Trending Topic
Kongres Ulama Perempuan Indonesia: Agama Bicara Soal Membangun Kemanusiaan dan Lingkungan

15 Jun 2017


Foto: 123RF

Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) pertama yang diadakan di Cirebon, Jawa Barat, akhir April lalu, banyak menyedot perhatian publik. Kongres tersebut juga mengeluarkan rekomendasi untuk berbagai isu sosial serta kebinekaan, sebuah isu yang belakangan sedang mendapat ‘ujian’ dengan kian maraknya aksi intoleransi. Rekomendasi ditujukan tak hanya bagi ulama wanita, melainkan juga organisasi masyarakat, masyarakat, aparat penegak hukum, parlemen, dan pemerintah.

Menurut Ketua Lembaga Kajian Agama dan Jender (LKAJ) Musdah Mulia, ulama wanita memang harus berperan dalam mendorong masyarakat untuk mempelajari agama secara lebih komprehensif. Alasannya, ulama wanita di Indonesia terlahir lewat sebuah proses pendidikan yang panjang. Keberadaan mereka adalah bagian dari eksistensi Islam di tanah air, yang berwawasan kebangsaan dan kemanusiaan.

“Agama harus bisa membangun tidak hanya kesalehan pribadi, tapi juga kesalehan sosial,” tegas Musdah.

Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) adalah yang pertama kalinya diadakan tak hanya di tanah air, namun juga di dunia. Pada 25-27 April 2017 silam, Pondok Pesantren Kebon Jambu Al Islamy, Babakan Ciwaringin, Cirebon, Jawa Barat, menyambut lebih dari 700 peserta. Ulama wanita berdatangan dari Indonesia maupun luar negeri seperti Malaysia, Pakistan, Afganistan, Nigeria, Kenya, dan Saudi Arabia.

Rekomendasi KUPI lahir dari pembahasan isu-isu sosial seperti kekerasan seksual, pernikahan anak, buruh migran, radikalisme agama, ketimpangan sosial, dan kerusakan lingkungan. Musdah menilai, rekomendasi ini menjadi pengingat bahwa mempelajari agama tak terbatas pada hal-hal yang hitam-putih, seperti halal-haram atau surga dan neraka. 

“Agama adalah tentang bagaimana kita membangun kemanusiaan dan lingkungan. Sayangnya, banyak orang beranggapan bahwa isu-isu sosial seperti ini tidak berhubungan dengan agama,” Musdah menjelaskan.

Berfokus pada isu-isu sosial, KUPI menegaskan komitmen ulama wanita bahwa berdakwah tidak terbatas pada teks keagamaan, melainkan turut melibatkan pengalaman nyata wanita dan kelompok rentan lainnya. Hal ini juga ditegaskan Nyai Hj. Masriyah Amva, pengasuh Pondok Pesantren Kebon Jambu Al Islamy, Babakan Ciwaringin, Cirebon, tempat KUPI berlangsung.

“Kaum wanita harus bersuara demi kehidupannya, bangsanya, agamanya, juga hubungan mereka dengan orang lain di luar agamanya,” tuturnya. Di matanya, agama haruslah tak sebatas wacana, namun mampu menjadi solusi permasalahan kemanusiaan, yang dirasakan manfaatnya di masyarakat.

Di akhir kongres, tanggapan positif peserta menimbulkan harapan untuk menjadikan kongres ini sebagai pertemuan rutin dan memperbesar lingkupnya ke tingkat regional, mengingat KUPI turut mengundang ulama-ulama wanita dari sejumlah negara. (f)

Baca juga:


Topic

#IsuGender

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?