Trending Topic
Pengaruh Konflik Politik Pilkada yang Tidak Toleran Pada Perilaku Anak

11 Apr 2017


Foto: 123RF


Menguatnya permusuhan berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) akibat konflik dalam pemilihan umum kepala daerah (pilkada), khususnya di DKI Jakarta, membawa dampak buruk pada pendidikan di Indonesia.

Hal ini ditandai dengan beredarnya surat intimidasi yang dilakukan oleh seorang anak SD yang menyatakan temannya adalah kafir, ancaman lain yang dilakukan secara verbal kepada murid, serta beredarnya beberapa video yang memperlihatkan anak-anak berseragam SD sedang menyuarakan panji ideologi politik transnasional anti-kebinekaan. Bila dibiarkan, kondisi ini akan menjadi ancaman bagi bangsa, karena  makin tingginya paham radikalisme.

Aksi unjuk rasa yang berujung ricuh, ceramah para pemuka agama yang menyuarakan kata-kata bunuh dan gantung, serta beredarnya spanduk berisi isu SARA adalah hal-hal yang tidak sepatutnya terjadi. Prof. Irwanto, Ph.D dari Pusat Kajian Perlindungan Anak (PUSKAPA) menjelaskan, konflik horizontal yang melibatkan anak-anak akan menciptakan konflik horizontal pada generasi berikutnya.

“Mungkin saja bagi kita konflik pilkada ini hanya sementara, tapi bagi anak-anak tidak. Omongan kasar dan kekerasan yang mereka dengar dan lihat akan tetap tertanam dalam pikiran mereka,” katanya, dalam diskusi bertema Darurat Pendidikan Indonesia Atas Menguatnya Permusuhan Berdasar Agama yang diselenggarakan oleh Aliansi Masyarakat Sipil untuk Konstitusi (AMSIK) di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Lebih lanjut Irwanto menjelaskan, paham-paham radikalisme yang sudah sempat direkam oleh memori anak-anak sangat sulit untuk diperbarui. Apalagi tenaga pendidik tidak punya keahlian mengembalikan lagi kondisi psikologi anak. Negara tidak boleh abai dari tanggung jawabnya melindungi hak-hak anak dari kepentingan dan ambisi orang dewasa, terlebih ketika anak-anak dijadikan sebagai objek politik praktis.

“Hentikan melibatkan anak dalam kampanye dan aksi unjuk rasa. Segera turunkan spanduk-spanduk berisi isu SARA,” tegas Henny Supolo, dari Yayasan Cahaya Guru (YCG).

Baca juga:
Pentingnya Toleransi
Menakar Tingkat Toleransi di Indonesia

Sementara itu, Maria Ulfah Anshor, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), menyatakan bahwa konflik politik pilkada yang tidak toleran sangat memengaruhi perilaku anak. Jika terus dibiarkan, akan berbahaya bagi tumbuh kembang anak. Sebab, kepada mereka telah tertanam intoleransi dan kebencian. “Marilah para orang tua serta guru mengajarkan anak-anak kita dengan nilai-nilai toleran, menghormati dan menghargai sesama warga negara,” tutur Maria. 

Maria meminta kepada Dinas Pendidikan dan kepala sekolah untuk memberikan peringatan bagi guru yang melibatkan anak dalam politik dan intoleran. Ia juga mendesak Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) untuk memberikan sanksi bagi siapa saja yang melibatkan anak dalam aktivitas politik. (f)


Topic

#Pilkada

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?