True Story
Perjalanan yang Menyatukan Dua Hati Susan dan Adam (PergiDulu.Com)

19 Nov 2016


Foto: Dok. Pribadi
 

Lima tahun sudah Susan Natalia (35) dan Adam Poskitt (40) bertualang mengelilingi dunia. Walau Susan memiliki rumah peninggalan orang tuanya,  mereka merasa tidak betah tinggal di sana hingga sudah menjelajah lebih dari 25 negara. Jalan kaki sejauh 780 kilometer di Spanyol, menyusuri rute ziarah Camino de Santiago, berburu aurora di Islandia, hingga mengunjungi negara-negara dengan tindakan kriminalitas yang tinggi di Amerika Selatan adalah beberapa petualangan yang pernah mereka rasakan.   
 
BERJUANG BERSAMA
Susan berasal dari Kota Bandung, sedangkan Adam berasal dari Sydney, Australia. Mereka bertemu di Bandung saat Adam sedang mengikuti programbelajar bahasa Indonesia untuk mendukung pengetahuannya membuat travel guide seputar Asia Tenggara, pada Agustus 2011.
Susan yang berprofesi sebagai pengajar bahasa Inggris di salah satu lembaga pendidikan bahasa ketika itu, diperkenalkan oleh seorang temannya sesama anggota Couchsurfing, jejaring sosial para traveler, kepada Adam. “Komunikasi kami langsung nyambung. Saat pertama kali bertemu, saya merasa nyaman dan cocok dengan Adam,” ujar Susan.
Susan adalah lulusan Teknik Industri, Universitas Padjajaran Bandung. Namun, karena ia memiliki kemampuan bahasa Inggris yang lebih, ia pun memilih menjadi pengajar bahasa Inggris di beberapa lembaga pendidikan. Sedangkan Adam merupakan pensiunan pegawai negeri sipil yang memilih pensiun dini pada tahun 2011 lalu. “Selama 14 tahun bekerja sebagai PNS, saya merasa bosan, makanya saya memilih pensiun dini dan melakukan traveling,” katanya.
Sembari traveling, Adam juga menulis tentang perjalanannya ke beberapa negara di Asia Tenggara seperti Indonesia, khususnya Bali dan Yogyakarta. Catatan perjalanan itu ia muat di blog pribadinya. “Saya makin semangat untuk traveling ketika seorang pemilik perusahaan traveling mengajak saya untuk menulis travel guide,” ujarnya.
Begitu berkenalan, Susan dan Adam langsung akrab. Lalu, terungkaplah keinginan dan isi hati masing-masing. Bukan soal cinta, tapi tentang keinginan untuk keliling dunia. Susan ingin sekali ke Eropa, sedangkan Adam ingin mengunjungi lebih banyak negara lagi. Mereka sama-sama memiliki pandangan yang jauh ke depan.
“Bertemu dengan Adam seakan menjawab kerinduan saya yang membutuhkan teman traveling. Karena sebelumnya, saya biasa solo traveling ke Thailand, Australia, dan beberapa negara lain hingga berbulan-bulan,” kata Susan, sambil melirik Adam.
Tiga bulan setelah kenal, mereka pun ‘menguji’ kecocokan itu dengan melakukan perjalanan pada November 2011 ke Singapura dan Australia. Menurut Susan, perjalanan itu sangat penting bagi mereka berdua. Karena, karakter asli seseorang biasanya akan terlihat saat melakukan perjalanan jauh, terutama saat menghadapi tekanan atau kepanikan.
“Adam tidak pernah menyatakan cinta secara langsung kepada saya. Namun, saya yakin bahwa dia memang cinta. Bersama dia, saya merasa nyaman,” kata Susan disertai senyum bahagia.
