True Story
Kisah Inspiratif Penyintas Kanker Payudara: Natarini Setianingsih, Berbagi Kebahagiaan di Bangsal Anak

24 Oct 2016



Foto: Fotosearch, Dok. Pribadi

Berjalan mundur atau melangkah ke depan. Apa pun pilihan yang diambil, manusia memang dirancang Sang Pencipta untuk selalu bergerak, termasuk untuk melawan penyakit kanker yang kini muncul dalam berbagai wujud.
 
 “Iya, nih, habis ini saya mau langsung pulang ke rumah di Pandeglang,” ujar Natarini Setianingsih (32), tersenyum, seakan menyadari tatapan mata femina yang heran melihat beberapa tas yang dibawanya siang itu. Ketika menyebut kota kelahirannya, wajah Rini --begitu ia biasa dipanggil-- seakan memutar kenangan ke tahun 1996. Saat itu, ia harus meninggalkan rumah dan sekolahnya selama 3 bulan untuk menyembuhkan leukemia limfositik akut (kanker darah) stadium 1 yang ia derita.

Selama 3 bulan pula Rini harus menetap di bangsal anak RS Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta, untuk menjalani kemoterapi dan radioterapi. Selama pengobatan, ia harus merasakan mual, pusing, juga rambut rontok sebagai efek dari terapi. Di bangsal anak, ia harus sering menghadapi rasa kehilangan teman. “Hampir tiap minggu ada pasien yang sudah menjadi teman meninggal karena kanker satu per satu,” ungkap wanita kelahiran 26 Oktober 1984 itu.
Ia mengenang masa itu sebagai masa yang membingungkan. Informasi mengenai kesehatan, khususnya kanker, masih cukup sulit didapat. Bahkan, sebelum akhirnya dirujuk ke RSCM, Rini dan kedua orang tuanya harus ‘menelan’ diagnosis berbeda-beda dari beberapa dokter. “Dokter enggak ada yang yakin. Saya sempat dibilang cuma demam biasalah… sampai sakit liverlah karena kulit saya menguning…,” kenangnya, tertawa kecil.

Setelah selesai terapi intensif, dokter membolehkan Rini pulang dan melakukan rawat jalan saja. Berbekal obat kanker darah yang wajib ia minum tiap hari selama 3 tahun dan menjaga pola makan sehat, wanita penyuka traveling ini pun melanjutkan hidupnya hingga dinyatakan sembuh dan berhasil lulus dari Jurusan Administrasi Negara, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Banten.

Satu hal yang Rini ingat, selama proses pengobatan itu, ia selalu merasa tidak punya teman untuk berbagi kisah tentang penyakitnya. Padahal, selama dirawat di bangsal anak, ia merasakan betapa penting kehadiran teman-teman untuk saling menumbuhkan semangat hidup.
Tak ingin lebih banyak anak-anak penderita kanker darah merasa kebingungan, kesepian, dan kehilangan masa anak-anak seperti yang ia rasakan, Rini pun mengunjungi dokternya di Jakarta. Pertemuan itu membuka perkenalannya dengan penyintas kanker lainnya, Priesnanda Dwisatria, Saprita Tahir, Andrew Manullang, dan Ario Falah. Di bawah bimbingan Yayasan Onkologi Anak Indonesia, Rini dan keempat teman barunya itu mendirikan komunitas untuk anak-anak penderita kanker, Cancer Buster Community (CBC), pada tahun 2006.

Baca juga:
Bersama CBC, ia rutin menjalankan cancer camp  tiap tahun untuk anak-anak penderita dan penyintas kanker dari berbagai daerah di Indonesia. Mereka berkumpul selama 3 hari untuk saling berbagi kisah dan saling menyemangati. Survivor road show keliling Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, dan Yogyakarta untuk membagikan mainan di bangsal anak di rumah sakit juga pernah mereka jalani. “Waktu melihat anak-anak itu tertawa-tawa dan bermain, rasanya senang banget bisa menghibur mereka, meski cuma sebentar,” ujarnya.

Selain lewat CBC, Rini yang bekerja sebagai staf Penelitian dan Pengembangan RS Kanker Dharmais, Jakarta, itu juga memanfaatkan hobi traveling-nya untuk mengunjungi bangsal anak di rumah sakit di berbagai kota. Di situ, ia bermain dan berbagi kisah perjuangannya hingga sembuh kepada anak-anak yang sakit. Informasi terkini mengenai kanker yang ia dapatkan dari pekerjaannya juga ia bagikan kepada keluarga pasien agar mereka tidak minim informasi.
“Masih banyak orang yang terlambat diobati karena tidak berani ke dokter atau tidak tahu harus berbuat apa. Setelah mendapat info dari saya, tidak sedikit dari mereka yang jadi berani ke dokter,” tutur wanita yang sudah mengunjungi Padang, Malang, Bali, Yogyakarta, dan Surabaya itu. Tidak jarang, dokter-dokter di tempatnya bekerja ikut titip pesan dan salam untuk mantan pasien mereka yang sudah pulang ke daerah-daerah tersebut.

Kini, setelah dinyatakan sembuh selama 17 tahun, Rini hanya ingin terus berbagi. Meski terlihat sederhana, hanya berbagi kisah dan menghibur pasien kanker, kegiatan ini membuatnya merasa lebih utuh. “Dulu, waktu teman-teman saya sedang sibuk naksir cowok dan bergaul, saya sibuk kemoterapi. Ada rasa yang hilang. Jadi, kalau sekarang kehadiran dan informasi dari saya bisa menolong orang lain, saya senang banget, rasanya enggak bisa digantikan,” tutup Rini, lagi-lagi sambil tersenyum. (f)
 


Topic

#Kanker

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?