True Story
Pernikahan Impian Sandra Dewi dan Harvey Moeis

17 Dec 2016


Foto: Dok. Pribadi
 

Bagi Sandra Dewi (33) dan Harvey Moeis (31), cinta adalah sebuah perjalanan pendewasaan dua pribadi dengan perbedaan karakter. Selama tiga tahun menjalin asmara, keduanya  jatuh bangun menjalin kasih dan sempat ingin menyerah. Namun, keduanya pun menyadari bahwa saat-saat bersamalah mereka bisa menemukan versi terbaik. Maka, pesta pernikahan ala negeri dongeng menjadi pembuka manis bagi harapan hidup bersama, bahagia, selama-lamanya. Kepada femina, Sandra menceritakan jatuh bangun membangun mimpi berdua.
 
‘Pacaran’ di RS
True love is measured by the thermometer of suffering.” Ucapan Santa Faustina ini tergambar dalam jalinan cinta antara Sandra dan Harvey. Tiga tahun berpacaran, ujian cinta ini bahkan telah dialami Sandra sejak awal masa pacaran. “Saya hanya bisa mendesah pasrah, saat orang bilang, ‘Kamu pacaran, kok, enggak kayak orang pacaran,’” kenang Sandra, saat menghadapi pertanyaan dari orang-orang di sekitarnya.

Di tahun pertama, ketika pasangan kekasih harusnya sedang mesra-mesranya menghabiskan waktu berdua, ia dan Harvey mengisi jadwal kencan mereka dengan cara berbeda. Tiap weekend, Sandra akan menemani Harvey merawat ayahnya yang berjuang melawan kanker di rumah sakit.

Sandra mengaku bahwa masa-masa itu tercatat menjadi masa yang cukup berat baginya. Dari Senin hingga Minggu Harvey akan fokus merawat ayahnya. Kesulitan komunikasi pun sempat timbul, sebab selama di rumah sakit, Harvey tidak akan melihat ponselnya. Padahal, dia sudah setengah mati menahan rindu.

“Sempat terpikir untuk menyerah. Buat saya, ini sangat berat,” cerita Sandra, yang kesulitan membangun bonding dengan Harvey di awal hubungan mereka. Perasaan tidak enak yang sama pun mendera Harvey. Ia merasa bersalah tidak selalu punya cukup waktu bagi Sandra. Ia bahkan akan menerima dengan lapang hati, jika suatu saat Sandra memutuskan untuk meninggalkan dirinya.

Namun, di saat bersamaan, Sandra melihat betapa sabar dan telaten kekasihnya itu membaktikan dirinya merawat sang ayah hingga masa akhir hidupnya. “Tidak banyak yang bisa saya lakukan saat itu, tapi setidaknya saya ada di samping Harvey. Saya tak menyesal, meski selama itu, waktu berduaan hanya kami lewati dengan makan siang,” ungkap pemilik nama asli Monica Nicholle Sandra Dewi Gunawan Basri itu, tersenyum.

Rupanya, kesabaran dan kehadiran Sandra menemani Harvey di saat-saat terberat dalam hidupnya ini jugalah yang membuat Harvey mantap memilih Sandra menjadi teman hidup. Pengakuan Harvey ini terungkap dalam vow, atau janji nikah yang diucapkannya di perayaan pernikahan mereka di Disneyland, Tokyo, November lalu. Bahkan, di kesempatan ini juga Harvey untuk pertama kalinya mengucapkan,  “I love you,” dengan air mata berderai.
Harvey memang bukan tipe pria romantis yang hobi mengobral kata-kata gombal. Namun, di mata Sandra, ia adalah sosok pria dengan karakter yang baik.

“Dia orang yang sangat positif. Saya sangat adore padanya,” ungkap Sandra. Ia ingat benar, saat pertama ia berkenalan dengan Harvey di kencan makan siang yang diatur oleh sahabat mereka, VJ Daniel. Ada desiran halus di dadanya yang mengatakan bahwa dialah pria yang akan menjadi pasangan hidupnya. Keyakinan ini pula yang membuatnya dengan yakin menerima ungkapan cinta Harvey, seminggu kemudian.

“Tiap hari saya berdoa kepada Tuhan untuk meminta dia menjadi pasangan hidup saya,” ungkap Sandra, berbinar-binar. Doanya ini sekaligus menjadi kado Natal terindah. Tepat pada 25 Desember 2015, Harvey meminang dirinya. “Tidak ada acara berlutut, tidak ada romantis-romantisnya. Bahkan, cincin itu saya pakaikan di jari tengah Sandra!” ungkap Harvey, terbahak. Bagaimanapun, momen ini membuat Natal membawa arti dan kenangan tersendiri bagi mereka berdua.

