BizNews
Sentuhan Budaya Dalam Bromo Marathon 2018

8 Oct 2018

Foto: Reynette Fausto
 
Keberadaan dan budaya Suku Tengger jadi  salah satu daya tarik daerah Bromo. Suku Tengger merupakan keturunan dari para pengungsi di zaman kerajaan Majapahit yang melarikan diri dari serangan pasukan kerajaan Demak yang dipimpin Raden Patah pada abad ke-16. “Nama Tengger diambil dari nama leluhur mereka yang menjadi legenda, yaitu Roro Anteng, putri pembesar dari Kerajaan Majapahit dan Joko Seger, putra dari seorang Brahmana,” kisah Sudiyono, tokoh adat setempat, menceritakan sejarah keberadaan Suku Tengger.

Hikayatnya, Roro Anteng dan Joko Seger yang sulit mendapat keturunan berdoa di Gunung Bromo untuk meminta anak, dengan janji akan mengorbankan anak bungsu mereka. Pasangan ini kemudian dikaruniai 25 anak teteapi mereka enggan mengorbankan anak bungsunya, Raden Kusuma. Meski pada akhirnya Raden Kusuma sendiri yang mengorbankan dirinya sendiri demi menjaga agar Gunung Bromo tetap memberikan berkah bagi masyarakat sekitarnya.

Demi mengenang pengorbanan Raden Kusuma, masyarakat Tengger meneruskan tradisi memberi persembahan kurban  berupa hasil panen sayur buah dan ternak yang diserahkan ke Kawah Gunung Bromo yang aktif.

“Tradisi ini dikenal sebagai Upacara Yadnya Kasada yang jatuh setiap tanggal 14 bulan Kasadha. Tujuannya untuk memohon keselamatan dan berkah,” terang Sudiyono. Bisa diprediksi, tradisi tahunan ini turut menarik minat wisatawan untuk berkunjung ke Bromo.

Berbeda dengan peradaban Jawa lainnya yang telah didominasi oleh ajaran Islam, Suku Tengger masih mempertahankan kepercayaan para leluhurnya dari Majapahit, yaitu aliran kepercayaan Siwa-Buddha. Dalam perkembangannya kemudian berkembang menjadi agama Hindu seperti yang dipegang oleh Suku Tengger kini.

“Agama Hindu mendominasi sekitar 65% di Kawasan sektar Bromo atau Kecamatan Tosari. Sisanya atau 35% penduduk memeluk agama Islam dan 5% agama Kristen,” papar Sudiyono.

Mereka juga masih menggunakan dialek Bahasa Kawi dan terdapat beberapa kosakata Jawa Kuno yang sudah tidak lagi digunakan oleh penutur Bahasa Jawa lainnya. “Beberapa kesenian Jawa seperti Sendratari Redjo Tosari, atau Tari Sodoran yang mengangkat riwayat terjadinya manusia, juga masih lestari di Kawasan Bromo,” ungkapnya.  
 
 
Suku Tengger pun aktif berperan dalam berbagai kegiatan di kawasan Bromo. Seperti pada perhelatan Bromo Marathon 2018 yang digelar di ajang Plataran Xtravaganza pada 22-23 September lalu. Suku Tengger turut memeriahkan acara dengan berbagai atraksi seni yang mengandung makna penyambutan peserta sekaligus mendoakan keselamatan mereka.

“Salah satunya atraksi ketipung yang merupakan gamelan khas Tengger. Biasanya alat musik ini digunakan untuk acara-acara sakral, misalnya mengiringi abu jenazah yang disebut Upacara Entes-Entes,” kata Suhardi, salah satu pemain ketipung, menjelaskan.

“Acara tahunan pemerintah Kabupaten Pasuruan yang telah digelar keenam kalinya ini sekaligus menjadi ikon untuk menggeliatkan prekonomian masyarakat setempat,” cetus Abdul Hamid, PJ Bupati Pasuruan.

“Selama berlari, para peserta akan melewati pemandangan alam yang indah, Candi, serta desa-desa disekitar Bromo. Acara Bromo Marathon ini memberikan kesempatan bagi para peserta untuk mengenal lebih dekat kultur dan budaya masyarakat Tengger serta keindahan Bromo itu sendiri,” kata Abdul Hamid.   

Bromo Marathon tahun ini menawarkan 3 kategori perlombaan yaitu: 10K, 21K atau 42K. Sedikitnya ada 1320 peserta dan di antaranya datang dari 31 negara. Berbeda dengan tahun sebelumnya, lomba kali ini didampingi beragam acara hiburan yang disiapkan oleh Plataran Bromo. Ada penampilan Andra and The BackBone, kontes komunitas jeep, kompetisi band, festival seni dan budaya, dan festival kuliner untuk menyemarakan perlombaan. (f)

Baca Juga: 

 Kaleidoskop 2017: Belitung dan Gunung Bromo Menjadi Destinasi Wisata yang Paling Populer di 2017
Pariwisata Indonesia Bergerilya di Dunia Maya
tkan 20 Ribu Pelari, Jakarta Marathon Kembali Digelar pada 28 Oktober 2018
 


Topic

#BromoMarathon2018, #lari

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?