True Story
Si Kembar Emelie & Lin: 28 Tahun + 40 Kilometer Terpisah

22 Jun 2016


Katanya, ada ikatan batin yang sangat kuat di antara dua saudara kembar. Benar atau tidak, nyatanya inilah yang terjadi pada Emelie Falk (33) dan Lin Backlund (33). Lahir dari orang tua asal Semarang, Jawa Tengah, keduanya diadopsi secara terpisah oleh pasangan asal Swedia yang tidak saling kenal. Dua puluh delapan tahun kemudian, melalui kekuatan media sosial, sang takdir tidak hanya mempertemukan mereka, tapi memberikan kejutan-kejutan yang melebihi ekspektasi keduanya!
 
Mencari Akar
Hi…!” sapa si kembar Emelie dan Lin dari layar Skype, tersenyum lebar sambil melambaikan tangan. Meski bukan kembar identik, awalnya agak sulit membedakan keduanya. Sama-sama tumbuh dan besar di Swedia sejak bayi tidak melunturkan profil khas wanita Jawa dengan garis wajah dan kulit sawo matangnya. Baru kemudian mereka tahu bahwa darah Jawa memang mengalir dalam diri kedua wanita kelahiran Semarang, 18 Maret 1983, ini.
 
Hari itu, mereka berdua membagikan kejutan-kejutan takdir yang mempersatukan keduanya setelah 28 tahun hidup tanpa mengenal satu sama lain. Padahal, selama ini jarak tempat tinggal Lin dan Emelie di Swedia terpisah satu jam perjalanan saja! “Setelah menikah dan memiliki anak, saya mulai banyak merenung tentang sejarah dan akar saya,” ujar Emelie, tentang dorongan yang mengawali pencariannya.
 
Sejak masih kecil, kenyataan bahwa dirinya adalah putri adopsi, tidak pernah ditutup-tutupi oleh kedua orang tua asuhnya yang warga negara Swedia. Mereka bahkan membuka akses terhadap berkas-berkas adopsinya. “Orang tua saya menjelaskan bahwa saya tidak lahir dari rahim ibu saya, tapi diadopsi dari negara lain,” lanjut Emelie. Keterbukaan yang sama juga dilakukan oleh kedua orang tua angkat Lin. “I was born from her heart, instead of her belly,” ungkap Lin, tentang penjelasan ibunya saat ia masih kanak-kanak.  
 
Dari ibu angkatnya Emelie tahu bahwa kemungkinan besar ia memiliki seorang saudara kandung perempuan. “Tapi, tidak pernah terpikir bahwa kami dilahirkan sebagai saudara kembar,” katanya, masih tercengang. Emelie mengawali pencariannya berbekal secarik kertas lawas yang disimpan oleh kedua orang tuanya. Catatan itu mereka terima puluhan tahun lalu, dari sopir taksi yang mengantar mereka mengambil Emelie dari sebuah panti asuhan di Semarang.
 
Sebagai generasi millennial, jejaring Facebook yang luas dan masif menjadi sumber pencarian pertama Emelie. Saking banyaknya warga Swedia yang diadopsi dari Semarang, rupanya ada akun Facebook khususnya. Di sinilah Emelie menemukan sosok Lin. Dada Emelie berdebar kencang penuh harap saat membaca balasan pesan dari Lin yang datang sehari kemudian.
 
“Meski begitu, saya belum yakin benar bahwa ia adalah sosok yang saya cari. Tahunya, kami sama-sama lahir di Indonesia, di kota yang sama, Semarang. Tetapi, kami belum tahu, apakah orang tua kami juga sama,” jelas Emelie. Dari Lin, kemudian ia tahu bahwa mereka lahir di hari dan tanggal yang sama, dengan nama ibu yang sama, Maryati Rajiman.
 
Antara percaya dan tidak, kejutan takdir pertama datang pada tahun 2011. Hasil tes DNA yang mereka lakukan menyatakan bahwa 99,98% peluangnya bahwa mereka tidak hanya saudara sedarah, tapi juga saudara kembar! Tapi, ini hanyalah salah satu saja dari kejutan takdir yang selanjutnya mereka terima.

 
Tidak Ada Penyesalan
“Tidak ada dendam atau penyesalan. Sebaliknya, saya sangat terharu, bahwa untuk kehidupan saya yang jauh lebih baik, mereka harus melampaui rasa sakit yang dalam,” ungkap Lin, tentang bagian dari sejarah hidupnya sebagai bayi yang sempat dititipkan di panti asuhan. Sama dengan saudara kembarnya, Emelie tidak merasa terbuang.
           
