Blog
Jodoh Memang Hadir Pada Waktunya

23 Apr 2016


Foto: Fotosearch
 
Sabtu malam, dua minggu lalu, tepat pukul 19.00 WIB, sesosok wanita mungil dengan gaun pengantin didampingi oleh pengantin prianya yang berkewarganegaraan asing memasuki ruang pertemuan di sebuah hotel. Tidak ada ceremony besar-besaran karena pernikahannya sudah dilangsungkan minggu sebelumnya di Australia sana dan kali ini hanya perayaan bagi orang-orang terdekatnya di  Indonesia. Namun, tidak mengurangi kebahagiaan yang dirasakan, termasuk pada saya sebagai tamu malam itu. Melihat senyum pengantin wanita—yang  merupakan sahabat saya sejak masuk kuliah hingga sekarang usia kami di awal 30-an—sudah cukup membuat saya terharu dan ikut berbahagia.

Memang, siapa pun pasti terharu melihat keluarga atau sahabatnya menikah. Tapi bagi saya, pernikahan ini terasa istimewa karena selama ini kami sibuk bekerja, mencari dan meniti karier, jarang kami membicarakan tentang relationship, apalagi pernikahan. Bukan karena kami tidak mau, tapi memang tidak masuk daftar prioritas selama ini. Apalagi sahabat saya tersebut, yang selama ini menjadi kepala keluarga dan selalu menempatkan keluarga sebagai prioritas utama hidupnya. Apa pun yang dia lakukan adalah demi keluarganya. Hingga akhirnya dia memutuskan menikah, menegaskan bagi saya bahwa segala sesuatu memang ada waktunya.

Dua tahun lalu, dia bercerita, karier sudah dimiliki, adiknya sudah bekerja, serta sudah punya rumah sendiri yang dibeli untuk ayahnya. Namun, begitu ayahnya wafat setahun sebelumnya, dia merasa hidupnya berputar-putar pada hal yang sama setiap hari. Dengan kata lain, tidak ada lagi yang dia cari karena tujuan utama selama ini adalah membeli rumah (membahagiakan) untuk ayahnya. Pada saat itulah, tiba-tiba saja, entah dari mana, timbul perasaan ingin berkeluarga.

Entah karena dia memang orang yang taat beragama atau ada faktor lain, keinginannya terkabul. Tidak ada angin, tidak ada hujan, saat itulah dia bertemu dengan pria yang jadi suaminya sekarang. Sejak awal, pria tersebut memang tipe pria yang diinginkan oleh sahabat saya tadi. Kriterianya nggak neko-neko, cukup orang asing (bule) serta taat beribadah (rajin ke gereja juga, seperti sahabat saya).

Bagi saya, pengalaman sahabat saya tersebut adalah bukti bahwa jika memang sudah jalannya/takdirnya/waktunya, semua akan terjadi dengan lancar. Tidak perlu memaksakan atau dipaksakan, semua akan ketemu juga jalannya. Termasuk untuk urusan jodoh, dong. Jika kita meminta dan memang sudah siap, pasti diberikan. Itulah yang berkali-kali dikatakan sahabat saya tersebut pada saya. Jadi, jangan bersedih atau putus asa jika belum menemukan yang dimau. Mungkin memang belum porsinya.

Mungkin kita memang sudah sering meminta, sudah punya keinginan—ingin punya pacar atau menikah—tapi tidak pernah kejadian. Dari apa yang dialami sahabat saya, hal tersebut terjadi bukan karena kita tidak “dikasih” atau tidak berusaha, tapi mungkin karena memang belum waktunya. Deep down inside, sebenarnya kita memang belum siap.

Iya, tuh. Siapa, sih, yang nggak mau punya pacar atau menikah? Pasti semua mau. Tapi, coba digali lagi, jauh di lubuk hati, apakah hal tersebut sudah jadi prioritas, apakah kita sudah siap. Tanpa dua hal tadi, mungkin itulah yang membuat kita belum menemukan yang dicari.

Hal kedua yang mesti dicatat adalah spesifik apa yang diinginkan tapi tidak “sombong” dengan standar tersebut. Dari dulu sahabat saya memang menjadikan orang asing adalah kriteria idealnya. Mungkin tampak ketinggian, tapi setinggi-tingginya, kriteria sahabat saya tidak pernah neko-neko. Cukup orang asing yang rajin beribadah. Tidak perlu yang seganteng Leonardo DiCaprio, sekaya Pangeran William atau seorang bos seperti Mark Zuckerberg. Yang penting mampu membangun hidup bersama-sama (ya, jangan jadi orang susah, juga).

Nah, mungkin kita juga sudah punya kriteria ideal. Tapi, mungkin lagi, kriteria tersebut masih terlalu “tinggi”, sehingga kita belum bisa menemukannya (memenuhi). Jika memang sudah ingin sekali bertemu dengan seseorang (jodoh), ada baiknya meninjau ulang kriteria tersebut, mungkin saja ada yang perlu diturunkan. Tidak perlu diturunkan dengan drastis atau malah dilupakan. Lihat saja sahabat saya, dia keukeuh dengan kriterianya, tapi tidak muluk-muluk juga.

Ha ha ha… apa yang saya omongkan pasti berlaku juga buat saya. Saya pastinya ingin juga menikah atau punya pacar. Tapi, kalau dipikirkan lagi, menikah memang belum prioritas utama saat ini. Selain itu, saya juga masih belum menentukan kriteria ideal yang pas. Karena itu, kali, ya, saya belum dipertemukan dengan siapa pun. Saya sendiri tidak merasa bersedih atau nelangsa. Jika dipertemukan pun, saya tidak 100% menjalankannya, karena masih ada hal lain yang jadi prioritas dan bisa membuat saya bahagia. Saya yakin bila memang sudah waktunya, saya pasti akan diberikan.

Dan, acara melempar bunga di resepsi sahabat saya tadi, saya berhasil menangkapnya! Biasanya, saya tidak beruntung untuk urusan menangkap buket bunga pengantin tersebut. Apakah selanjutnya saya? Ha ha ha… we’ll see!




 


Topic

#BlogEditor

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?