu faktor biologis, psikologis, dan sosial. “Masalah kejiwaan sangatlah kompleks yang dipengaruhi oleh ketiga faktor ini yang saling berkontribusi,” jelasnya.

 Faktor biologis atau genetis membuat seseorang lebih sensitif dibandingkan dengan orang lain. “Bisa dilihat dari karakter manusia yang berbeda-beda, ada yang mudah menangis, periang, kalem, introver, ekstrover, dan sebagainya,” katanya. Begitu juga saat pubertas, ada perubahan hormon  yang memengaruhi perubahan perasaan, mood, proses berpikir, dan citra diri.   
 
Adapun, faktor sosial adalah bagaimana seorang anak dibesarkan oleh lingkungannya. Faktor tersebut adalah pola asuh, apakah ia mengalami bullying saat kecil, dan banyak hal lain lagi. “Meskipun ia punya bawaan genetis rentan mengalami gangguan mental emosional, jika perkembangan sosialnya ok, maka ia akan tumbuh menjadi seorang yang sehat secara mental,” ujar dr. Citra.

Faktor lainnya adalah psikologis, yaitu kontrol diri apakah mau melawan stresor yang dialaminya. Ini merupakan faktor terpenting karena menjadi satu-satunya faktor yang bisa kita kelola.

“Besar kecilnya masalah itu sangatlah subjektif. Tinggal bagaimana kita mengatur mindset kita akan beban yang dihadapi. Mau optimis atau pesimis dalam melihat masalah itu terlalu berat atau sebenarnya bisa diselesaikan,” tutur dr. Citra. Nah, bila ada pikiran bunuh diri, orang tersebut perlu ditemani dan dibantu untuk merasa berharga dan punya harapan. (f)
 


Topic

#Stres

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?