29 Feb 2016

Cita Cita Patricia Ranieta

Pada penjurian Wajah Femina 2015, finalis nomor 16 mengajak dewan juri ‘menjelajah’ Monas. Tutur katanya jelas, binar matanya ramah, dan lengkung senyum seakan enggan beranjak dari wajahnya. Tak heran jika para juri WF 2015 yakin untuk menyerahkan predikat khusus Best Presenting Wajah Femina 2015 kepada Patricia Ranieta (22).
 
Serba Terencana
Melihat senyumnya yang percaya diri, rasanya tidak percaya jika wanita yang biasa dipanggil Rani ini mengaku menyimpan banyak kekhawatiran. “Saat mau lulus SMA, saya baca banyak berita tentang jumlah lulusan sarjana komunikasi di Indonesia. Jumlahnya ribuan. Saling berebut lapangan pekerjaan yang terbatas. Lalu bagaimana dengan saya? Saya kan ingin masuk jurusan komunikasi. Apa yang harus saya lakukan supaya bisa bersaing dengan mereka? Bagaimana kalau saya tidak dapat pekerjaan setelah lulus?” kenang Rani.  

Kekhawatiran tersebut kemudian mendorong anak sulung dari tiga bersaudara ini membuat perencanaan pendidikan dan karier. Tujuannya, agar ia bisa selalu selangkah lebih maju dari para pesaingnya. Pertama, ia menuliskan tujuan dan mimpi-mimpi yang ingin ia capai. Kemudian Rani merancang langkah-langkah yang harus ia tempuh untuk mewujudkan mimpi-mimpinya, lengkap dengan tantangan jika ia gagal. 

Perencanaan itu ternyata membuat perubahan positif. Hidupnya menjadi lebih terarah. Masuk ke London School of Public Relations, mengambil jurusan Mass Communications, berprestasi melalui klub penyiaran berita di kampus, menjajal banyak kompetisi presenter setingkat mahasiswa, dan melakoni profesi news anchor di salah satu stasiun televisi swasta di Jakarta merupakan langkah-langkah strategis Rani untuk lebih lebih dekat dengan mimpi-mimpinya.

“Dalam tiap pilihan yang saya ambil, saya selalu memperhitungkan hasilnya masak-masak, menargetkan yang tertinggi, dan selalu berusaha 200% untuk mewujudkannya,” ujar wanita yang pernah menyabet juara 1st Runner Up dan The Best in Traditional Costume di kompetisi Mr. & Ms. yang diadakan kampusnya.

Tabungan prestasi dan pengalaman yang ia kumpulkan sejak kuliah satu per satu menunjukkan hasil. Pada waktu yang hampir bersamaan, ia lolos audisi presenter program televisi Jejak Petualang dan terpilih menjadi finalis Wajah Femina 2015. 
 
Ambisi Positif
Saat diumumkan berhasil jadi finalis, Rani ternyata langsung menetapkan target untuk menjadi juara 1 Wajah Femina 2015. Rani tidak khawatir jika dinilai ambisius. Menurutnya, penting untuk memiliki ambisi yang positif. Bukan karena merasa dirinya paling bagus, tapi justru agar ia bisa selalu termotivasi untuk selalu menjadi lebih baik. “Shoot for the moon and if you miss, you will still be among the stars. Kalau targetnya tinggi, secara otomatis usaha yang saya lakukan untuk mewujudkannya pun jadi lebih keras,” ujar wanita kelahiran Jakarta, 2 Agustus 1993, ini mantap.
           
Berbekal ambisi tersebut, Rani jadi lebih mengenal kelebihan dan kekurangan dirinya. Sama seperti Dina, ia benar-benat memanfaatkan saat karantina WF untuk mempelajari banyak ilmu, khususnya yang belum ia kuasai. Salah satu kelas yang menurutnya paling menantang adalah kelas catwalk. Wanita bertinggi 166 cm ini mengaku, ilmu modelingnya masih sangat minim jika dibandingkan finalis lainnya. “Ilmu modeling itu penting, terutama untuk pilihan karier presenter yang saya tekuni. Karena saya jadi belajar cara membawakan diri dengan menarik, mulai dari cara berdiri, berjalan, dan berpose.” tutur Rani.
           
Kelas akting yang diarahkan oleh Reza Rahadian juga diikuti Rani dengan serius. Sebagai presenter, kemampuan mengekspresikan diri sesuai dengan konteks tentu saja sangat dibutuhkan. Kehadiran finalis Wajah Femina 2006 dan presenter Kamidia Radisti di Kelas Presenting membuat Rani lebih bersemangat. Meski sudah malang-melintang di dunia presenter sejak kuliah, Rani tetap harus belajar untuk lebih mengembangkan diri.
 
Rasa haus Rani mengembangkan diri tidak terbatas pada ilmu yang diberikan para mentor. Wanita yang sangat mengagumi sang ibunda ini juga ‘mencuri’ ilmu dari teman sekamarnya saat karantina, yaitu Nisa Ayu Nurfitri yang menjadi Pemenang III Wajah Femina 2015. “Kami kompak sekali dan saling mengisi kekurangan satu sama lain. Saya mencuri ilmu modeling dari Ayu seperti cara berpose atau cara berjalan di catwalk. Sedangkan  Ayu mencuri ilmu presenting dari saya,” ujar Rani, dengan senyum lebar.

Ketika femina menanyakan perasaannya saat tidak berhasil menjadi Pemenang I Wajah Femina, pengagum Ellen DeGeneres ini tersenyum. Menurutnya, ia tidak fokus pada pencapaian gelar tersebut, melainkan sampai sejauh mana tekad dan ambisi meraih gelar itu bisa mendorong dirinya menampilkan kualitas terbaik. “Putri Winda Sari sangat pantas menyandang gelar Pemenang I Wajah Femina 2015. Kekuatan saya berada pada kemampuan presenting. Ambisi tersebut telah mengantar saya mendapatkan predikat Best Presenting. Bagi saya, Wajah Femina bukan sekadar kompetisi, tetapi juga keluarga besar yang dapat membuka pintu sukses.”
Saat ini, Rani sedang fokus menyiapkan diri untuk mewujudkan mimpi berikutnya: menjadi presenter profesional yang berkarakter. Idolanya, Riyanni Djangkaru. “Pertama kali lihat Riyanni jadi presenter di acara Jejak Petualang saat saya masih SD. Gayanya khas. Santai, tidak dibuat-buat saat menyampaikan tentang kekayaan alam Indonesia, tapi tetap informatif. Saya masih harus banyak latihan untuk mencari ciri khas saya sendiri,” ujar Rani.   
 
Kata Rani:
·         Buku favoritnya, The Timekeeper dari Mitch Albom. “Menjadi pengingat agar saya tidak menyia-nyiakan waktu.”
·         Sejak usia 10 tahun sudah bercita-cita menjadi presenter acara petualangan yang menjelajah Indonesia. “Saya ingin lebih mengenal kekayaan alam negeri ini.”
·         Sangat tertarik mempelajari perilaku manusia. “Di Indonesia saja, perbedaan makanan bisa menyebabkan perbedaan perilaku."
·         Mengaku puitis! Menggilai karya-karya M. Aan Mansyur dan Sapardi Djoko Damono.