Trending Topic
Potensi Bisnis Besar Film Dokumenter di Indonesia

20 Oct 2018


Salah satu adegan dalam film dokumenter Help is On the Way? yang terseleksi di ajang Docs by the Sea 2018./Foto: dok. Docs by the Sea
 
Direktur Program In-Docs Amel Hapsari mengungkap bahwa animo para pembuat film dokumenter di Indonesia tengah mengalami pertumbuhan yang positif. Seperti yang tercermin dari penyelenggaraan Docs by the Sea, forum internasional yang fokus pada pendanaan dan distribusi film dokumenter Asia Tenggara.
 
Amel berbicara di acara peluncuran buku OPUS oleh Badan Ekonomi Kreatif (BEKRAF) Indoesia, yang merangkum pencapaian dan proyeksi ekonomi kreatif 2019 di Jakarta, Kamis (17/10). Ia mengatakan bahwa dalam dua tahun terakhir, Docs by the Sea telah berhasil mengumpulkan 62 film dokumenter dari seluruh negara, dan menarik 50 investor asing yang tanpa ragu menyuntikkan dana sebesar 550.000 dolar AS bagi para pembuat film. Angka yang sama sekali tidak kecil!
 
Geliat pertumbuhan film dokumenter di atas mestinya menjadi sebuah momentum penting yang harus segera mendapat sokongan serius dari sektor swasta dan pemerintah.
 
Managing Partner Ideosource Andi S. Boediman yakin jika upaya serius meningkatkan kualitas produk. Salah satunya, dengan membangun infrastruktur berkualitas yang akan mendorong bisnis film Indonesia meraih potensi terbaiknya, dan menyejajarkan diri dengan industri perfilman dunia.
 
Menurutnya, Indonesia bisa belajar banyak dari kesuksesan Korea Selatan. Ia mengatakan bahwa di Korea Selatan, pemerintah daerahnya tidak tanggung-tanggung memberikan investasi besar untuk membangun infrastruktur industri film. Mulai dari menyediakan green screen, perangkat robotik, sampai menyediakan studio alam atau open studio bagi para pembuat film.
 
“Kalau kita datang membuat film di Korea, membelanjakan 1 juta dolar AS, maka kita akan mendapatkan cashback sebesar 20%-25%. Insentif ini tentu menarik para pembuat film asing. Makanya, syuting film Black Panther diambil di Korea,” ungkap Andi, yang menyerap pengetahuan ini dari Busan Film Festival 2018.
 


Film dokumenter Don't Talk About Freedom filmnya sendiri dibeli oleh Current Time TV./Foto: Dok. Docs by the Sea
 
Pemerintah daerah di Korea juga menyediakan studio alam, atau open studio dengan beragam setting latar belakang waktu, dari tahun 40-an hingga sekarang. Tentu saja ini akan memudahkan pembuat film dokumenter yang ingin mereka ulang adegan dengan latar belakang tahun tertentu.
 
“Dengan sewa per hari sekitar US$2.000, pembuat film bisa mendapat akses lokasi studio terbuka. Bahkan mereka bisa membangun setting baru,” lanjut Andi.
 
Mengasah pebakat-pebakat di film dokumenter, upaya pendanaan, wadah yang menghubungkan pembuat film dan investor, serta distribusi, memang masih harus terus dikembangkan. Namun, ada satu lagi katalis yang belum digarap dan memiliki arti tak kalah penting.
 
“Hingga saat ini film dokumenter belum memiliki distributor formal. Sehingga pembinaan penonton menjadi katalis penting yang harus terus dilakukan,” ungkap Amel.
 
Amel mengatakan  bahwa ada beberapa inisiatif yang bisa dilakukan di Indonesia. Di antaranya, komitmen televisi publik untuk lebih sering menayangkan film-film dokumenter, terutama film yang bukan dibuat secara in-house oleh stasiun itu sendiri.
 
Pengenalan terhadap film dokumenter ini menurut Amel juga bisa diupayakan melalui jalur pendidikan di sekolah. Departemen pendidikan, menurutnya bisa saja berinvestasi pada pembuatan material pembelajaran secara visual melalui film dokumenter.
 
“Materi visual berupa film dokumenter dari mata pelajaran di sekolah ini dapat menumbuhkan kesukaan dan membangun kebiasaan anak untuk menonton dan mengapresiasi film dokumenter sejak dini,” harap Amel. (f)


Baca juga:

Film Dokumenter dan Dukungan untuk Kemanusiaan
Indonesia Dalam Buku dan Film


Topic

#EkonomiKreatif, #BEKRAF, #FilmIndonesia

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?