Bila sedang tidak di Bandung, Adam pun kerap memberikan kejutan-kejutan kepada Susan, seperti mengirim surat lewat pos. Padahal, mereka bisa komunikasi lewat telepon atau chat.
Selain sama-sama menyukai perjalanan, Susan dan Adam punya bakat yang sama sebagai ‘komentator’ kuliner. Kala mereka makan bersama, di mana dan kapan pun, mereka pasti memberikan pendapat masing-masing tentang makanan yang mereka makan. “Saya mengajak Susan mencoba berbagai macam kuliner, kemudian kami sama-sama kasih pendapat,” kata Adam.
Merasa hati sudah menyatu, Adam pun menikahi Susan pada Juni 2012. “Bagi kami, pernikahan itu sangat penting. Dengan demikian, kami lebih bebas dan berani untuk melakukan petualangan,” tutur Adam.
Kenyamananlah yang membuat Susan bersedia untuk dinikahi Adam. Bahkan, kenyamanan itu membuat ketergantungan. “Saya tidak kuat jauh-jauh dari dia. Dia benar-benar mengisi kehidupan saya,” ujar Susan.
Bagi Adam, Susan merupakan wanita baik, orang yang paling sabar yang pernah ia temui. “Dia selalu semangat dan mendukung passion saya di traveling. Dia memiliki keinginan untuk belajar segala hal, seperti budaya baru, sama seperti saya,” kata Adam.
Setelah menikah, mereka pun berbulan madu selama 2 bulan dengan berkeliling ke Selandia Baru dan Australia. Pekerjaan Susan sebagai pengajar ditinggalkan demi mewujudkan keinginannya mengelilingi dunia. Susan --yang telah ditinggal sangibu untuk selama-lamanya pada tahun 2006, kemudian kakaknya meninggal pada tahun 2011, sedangkan ayahnya meninggal sekitar 4 bulan setelah ia menikah-- bebas traveling kapan pun dan ke mana pun.
“Saya tidak terikat lagi saat melakukan perjalanan jauh dan lama. Begitu juga dengan Adam. Orang tuanya memang masih ada dua-duanya, tapi mereka memberikan kebebasan,” kata Susan. Tiap kali selesai trip ke suatu tempat, mereka selalu pulang ke rumah peninggalan orang tua Susan. Namun, tak bertahan lama. Paling lama 2 bulan di Bandung, mereka akan pergi lagi.
Untuk menyambung hidup sekaligus membiayai perjalanan mereka, Adam dan Susan mengembangkan blog, pergidulu.com, yang telah mereka buat sebelum menikah. Bersamaan dengan itu, mereka juga membuat akun Twitter, disusulInstagram.
Di akun Twitter @PergiDulu, Adam dan Susan kerap menjadi buzzer, penyebar informasi tentang sebuah brand. Kadang kala, mereka juga mengirim tulisan tentang tempat yang dikunjungi ke beberapa media cetak dan juga media online.
“Saya juga menulis buku dan menyumbangkan tulisan untuk melengkapi buku karya teman travel blogger, Trinity,” ujar Susan. Salah satu buku yang ditelurkan Susan adalah buku berjudul Wisata Hemat di New Zealand (2013). Dari penjualan buku itulah mereka mendapatkan uang.
Sumber lain penghasilan pasangan ini adalah fee saat diundang sebagai pembicara di sebuah talk show, me-review sebuah tempat atau hotel, dan fee dari para pengundang yang meminta mereka untuk melakukan perjalanan seperti yang baru-baru ini dilakukan bersama pemerintah Kabupaten Pagaralam, Sumatra Selatan.
 
