True Story
Eustokia Airin Tidak Patah Semangat Meski Kehilangan Sebagian Besar Kemampuan Fisik

18 Mar 2017


 
MENJAGA NYALA HARAPAN
Airin menghabiskan sekitar satu setengah bulan di rumah sakit. Selama kurun waktu ini, kondisinya turun naik. Ia beberapa kali demam tinggi, bahkan pernah sampai kejang dan menggigit lidah sendiri. Menjadi langganan ICU, Airin pernah koma dua hari dengan bermacam selang terpasang di tubuh. anak ke-2 dari tiga bersaudara pasangan David dan Susianty ini.

Airin masih mengingat trauma rasa sakit yang mendera tubuhnya saat itu. “Karena kondisi yang sangat lemah, saya tak bisa batuk sekuat tenaga untuk mengeluarkan dahak. Akhirnya dokter menyedot dahak itu dengan selang section pump yang dimasukkan dari hidung. Ketika selangnya dicopot, ya, Tuhan... sakitnya. Air mata saya sampai mengucur,” tutur Airin. Kejadian ini membuatnya trauma dengan rumah sakit.

Hanya ada dua pilihan baginya saat itu: terus mendorong diri untuk bisa pulih, atau tenggelam dalam kesedihan dan frustrasi, membuat perjuangan papa dan mamanya sia-sia. Papanya bekerja lepas di bidang pemasaran, sedangkan mamanya peracik obat herbal di toko obat Tionghoa milik keluarga besar mereka. Selama Airin di Jakarta, otomatis tenaga, pikiran, waktu, dan dana mereka terkuras. Sebab, biaya pengobatan Airin selama di Jakarta tidaklah sedikit.

Mengingat pengorbanan yang dilakukan oleh orang tuanya ini, Airin mencoba melawan rasa sakit. Seperti saat ia harus belajar duduk, seperti anak kecil lagi. “Duduk bukan  hal yang mudah. Tiap gerakan membuat perut saya seperti diaduk-aduk, mual sekali. Ketika badan saya dibalikkan, dunia serasa berputar kencang,” ceritanya. Namun, ia harus tetap menelan pil pahit, saat dokter mengungkapkan fakta bahwa seumur hidup ia harus bergantung pada kursi roda.

“Perkataan dokter ini tidak melemahkan saya. Sebaliknya, saya masih sangat optimistis. Saya pikir, ‘Ah, ini hanya masa pemulihan yang panjang. Saya pasti akan sembuh!’ Sebelumnya saya sudah pernah jatuh dari sepeda, motor, bahkan kecelakaan mobil juga. Jadi, kali ini saya pasti akan baik-baik saja seperti sebelumnya,” kata Airin saat itu, yakin.

Suatu kali, orang tuanya terpaksa mengatakan bahwa mereka sudah tidak memiliki dana untuk meneruskan pengobatan dan perawatan Airin di rumah sakit. Meski belum pulih seratus persen, Airin dibawa pulang oleh keluarganya. Saat keluar dari rumah sakit, leher Airin sudah bisa menoleh ke kanan dan kiri, walau tak sampai jauh ke belakang. Kedua lengannya pun bisa digerakkan, tetapi jemarinya tak berfungsi. Tubuh hingga kakinya lumpuh dan mati rasa.
Beberapa hari setelah pulang dari rumah sakit, rupanya Airin masih belum bisa buang air sendiri. Padahal, kateter yang selama ini membantunya buang air kecil, sudah dilepas. Perutnya terasa begah dan ia pun uring-uringan. “Saya kembali dilarikan ke rumah sakit untuk dipasangi kateter dan akhirnya bisa buang air kecil sampai satu liter!” ungkapnya.

Pengobatan alternatif menjadi solusi keluarga untuk mengupayakan penyembuhan Airin. Mulai dari totok, akupunktur, bahkan sampai berkonsultasi ke orang pintar pernah mereka jalani. Namun, kondisi Airin tak kunjung membaik. “Ada saudara yang berbaik hati membawakan rekam medis saya untuk dikonsultasikan kepada dokter di Singapura dan Australia. Tetapi, mereka pun angkat tangan dan memberi jawaban sama, ‘Maksimalkan saja hidupnya,’” kenang Airin, tersenyum kecut.

Kepulangannya ke Jambi justru membuat api harapannya makin redup. Puncaknya, ketika seorang ahli akupunktur memvonis Airin takkan bisa sembuh. Dinding pertahanannya pun runtuh. Ia menangis sejadi-jadinya. “Selama beberapa waktu saya depresi dan mengunci diri di rumah. Saya tak mau keluar. Rambut saya berantakan. Saya tak peduli baju apa yang saya pakai. Jika dimandikan, saya histeris. Saya juga tidak berani bercermin. Kenapa Tuhan mengizinkan saya melalui semua ini?” jeritnya saat itu.

Hatinya makin pilu saat mendengar bahwa kekasihnya berselingkuh. Namun, beban terberatnya adalah ketika ia mengetahui bahwa papanya ketahuan telah menikah lagi dengan wanita lain. “Ini menjadi masa-masa terberat dalam hidup saya. Sudah jatuh, tertimpa tembok pula! Saya merasa tak ada yang sayang pada saya,” ungkap Airin, yang saat itu didera frustrasi. Selama bertahun-tahun setelah itu, Airin mogok bicara dan bertemu dengan papanya.

Beberapa kali ia bertekad bunuh diri dengan membentur-benturkan bagian belakang kepalanya ke dinding, tapi selalu ketahuan oleh mamanya yang langsung menariknya menjauhi tembok. “Saya coba menggigit lidah, tapi kesakitan sendiri. Saya mogok makan seharian. Tapi, mendengar Mama menangis, saya tak tega. Percobaan bunuh diri saya gagal lagi. Di antara semua itu, wajah Mama yang telah mengembalikan saya pada kesadaran bahwa ada yang mengasihi saya tanpa syarat,” ungkapnya.
 


Topic

#truestory

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?