“Kondisi mereka saat itu sangat miskin. Di saat yang sama, kami berdua sakit berat. Jika tidak dititipkan ke panti asuhan, kecil kemungkinannya kami akan bertahan hidup,” ujar Emelie, mengulang penjelasan kedua orang tua asuhnya saat ia masih kecil. Kedua orang tua angkatnya tidak ingin Emelie merasa disia-siakan oleh kedua orang tua kandungnya. “Sebaliknya, saya justru sangat bersyukur dengan keputusan berat mereka saat itu,” lanjut Emelie.
           
Dengan bantuan kenalan warga negara Indonesia di Swedia, mereka berhasil menemukan keluarga biologis mereka di Indonesia. Saat itu, karena Emelie sedang hamil besar, maka Lin yang memutuskan untuk berangkat ke Semarang, bersama suami dan anak laki-lakinya.
 
Di luar dugaan, kedatangan mereka disambut hangat keluarga besar di Semarang. Bahkan, ada beberapa kejutan takdir lain yang mengikuti! Tidak hanya senang bahwa ayah dan ibu kandung mereka masih hidup, tapi mereka juga memiliki 13 saudara kandung lain! Kedatangan Lin dan keluarga kecilnya berubah menjadi ajang reuni akbar.
           
Keharuan dan tangis kerinduan yang terputus berpuluh tahun itu tertumpah saat Lin dan ibu kandungnya saling berpelukan untuk pertama kalinya. “Meski kami telah 28 tahun lebih terpisah, kehangatan dan cara mereka menerima saya terasa seperti saya baru beberapa hari saja pergi meninggalkan mereka,” ungkap Lin, penuh haru.
           
Harus diakui Lin, di hari pertama mereka bertemu, ia tidak memiliki kesempatan mengobrol banyak dengan Maryati, ibunya. Sebab, di saat yang sama, perhatiannya terbagi oleh kehadiran saudara-saudara kandungnya yang datang bersama keluarga mereka. “Tiap orang tak henti-hentinya memeluk dan menciumi saya,” ceritanya, tertawa.
 
Baru di hari kedua ia bisa bertukar cerita lebih banyak dengan sang ibu. “Luar biasa rasanya  bisa berjumpa dengan mereka semua,” lanjutnya, dengan rona wajah bersinar bahagia. Di momen inilah kejutan takdir berikutnya datang, bahwa mereka memiliki sepasang kakak kembar laki-laki lain yang diadopsi oleh pasangan suami-istri dari Belanda. Dalam lembar akta tersebut, tertulis nama kakak kembarnya: Heru dan Hero, yang setelah diadopsi memiliki nama baru: Tim (Heru) dan Mark (Hero).
 
“Tetapi, sepertinya kakak kami Heri meninggal di panti asuhan karena sakit keras saat masih bayi,” ujar Lin. Berbekal fakta baru ini, saat tiba di Swedia, Lin dan Emelie kembali melakukan pencarian di Facebook untuk menemukan Heru, kakak kandung mereka. Kali ini, keduanya dibantu oleh kru TV Kabel dari Channel Eve yang menayangkan perjalanan pencarian mereka dalam reality show berjudul Separated At Birth. “Poster yang kami pasang di Facebook dibagikan dan dilihat oleh sekitar lebih 5 juta orang!” ungkap Lin, kagum. Hanya dalam waktu dua hari, mereka berhasil menemukan kakak laki-laki mereka!
 
Namun, penemuan ini menguakkan kejutan lain. Sebab, yang pertama kali muncul bukan Heru, tetapi Hero, yang selama ini disangka telah meninggal. Keduanya diangkat anak oleh orang tua yang sama di Belanda. Seminggu kemudian, mereka berempat berkumpul dan bercengkerama di ruang yang sama, tempat Emelie dan Lin mengambil foto poster pencarian mereka.
 
“Rasanya sangat aneh, di luar pikiran kami, ajaib, dan mengesankan,” ungkap Emelie, berapi-api. Di saat itulah, Heru dan Heri yang merupakan kembar identik itu melakukan komunikasi pertama melalui Skype dengan Maryati, ibu kandung mereka. “Tolong katakan kepada Ibu untuk tidak sedih. Jangan merasa bersalah. Kami tidak marah kepadanya,” ungkap Heru, saat melihat ibunya tidak berhenti menyeka air mata.

 
Pertalian Istimewa
“Hidup jadi sangat berbeda. Tiba-tiba saya punya saudara kembar! Sebelumnya, saya tidak punya saudara perempuan. Senang rasanya punya sosok tempat curhat dan berbagi” ujar Emelie, tentang hari-hari setelah mereka bertemu.
 