BERBAGI TUGAS
Dalam merencanakan dan melakukan perjalanan, Adam dan Susan saling berbagi peran. Adam yang mencarikan tiket pesawat, memesan hotel dan membuat itinerary. Awalnya, Susan yang membuat itinerary. Tapi, karena jadwal buatan Susan dianggap terlalu padat dan kurang fleksibel, peran itu kemudian diambil alih oleh Adam.
“Saya tidak bisa melakukan perjalanan, kalau jadwalnya terlalu padat,” kata Adam. Selain itu, jadwal yang fleksibel justru lebih hemat dibandingkan dengan jadwal yang padat. Namun, dalam melakukan rencana perjalanan, Susan tetap memiliki peran, salah satunya mencari segala informasi tentang tempat atau negara yang akan dikunjungi lewat internet.
Begitu pula dalam mengelola blog, Adam dan Susan berbagi tugas. Adam bertanggung jawab yang berkaitan dengan masalah teknis, seperti tampilan, sedangkan Susan bertanggung jawab untuk menyediakan konten.
“Target pembaca blog tersebut adalah orang Indonesia. Ada beberapa tulisan dari Adam, kemudian saya terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sebelum kami muat,” ujar Susan.
Walau berstatus suami-istri, soal selera tetap saja ada perbedaan. Susan lebih senang berkunjung ke suatu tempat yang memiliki landmark dengan maksud sekadar untuk berfoto-foto, sedangkan Adam menyukai tempat-tempat yang memiliki nilai sejarah. Namun, mereka membuat perbedaan itu bukan sebagai penghalang.
“Sebelum berkunjung ke suatu tempat, kami biasanya berunding dulu. Masing-masing harus memberikan alasan yang kuat mengapa kami harus berkunjung ke tempat itu,” ungkap Susan.
Misalnya saat mereka ke Islandia untuk melihat aurora, fenomena alam yang menyerupai pancaran cahaya yang menyala-nyala pada lapisan ionosfer. Sebelum berangkat, mereka telah melakukan riset mendalam tentang aurora lewat artikel yang tersebar di internet. “Kami cari tahu, di mana dan kapan aurora akan muncul,” tutur Adam. Tempat lain yang mereka kunjungi tidak harus terkenal, tapi harus memiliki nilai sejarah.
Sepanjang perjalanan mereka mengelilingi dunia, bagi Adam dan Susan, Islandia merupakan negara yang paling berkesan. “Berkat kerja keras, kami dapat menikmati keindahan aurora,” kata Susan, yang diiyakan Adam.
Namun, tak selamanya perjalanan mereka menyenangkan. Kejadian berbahaya dan menegangkan pun pernah mereka rasakan. Baru-baru ini, mereka mengunjungi 4 negara di Amerika Selatan, yaitu Kolombia, Ekuador, Peru, dan Cile. Berkunjung ke negara-negara itu merupakan tindakan yang nekat. Sebab, rata-rata turis yang berkunjung ke sana mengalami perampokan. “Selama berada di sana, kami sangat waswas. Kalau keluar hotel, kami tidak membawa handphone dan barang-barang berharga lainnya,” kata Susan.
Di Quito, ibu kota Ekuador, kejadian menegangkan mereka alami ketika sedang naik kereta gantung. Setelah kereta berjalan beberapa menit, tiba-tiba terjadi badai disertai petir. Sekitar 30 menit kereta yang mereka naiki terombang-ambing diterpa badai. “Dalam kereta itu, kami bersama dengan satu pasangan turis asal Amerika Serikat. Tiap kali petirnya muncul, kereta berhenti,” kata Susan ngeri. Dalam situasi seperti itu, Adam selalu menenangkan dan menguatkan Susan.
Susan mengatakan, walau hidup berpindah-pindah, ia tetap melakukan tanggung jawabnya sebagai istri, salah satunya mencuci pakaian mereka berdua. “Kadang-kadang saya yang bertugas untuk packing. Namun, kalau Adam merasa saya terlalu lama, maka dia akan ambil alih, he he he…,” kata Susan, sambil mengatakan, tiap kali mereka melakukan perjalanan, masing-masing membawa maksimal 7 pasang pakaian yang disatukan dalam satu ransel berukuran 55 liter.
Seperti layaknya suami-istri, perbedaan pendapat yang diakhiri dengan pertengkaran juga kerap mereka hadapi. Hal yang biasa menjadi pemicu pertengkaran di antara mereka adalah persoalan packing. “Susan suka sekali membawa pakaian yang memakan space lebih besar, seperti dress berbahan tebal,” ujar Adam.
Saat menghadapi masalah, mereka biasanya saling diam-diaman. “Saya pernah meninggalkan dia sejauh 5 kilometer ketika melakukan jalan kaki di Spanyol. Perselisihan terjadi karena uang koin recehan. Dia sebal pada saya karena terlalu lama menghitungnya,” kata Susan, tertawa.
Hingga kini, Adam dan Susan belum berniat untuk berhenti melakukan petualangan. Namun, ke depannya, tiap kali trip, jumlah negara yang akan dikunjungi dikurangi, mengingat pengurusan visa terkadang sulit. “Kelak saat mengakhiri petualangan, kami akan tinggal dan menetap di sebuah kota di Asia yang tenang dan bebas macet,” kata Adam.
Mereka pun sepakat belum berencana untuk memiliki anak. Adam mengungkapkan, dengan memiliki anak, mereka tentu akan sulit melakukan perjalanan seperti yang selama ini mereka lakukan. Namun, bila Tuhan menganugerahinya anak, mereka akan terima. “Saya rasa, dengan memiliki anak pun, kami tetap bisa jalan-jalan, tetapi mungkin caranya berbeda,” katanya.(f)
 


Topic

#kisahcinta

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?