Trending Topic
Survei Membuktikan: Wanita Muslim Indonesia Moderat dan Toleran

5 Feb 2018


Foto: Pixabay

“80.7% wanita muslim di Indonesia mendukung hak kebebasan menjalankan ajaran agama dan atau keyakinan. Sebanyak 80,8% tidak bersedia radikal,” ungkap Yenny Wahid, Direktur Wahid Foundation, saat menyampaikan hasil Survei Nasional Potensi Toleransi Sosial Keagamaan di Kalangan Perempuan Muslim di Indonesia, beberapa waktu lalu (29/01) di Jakarta.
 
Hasil survei tersebut sekaligus membuktikan peran vital wanita muslim Indonesia sebagai agen perdamaian dan dalam menghadang upaya radikalisme, yang berpotensi meruntuhkan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berazaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
 
Survei kerjasama antara Wahid Foundation dan UN Women yang teknisnya dilakukan oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI) ini melibatkan 1500 responden pria dan wanita di 34 provinsi Indonesia.
 
“Studi ini terinspirasi oleh fenomena baru yang memanfaatkan wanita sebagai kaki tangan dalam melakukan tindakan radikal,” ungkap Yenny, mengutip kejadian baru-baru ini, dimana dua orang wanita tertangkap merencanakan bom bunuh diri di Istana Negara. Bahkan  kelompok radikal ini sudah menyasar wanita buruh migran untuk melakukan tindakan radikalisme dan terorisme.
 
“Apakah benar sekarang wanita mengambil peran utama menjadi subjek pelaku tindakan radikal?” tanya Yenny.
 
Menjawab ini, pihaknya membuat sebuah kajian yang juga meliputi relasi gender di Indonesia, dan otonomi wanita dalam mengambil keputusan-keputusan penting dalam hidupnya. Hasilnya cukup menggembirakan, sebanyak 53% wanita Indonesia memiliki otonomi atau hak pilih dalam menentukan keputusan-keputusan penting dalam hidupnya.

Di antaranya, memilih suami, bekerja/tidak bekerja, dan dalam hal menentukan pilihan politik. Namun, di sisi lain 91% responden wanita setuju bahwa seorang istri harus menuruti perintah suami. Ini yang kemudian meletakkan wanita di posisi moderat.
 
“Semakin tinggi otonomi atau kemandirian wanita dalam membuat pilihan dan keputusan penting dalam hidupnya, maka wanita jadi makin tidak mudah terpengaruh oleh gerakan-gerakan radikal, bahkan jika suaminya sendiri bergabung dengan organisasi radikal,” ungkap Yenny Wahid.
 
Namun, survei juga mengungkap bahwa otonomi wanita dalam hal padangan keagamaan masih relatif rendah, yaitu hanya 37,6%. Wanita masih sangat bergantung pada sumber lain, seperti ceramah-ceramah keagamaan.

Cara berpikir kritis dan landasan pengetahuan agama yang baik sangat dibutuhkan untuk menangkis pengajaran radikal. Sebab, menurut survei, paham radikalisme sering menggunakan media ceramah di masjid, melalui tokoh agama seperti kiai dan ustadz, dan melalui ceramah di televisi.

 

 
Menyikapi hal ini, Ketua Tim Pengarah Konferensi Ulama Perempuan Indonesia (KUPI), Badriyah Fayumi, menekankan pentingnya bagi umat Islam untuk memakai rujukan pandangan ulama Indonesia dan kearifan dari negeri sendiri yang bersifat inklusif. Jumlah ulama wanita dan pria yang memiliki perspektif gender yang baik dan memahami keberagaman juga perlu ditambah.
 
“Mari hidup toleran dan berdampingan dengan siapapun. Ini adalah pilihan yang Islami, sekaligus manusiawi. Pilihan yang memberikan keamanan, kedamaian, kebahagiaandan yang sekaligus menyelamatkan alam semesta. Sebab, jika alam semesta rusak, maka wanita juga yang paling menderita,” tegas Badriyah (f)

Baca Juga:
Ini Alasan Orang Tua Masa Kini Memilih Pesantren untuk Anak
Kongres Ulama Perempuan Indonesia: Pendekatan Feminin untuk Hadapi Radikalisme Agama

 


Topic

#radikalisme, #intoleransi, #isugender

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?