Lucunya, pertalian istimewa yang lazimnya terjadi di antara saudara kembar telah berlangsung lama sebelum mereka bertemu! Mereka tertawa terbahak-bahak saat menyaksikan foto masa kecil mereka berdua. “Ternyata kami sama-sama memiliki potongan rambut ‘poodle’,” ungkap Emelie, geli.
 
Tidak itu saja, mereka berdua sama-sama berkarier sebagai seorang guru. Lin adalah guru bahasa Swedia as second language, sementara Emelie adalah guru fisika. Ajaibnya lagi, meski terpaut satu tahun, mereka berdua menikah di hari yang sama, dan melakukan dansa pertama sebagai pasangan suami-istri dengan iringan lagu yang sama, You And Me dari Light House.
 
“Sebelum Lin tahu dirinya hamil, sayalah yang tahu terlebih dulu,” lanjut Emelie, yang disambut Lin dengan tawa renyah. Di pernikahan yang memasuki usia 7 tahun, saat ini Lin memang sedang mengandung anak ketiga. Mereka juga langsung tahu, kalau salah satu di antara mereka sedang ada masalah. “Bisa di tengah malam, saya akan menelepon Lin, hanya untuk memastikan bahwa dia baik-baik saja,” lanjut Emelie.
 
Koneksi kuat sebagai saudara sedarah ini juga langsung mereka rasakan saat pertama bertemu dengan dua kakak laki-laki mereka, Heru dan Hero. Seperti saat Emelie bertemu Lin untuk pertama kalinya, mereka langsung akrab. Mereka berempat juga saling mencari tahu kemiripan secara fisik yang membuat orang yakin bahwa mereka bersaudara. “Selain kemiripan wajah, kami berempat sama-sama memiliki barisan gigi berukuran besar!” ujar Lin, yang disambut tawa geli Emelie.
 
Meski Heru dan Hero telah pulang ke Belanda, hubungan keempatnya terus terjalin akrab melalui bantuan teknologi dan media sosial. “Hampir tiap hari kami bertukar kabar, atau saling mengirimkan foto-foto aktivitas sehari-hari, foto anak dan keluarga. Hal-hal seperti itu,” ujar Emelie.
 
Di luar itu semua, sebagai saudara kembar mereka juga memiliki perbedaan dalam hal karakter dan kegemaran. Setelah lima tahun menghabiskan waktu bersama sebagai saudara kembar, baru terlihat bahwa Emelie lebih dominan dibanding Lin. “Lin lebih pemalu,” ujar Emelie, yang dijawab dengan tawa kecil Lin di layar Skype mereka yang bersisian.
 
Memang, hal ini tergambar jelas pada saat wawancara. Emelie cenderung memborong jawaban pertanyaan, sementara Lin lebih sedikit berbicara, atau hanya tertawa kecil sambil menganggukkan kepala. Begitu juga soal kegemaran dan talenta. Mereka sangat berbeda. “Emelie punya suara yang indah saat bernyanyi,” cetus Lin, yang tengah mengandung anak ketiga. Mendengar pujian Lin, Emelie mengucapkan terima kasih dengan takzim.
 
“Lin gemar menjahit. Ia mendesain dan memproduksi sendiri gaun-gaun untuk acara spesial seperti pernikahan atau gaun ulang tahun anak-anak. Saya tidak bisa menjahit,” ungkap Emelie, yang lebih suka mendekorasi rumah. “Saya lumayan sering mengganti tata letak interior rumah. Apalagi, setelah saya menjadi stay at home mom seperti sekarang,” lanjut ibu dari dua putra berusia 2 dan 5 tahun ini, tertawa.
 
Apakah mereka berempat berencana untuk bersama-sama mengunjungi keluarga biologis mereka di Semarang? “Rencananya di sekitar September tahun ini. Kami sudah tidak sabar!” ujar Emelie, yang dalam perjalanan pertamanya bertemu keluarga besar ini akan membawa serta suami dan anak-anaknya. Sementara Lin, terpaksa tak bisa ikut serta karena di saat yang sama  ia diperkirakan baru saja melahirkan.
 
“Saya sudah promosi kepada Emelie bahwa makanan di Semarang enak-enak. Terutama nasinya! Kami tidak punya nasi sepulen dan seenak itu di Swedia,” ujar Lin, bersemangat. Mendengar ini, sambil tertawa Emelie menimpali, “Kami akan fokus untuk bertemu dan mengenal keluarga besar di Semarang. Mungkin setelah itu wisata kuliner juga.” (f)

Foto: Dok. Pribadi


Topic

#saudarakembar

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?