Istana Cinderella di Tokyo Disneyland, Jepang, menjadi gambaran impian masa kecilnya tentang dongeng kisah cinta happily ever after. Seperti tokoh kesayangannya itu, sejak kecil diam-diam ia sudah mengkhayalkan bisa memiliki pernikahan ala negeri dongeng. “Harvey sejak awal mengatakan bahwa ia akan mewujudkan pernikahan impian saya,  apa pun yang saya inginkan. Jadi, 100 persen biaya pernikahan ini memang dari dia,” lanjut Sandra.

Setelah menikah, Sandra seolah tak bisa menyembunyikan kebahagiaannya. Ia senang pernikahannya berlangsung begitu khidmat dan personal. Semua tamu sangat menikmati pesta pernikahan, baik saat pemberkatan nikah di Katedral Jakarta maupun saat perayaannya di Tokyo Disneyland, yang disiarkan langsung lewat video streaming itu. “Semua orang mengatakan begitu. Dan memang itulah yang saya rasakan. Mudah-mudahan akan terus begini,” harap Sandra.  
 
Dua Karakter Kontras
Sandra mengaku, ia adalah sosok perfeksionis, serba terencana, dan gampang panik. Sementara Harvey adalah sosok  yang tenang, go with the flow, dan tidak suka ribet. Selama tiga tahun pacaran, sempat tebersit keraguan di benak Sandra bisa hidup dengan pria yang menurutnya terlalu santai seperti Harvey.

Perbedaan karakter dan pembawaan itu pun menghadirkan kejutan-kejutan baru dalam akselerasi kehidupan pernikahan mereka sebagai pasangan muda. Seperti ketika Sandra nekat hendak meminta pilot untuk menurunkan pesawat mereka di Bandara Taipei karena badai salju yang menimbulkan turbulence parah dalam perjalanan dari Tokyo. “Sepanjang perjalanan saya tidak berhenti berdoa. Kaki saya sampai kram karena tegang,” cerita Sandra, geli.

Mendengar kepanikan istrinya, Harvey dengan tenang berkata, “Kalau memang keadaannya sangat berbahaya, tanpa diminta pasti pilot akan mendaratkan pesawatnya.” Ucapan dan ketenangan Harvey ini kembali membuat Sandra menaklukkan ketakutannya pada logika. “Kalau dipikir-pikir, benar juga, ya. Akhirnya, saya bisa tenang dan tertidur,” ungkap Sandra.

Kepanikan yang sama kembali terulang saat mereka sedang menghabiskan masa bulan madu berdua di hotel luxury Aman, Tokyo. Di pagi yang harusnya indah dan diawali sapaan mesra itu berubah menjadi mimpi buruk. Tempat tidur dan kamar mereka bergoyang kencang. Gempa yang terjadi pukul 6 pagi waktu setempat itu menurutnya berlangsung cukup lama, sekitar 5 hingga 6 menit.

“Dari kaca jendela saya melihat gedung-gedung pencakar langit bergoyang ke kanan dan ke kiri. Pikiran saya langsung buruk sekali. Apalagi saat itu kami masih pengantin baru, dan sedang menikmati honeymoon,” cerita Sandra, yang sempat mencari-cari meja untuk berlindung. Ia pun tertawa saat menyadari bahwa di Jepang jarang ada meja-meja tinggi.

“Lagi pula, jika memang gedung runtuh, sia-sia saja bersembunyi di bawah meja,” lanjut Sandra, yang menginap di lantai 37 di hotel yang terletak di lantai 6 gedung Otemachi Tower yang terkenal itu. Tidak banyak bicara, menghadapi kepanikan Sandra ini Harvey langsung menggenggam tangan istrinya itu, dan mengajaknya    berdoa bersama.

“Sudah banyak pria yang saya temui. Rasanya, hanya Harvey yang bisa handle saya,” ungkap Sandra, tersenyum. Bersama Harvey, ia tidak takut menampilkan warna aslinya. Ia nyaman menjadi dirinya sendiri. Perbedaan karakter dan gaya pembawaan ini justru menjadi cermin terbaik mereka untuk belajar saling memahami.

Sandra mengaku sempat salah menilai Harvey. Ia berpikir, setelah menikah, pria akan menjadi lebih cuek dan tidak peduli. “Sebaliknya, Harvey jauh lebih sayang, lebih perhatian dan merasa saya ini tanggung jawab dia sekarang. Sesibuk apa pun, dia selalu sempat menanyakan kabar saya dan meladeni saya yang suka bercerita,” ungkapnya, terbahak.

