Trending Topic
Najwa Shihab, Membaca Buku Melatih Orang Menyaring Hoax

7 Sep 2017


foto: Tenni

Seorang fisikawan Amerika mengirimkan paper ke sebuah jurnal ilmiah. Redaksi jurnal tersebut mempublikasikannya hingga suatu hari sang fisikawan mengaku bahwa paper yang ia kirimkan adalah hoax. Ia hanya ingin menguji apakah redaksi jurnal tersebut bisa mendeteksi informasi yang benar atau salah.
 
Cerita ini disampaikan Najwa Shihab dalam pembukaan Indonesia International Book Fair (IIBF) 2017 di Plenary Hall, Jakarta Convention Center (JCC). “Redaksi jurnal ilmiah saja bisa menjadi korban hoax, apalagi kita, apalagi orang awam,” tambahnya. Najwa mendapat kesempatan berbicara di pembukaan IIBF karena ia dianugerahi IKAPI Award untuk kategori Literacy Promoter. Sebelumnya, Najwa telah dipilih oleh Perpustakaan Nasional Republik Indonesia sebagai Duta Baca Indonesia periode 2016-2020.
 
Najwa mengatakan bahwa di era digital saat ini sulit memperoleh informasi yang utuh dan jernih. Termasuk media-media online yang meski memiliki editor tetapi tetap menghadirkan informasi yang sepotong-sepotong yang bisa berakibat pada kesalahan penerimaan informasi. Media-media online terjebak dalam informasi instan karena berlomba-lomba menjadi yang tercepat dalam menyajikan informasi. “Kalaupun ada klarifikasi, dimuatnya di artikel lain yang belum tentu terjangkau oleh pembaca artikel sebelumnya,” ujar Najwa.
 
Najwa menambahkan, hal ini semakin parah jika media online dikawinkan dengan media sosial, membuat media kesulitan menampilkan sesuatu secara adil. Najwa menyebut bahwa era digital ini juga menyebabkan banjir bandang hoax atau virus dusta. “Ruang redaksi juga tidak luput dari hoax, atau saya menyebutnya virus dusta,” ungkapnya.
 
Sayangnya, menurut Najwa buku bukan obat mujarab untuk menangkal hoax. Akan tetapi pembaca buku bisa menjadi penerima informasi yang tidak pasif. “Membaca buku adalah sebuah perjalanan panjang. Membaca buku dapat melatih cara berpikir yang tidak sepotong-sepotong. Pembaca buku tidak mudah memberi kesimpulan sebab ia harus melewati bab demi bab hingga kalimat terakhir. Seiring bertambahnya jam terbang membaca, orang akan semakin berhati-hati. Pembaca buku yang bisa menemukan makna dari apa yang ia baca merupakan pembaca dengan tingkat tertinggi. Pembaca seperti ini yang biasanya bisa aktif menyaring hoax,” jelas Najwa.
 
Bagi Najwa, zaman digital ini jika dilihat secara positif bisa sangat berguna bagi siapapun yang bisa memanfaatkannya dengan baik. “Buku-buku yang selama ini dilarang terbit kini bisa dengan mudah ditemukan lewat mesin pencari. Siapapun yang mempunyai koneksi internet, atau tidak fakir kuota, dan punya kehendak kuat untuk belajar, pasti bisa menjadi pembelajar autodidak yang brilian,” tutup Najwa.(f)
 
 


Topic

#buku, #najwashihab, #iibf2017

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?