Trending Topic
Wanita Juga Bisa Jadi Pelaku KDRT

8 Sep 2017


Foto: Pixabay

Indria Kameswari (30) pegawai Diklat Badan Narkotika Nasional (BNN) ditemukan tewas di rumahnya di kawasan perumahan River Valley, Blok B2 Desa Palasari, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor, Jumat (1/9) pagi. Terdapat luka tembak di punggungnya dan sang suami, Abdul Malik Azis (40) telah mengakui bahwa ia yang membunuh istrinya. Namun pelaku berdalih bahwa ia melakukan itu karena sang istri sering berkata-kata kasar.
 
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) memang tidak hanya bisa dilakukan oleh lelaki, karena pria dan wanita sama-sama bisa menjadi pelaku. Hal ini disampaikan psikolog Rosdiana Setyaningrum kepada Femin.
 
“Orang melakukan KDRT biasanya untuk menunjukkan power. Biasanya mereka adalah orang-orang yang tidak terlalu percaya diri sehingga penghargaan terhadap dirinya rendah. Dan ini berlaku bagi laki-laki maupun perempuan,” ujar psikolog yang akrab disapa Diana ini. Orang-orang seperti ini menurut Diana terbagi dalam dua kemungkinan: bisa jadi pemalu, pendiam, suka menarik diri, atau justru menjadi orang yang sombong dan arogan. Orang yang sombong dan arogan ini yang berpotensi menjadi pelaku KDRT.         
 
“Pelaku KDRT biasanya memiliki trauma akibat kekerasan sejak kecil. Tetapi ada juga pasien saya yang menjadi pelaku KDRT meski tidak memiliki riwayat trauma kekerasan,” ungkap Diana.
 
Ia menambahkan, ada pula orang yang menjadi pelaku KDRT karena memiliki karakter psikopat atau sosiopat. “Psikopat memang senang menyiksa orang lain, sedang sosiopat justru tidak punya empati sama sekali. Contohnya, sosiopat menikahi seseorang karena hartanya saja dan bisa berpisah dengan orang itu jika hartanya habis dan tidak merasakan apa-apa,” jelas Diana.
 
Diana ragu untuk berkomentar tentang Indria dan Malik Azis karena tidak tahu detail permasalahan pasangan ini. Namun, Diana mengingatkan bahwa KDRT selain berdampak kepada korban juga berdampak kepada anak. “Anak yang menjadi korban KDRT atau hanya melihat saja, sama-sama bisa memiliki trauma dan ia bisa melampiaskan kepada orang lain di kemudian hari. Anak ini bisa memiliki mindset bahwa kekerasan adalah hal yang wajar dalam kehidupan suami istri.”
 
Pelaku KDRT biasanya juga senang menjalani siklus KDRT. Ia melakukan KDRT, meminta maaf, hubungan kembali normal, lalu ia melakukan KDRT lagi, minta maaf lagi, dan hubungan kembali normal lagi. Begitu seterusnya. “Saya sarankan maksimal satu tahun untuk memutuskan keluar dari rumah tangga yang telah terjadi KDRT. Lebih cepat lebih baik sebab jika siklus itu tidak dihentikan maka korban akan terus-menerus mendapatkan siksaan, baik fisik maupun psikis. Ini juga tidak baik bagi perkembangan anak.”
 
Korban KDRT perempuan bisa melaporkan KDRT ke Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (KDRT). Sedangkan korban pria bisa melaporkan tindakan KDRT istri ke kepolisian. Suami dan istri memiliki hak yang sama untuk membuat laporan mengenai tindakan KDRT yang dilakukan pasangan.
 
Definisi KDRT dalam Pasal 1 UU Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. 
 
“Kebanyakan yang mencari psikolog adalah korban. Tetapi apabila pelaku sadar bahwa dirinya perlu berubah, pelaku KDRT bisa diterapi agar tidak lagi melakukan kekerasan. Datang berdua kepada psikolog bisa menyelesaikan masalah lebih cepat,” tutup Diana.(f) 
 


Topic

#kekerasan, #KDRT

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?