Foto: Pixabay
Tidak pernah terpikir oleh Vera Nanda Putri (29) bahwa perkawinannya dengan pria Korea Selatan akan membuatnya dihajar netizen. “Setelah menikah dengan P.H. Jun (30) pada 25 Februari lalu, entah mengapa seketika akun media sosial saya dibanjiri komentar-komentar negatif,” cerita Nanda.
Menurut wanita yang kini tinggal di Korea ini, sebagian besar yang berkomentar adalah pencinta drama dan musik Korea. “Rata-rata dari mereka juga memimpikan mendapatkan pasangan pria asli Korea. Saya yang pada awalnya sempat bingung pun akhirnya menyadari bahwa mereka tidak menyukai saya yang ternyata mendapatkan apa yang mereka inginkan. Seolah mereka tidak terima dengan takdir orang lain,” imbuh Nanda.
Bullying di dunia nyata adalah hal yang sudah biasa terjadi. Namun, bullying di media sosial terus bertumbuh seiring dengan kian banyaknya pengguna internet. Bahkan mungkin sebagian dari kita ada yang menjadi pelaku bullying atau kita menjadi orang yang menikmati ketika ada bully rame-rame ke satu pihak.
Lebih-lebih bila pihak yang di-bully itu kebetulan juga orang yang ngeselin (meski tidak pernah menyakiti kita secara langsung atau berseberangan secara paham atau pilihan politik), maka kita akan ‘gelar tikar’ untuk menyaksikannya ‘dirajam’ netizen.
Mengingat kejadian yang menimpa Nanda, bullying bisa menimpa siapa pun, tanpa mereka melakukan apa pun yang menyakiti orang lain misalnya. Memang tidak fair. Namun, di dunia maya sepertinya masih berlaku hukum rimba, meski sudah ada UU ITE sekalipun.
Karena itu, belajarlah dari Nanda maupun Bella Fawzi, mereka terlihat cool dalam menanggapi bullying dari netizen. Bahkan, tulisan Bella di akun Instagram-nya, Kami, saya dan @chikifawxi tidak bisa memilih lahir dari orang tua yang seperti apa, dipuji banyak orang dan dianggap sebagai cara elegan untuk melawan hujatan orang.
Baca juga:
Lakukan 8 Hal Ini, Bila Anda Sedang Kena Bully di Media Sosial
Setiap Orang Bisa Kena Cyberbullying, Ini Sebabnya!
Dari Iseng Sampai Ikut-Ikutan, Ini Alasan Seseorang Melakukan Bullying di Media Sosial
Mengingat bullying itu bisa menimpa siapa saja, menurut Listyo Yuwanto, psikolog dari Universitas Surabaya, seseorang harus menyadari bahwa semua pernyataan kita di media sosial, meskipun netral, dapat direspons berbeda oleh orang lain.
“Harus disadari bahwa hal tersebut merupakan konsekuensi dari media sosial. Jadi, dengan kesadaran ini harusnya kita lebih siap menerima perundungan baik secara mental maupun perilaku,” ujar Listyo.
Kita juga perlu berhati-hati dalam melakukan klarifikasi atau respons terhadap bentuk bullying yang terjadi di media sosial. Karena, meski tujuan klarifikasi sebetulnya untuk memperjelas maksud atau pernyataan kita sebelumnya namun di media sosial kita tidak mengetahui secara pasti siapa lawan bicara kita. Sehingga bisa saja masalah akan bertambah panjang.
“Artinya, apabila klarifikasi kita sudah disampaikan, tetapi bullying terus berlangsung dan tidak dapat menerima klarifikasi kita, jangan diteruskan respons tersebut,” saran Listyo.
Dukungan sosial juga diperlukan, karena dukungan sosial dapat membantu kita untuk bertahan dalam kondisi tertekan akibat bullying. Apa bentuknya? Bisa melalui curhat, mencari informasi yang harus dilakukan dan bentuk dukungan sosial lainnya dari pihak-pihak yang bisa kita percaya dan kita tahu kompetensinya. Listyo menekankan agar kita peka terhadap perubahan diri, dampak dari perundungan.
Ketika kita menyadari sudah mulai sulit tidur, sakit kepala, sakit perut, sulit berkonsentrasi, mudah lupa, mulai ada pikiran bunuh diri, tidak nyaman berinteraksi dengan orang lain, dan tanda-tanda kesehatan yang lainnya yang mulai terganggu.
“Apabila diri kita sudah merasa ada perubahan ke arah negatif, baik secara fisik, sosial, ataupun psikologis, kita harus segera mencari bantuan ke dokter ataupun psikolog atau konselor, atau pemuka agama ataupun orang-orang yang dipercaya. Kalau kita sudah tidak kuat lagi karena bullying itu sudah menyerang di luar konteks, maka bisa saja kita melapor ke polisi,” saran Listyo.
Ibarat peribahasa: sedia payung sebelum hujan, kita juga bisa melakukan hal-hal yang bisa mengurangi potensi bullying dari orang yang tidak dikenal secara nyata di kehidupan sehari-hari.
“Pelajarilah baik-baik term of condition semua akun media sosial yang kita punya. Ubah setting media sosial kita, yaitu hanya dapat berinteraksi dengan orang-orang yang dikenal, terutama orang-orang yang dikenal baik,” ujar Meily, sambil menyarankan untuk menutup atau menonaktifkan media sosial kita apabila kita sudah tidak sanggup membaca atau melihatnya.
Atau, sebelum ditutup atau dinonaktifkan, untuk mengurangi keinginan mengakses secara otomatis, kita dapat mengurangi notifikasinya sehingga akses menjadi terbatas. (f)
Topic
#bullying, #cyberbullying, #mentalmerdeka