Trending Topic
RUU PRT Menanti Waktu Disahkan untuk Perlindungan Nasib Pekerja Rumah Tangga Indonesia

6 Sep 2017


Foto: Dok.Vecteezy.com


Organisasi buruh internasional (ILO) mencatat bahwa ada sekitar 3 – 4 juta pekerja rumah tangga (PRT) di Indonesia, dengan jumlah terbesar di pulau Jawa. Pada kenyataan, angka ini bisa jadi jauh lebih besar. Sayangnya, angka statistik ini pun belum cukup meyakinkan pemerintah untuk secara serius menjamin penghargaan terhadap profesionalitas mereka dan melindungi mereka dari tindak kekerasan dan pelanggaran HAM.
 
Apabila tenaga kerja publik di dalam dan di luar negeri memiliki Undang-Undang (UU) Ketenagakerjaan sebagai payung hukum yang melindungi hak dan kewajiban mereka, maka tidak demikian dengan tenaga kerja dari sektor domestik, seperti halnya PRT. Bahkan, sejak tahun 2004 Rancangan Undang-Undang PRT masih timbul tenggelam dalam, datang dan hilang dari daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Isu PRT tidak termasuk isu 'seksi' yang sifatnya mendesak.
 
Padahal, tidak berbeda dengan pekerja kantoran, mereka pun bekerja secara profesional. Bahkan, dalam jangka waktu yang tak tentu, alias 24/7, alias bisa berlangsung terus dalam kurun waktu 24 jam, dan 7 hari. Apabila wilayah kerja dan hak para profesional kantor jelas tercetak dalam surat perjanjian kerja yang mengikat, maka tidak demikian halnya dengan PRT. Semua tugas domestik bisa diborong, mulai dari membereskan rumah, memasak, mengasuh anak, hingga mencuci pakaian. Kapan pun dibutuhkan, tenaganya harus tersedia!
 
“Aspek kekeluargaan dan anggapan yang menyamakan pekerja rumah tangga dengan kerja sosial menyulitkan hubungan profesional antara PRT dengan pihak yang mempekerjakan, atau rumah tangga,” ungkap Umar Kasim, Ketua Bagian Pengkajian Hukum & Konvensi Kementerian Ketenagakerjaan, di workshop tentang Urgensi Kebijakan Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, Senin (4/9) di Hotel Sari Pan Pasific, Jakarta. 
 
Bayangkan saja, lebih dari 70% PRT harus bekerja di atas batasan normal 35 jam/minggu (survei KPPPA & BPS, 2015). Bahkan, ada yang bekerja lebih dari 16 jam per hari (11,6%). Terutama hal ini terjadi pada 52,2% PRT yang juga tinggal bersama rumah tangga yang mempekerjakannya.

Bahkan, mereka juga ikut dipekerjakan membantu bisnis majikannya, yang jelas-jelas berada di luar wilayah domestik yang menjadi tugas mereka. Rata-rata mereka ini bekerja lebih dari 9 jam per hari dengan upah Rp967.000 per bulan.
 
Hasil survei Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) ini juga mengungkap bahwa hanya 9% saja dari PRT yang tahu bahwa ada peraturan yang melindungi mereka sebagai pekerja. “Ini suatu indikasi bahwa PRT memahami betul arti perlindungan, lepas dari apakah mereka mengetahui ada tidaknya peraturan perundang-undangan yang mengaturnya,” ungkap Lies Rosdianty, Asisten Deputi KPPA untuk Perlindungan Hak Perempuan dalam Ketenagakerjaan.
 
Anehnya, meski RUU PRT ini telah didukung oleh tiga pelaku, yaitu PRT, penyalur tenaga kerja, maupun pengguna, tapi DPR belum juga mengesahkannya sebagai Undang-Undang. Ditambah kenyataan bahwa DPR sebentar lagi akan disibukkan dengan Pemilihan Caleg dan Pilpres 2019, RUU PRT terancam kembali dilupakan, seperti nasib jutaan PRT di tanah air. (f)

Baca juga:
8 Pertanyaan untuk Calon Asisten Rumah Tangga
 


Topic

#tenagakerja, #BuruhWanita

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?