Wanita kelahiran Pangkal Pinang, 8 Agustus 1983, ini menyadari bahwa tak ada manusia yang sempurna. Makanya, ia paham benar dirinya masih memiliki banyak kekurangan, begitu pula dengan Harvey. “Jika memang sudah sepakat untuk hidup bersama, kita tidak bisa egoistis,” ungkap Harvey. Lagi pula, mereka sama-sama punya teladan dengan menyaksikan pernikahan ayah dan ibu mereka masing-masing. “Kami berdua berasal dari keluarga yang akur. Satu pasangan seumur hidup. Ini juga yang menjadi harapan kami,” lanjut Sandra.

Namun, Sandra pun merasa bahwa ia bisa menjadi penyeimbang bagi sifat suaminya yang terlalu santai. Sekarang, Harvey mulai melakukan perencanaan. Mulai dari hal-hal kecil seperti menentukan makanan secara sekaligus saat membeli tiket pesawat. Sebaliknya, kini ia menjadi orang yang jauh lebih tenang dan sabar, tidak meledak-ledak seperti dulu lagi.
 
Ingin Punya Momongan
Natal tahun ini adalah Natal keempat yang dilewati Sandra bersama Harvey. Ia senang bisa merayakan Natal bersama keluarga, dinner berdua, dan bisa berdoa bersama di malam Natal.  Hanya, agaknya ia dan Harvey masih harus sabar menanti. Sepulang dari Tokyo, renovasi rumah baru mereka yang harusnya sudah siap huni, ternyata masih berantakan. “Alhasil, kami harus kembali tinggal di rumah orang tua masing-masing untuk sementara waktu. Kalau begini, bagaimana bisa cepat punya momongan,” ungkap Sandra, kesal.
 
Ia dan Harvey memang tak ingin menunda-nunda untuk punya momongan, apalagi mengingat usia Sandra yang sudah kepala tiga dengan tingkat risiko yang  makin tinggi. Berbicara soal jumlah anak, Sandra menyebut angka dua, perempuan dan laki-laki. “Kalau tiga kebanyakan, kalau satu terlalu sepi. Sebab, saya tahu Harvey berencana mengirim anaknya sekolah ke luar negeri,” ungkapnya.

Antusiasme Sandra mengisahkan perjalanan cinta menjadi bukti diriya dan Harvey benar-benar serius menata kehidupan pernikahan. Selain anak-anak dan pendidikan, keduanya juga sangat terbuka membahas keuangan keluarga sejak sebelum menikah. Harvey sejak awal mengatakan bahwa biaya kehidupan rumah tangga menjadi tanggung jawabnya 100%. “Sementara itu, uang hasil belasan tahun saya bekerja di dunia hiburan, paling-paling akan saya wariskan untuk anak-anak,” lanjut Sandra.

Ia pun senang Harvey tahu benar passion Sandra di dunia profesinya, sehingga ia memberi kebebasan bagi istrinya itu untuk tetap berkarier dan menjalankan bisnisnya. “Saya orangnya tidak bisa disuruh diam. Baru saja kami tiba di Jakarta semalam, sekarang saya sudah diizinkan untuk pemotretan dan wawancara dengan femina,” lanjutnya, senang.

Mengaku tidak pandai memasak seperti sang ibu, Sandra beruntung Harvey tidak menuntutnya terampil di urusan dapur. Apalagi, mereka berdua sama-sama pekerja yang sibuk. “Untungnya, Harvey makannya tidak ribet. Paling hanya minum jus buah di pagi hari. Itu pun dia memilih cold-press juice botolan yang siap minum. ‘Biar kamu enggak usah capek-capek potong buah,’ begitu katanya kepada saya,” ungkap Sandra, tertawa. 

Demikian juga saat keduanya memutuskan membuat perjanjian pranikah. Dengan terbuka ia mengatakan bahwa perjanjian ini tidak dibuat dengan harapan bahwa sesuatu yang buruk, seperti perceraian, akan menimpa pernikahan mereka. Tetapi, murni karena keduanya sama-sama punya bisnis dan manajemen sendiri. “Sehingga, jika ada suatu keperluan, saya tidak perlu menunggu tanda tangan suami, begitu juga sebaliknya. Jadi, langsung ditangani manajemen masing-masing,” jelas wanita yang selain di dunia hiburan juga memiliki beberapa bisnis, seperti property dan fashion, ini.

Sandra mengaku sangat menikmati bulan madu selama dua minggu bersama suaminya di Tokyo, Jepang. “Senang bisa berduaan terus dengan suami. Bisa tidur berdua, bangun tidur bisa melihat wajahnya. Happy banget,” ungkapnya, dengan mata berbinar. “Siapa tahu, tahun ini saya dapat hadiah Natal dari Tuhan dan hamil,” ungkap Sandra, penuh harap.(f)
 
 


Topic

#kisahcinta

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?