Trending Topic
Bully Menimpa Siapa Saja

22 Jul 2015


Tak pernah diajak bicara, tak pernah ditanya pendapatnya dalam pengambilan keputusan di divisinya, hingga selalu diejek atau ditolak saat ia mengutarakan pendapat, membuat Arni tertekan. Apalagi ia menyadari bahwa seharusnya posisinya cukup penting dalam kelangsungan produk yang dihasilkan divisinya.

Ketika ia mengadukan masalahnya ke HRD, mereka menganggap Arni berlebihan. Padahal ia tahu, rekan kerjanya juga sering saling posting di media sosial yang menyindir dirinya. Misalnya, ada posting di Facebook yang mengatakan, “Udah enggak dibutuhin, dodol pula. Ha... ha... ha….” Arni paham betul posting itu menyindir dirinya yang cenderung lebih banyak diam di meeting mingguan. Akhirnya ia pun mengajukan resign karena tak tahan harus hidup dalam tekanan.

Apa yang dialami Arni, tidak bisa dianggap remeh, karena yang dilakukan oleh rekan-rekan di divisinya telah membuat Arni tertekan. Menurut Monty Satyadarma, psikolog dari Universitas Tarumanegara, apa yang telah dilakukan rekan sekerja Arni merupakan tindakan bullying. “Karena Arni merasa terancam dengan perlakuan tersebut,” katanya.
   
Arni adalah orang dewasa yang bisa mengambil keputusan untuk dirinya sendiri. Bagaimana dengan anak-anak? Kasus bullying di Bukittinggi akhir tahun 2014 lalu telah membuka mata banyak orang bahwa sekolah adalah tempat di mana bullying paling mudah terjadi. Sebuah video menyedihkan beredar di internet. Tampak seorang anak perempuan berseragam SD dan berkerudung meringkuk di pojokan ketika ditendangi dan dipukuli kawan-kawan prianya. Temannya yang lain tak ada yang berusaha menolong, bahkan siswa yang memukul justru berpose dengan bangga di depan kamera.
   
Itu jelas anak mengalami bully secara fisik. Monty bercerita, seorang anak, sebut saja A, merupakan siswa berprestasi dan memiliki kreativitas unik. Ia pandai membuat cerita pendek dan gambar artistik. Kemampuannya itu jauh di atas kemampuan kelompok sebayanya. Tapi, ia dicemooh sebagai seniman kampung.  Sejak itu, ia    mengalami school phobia, takut pergi ke sekolah. “Saat itu ia menjalani konseling dan terapi suportif, yang membantu siswa tersebut memproduksi lebih banyak karya untuk kemudian dipamerkan dan memperoleh respons baik dari lingkungan,” ungkap Monty.
   
Menurut data kasus perlindungan anak dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia 2011-2015, jumlah anak sebagai korban kekerasan fisik (penganiayaan, pengeroyokan, perkelahian, dan sebagainya) terus mengalami peningkatan, dari 94 korban pada tahun 2011 menjadi 273 korban pada tahun 2014. Hingga Maret 2015, pengaduan yang masuk ke KPAI sudah mencapai 36 aduan.
   
Anak sebagai korban kekerasan psikis (ancaman, intimidasi, dan sebagainya) juga terus meningkat. Pada tahun 2011, ada 35 korban dan pada tahun 2013 mencapai 74 korban. Hingga Maret 2015, sudah mencapai 9 anak.
   
Tak hanya di sekolah. Tindakan bullying di media sosial justru sedang ramai. Dari artis yang senang tampil seksi di Instagram, ABG yang iseng posting di Facebook-nya, hingga orang biasa yang di-bully karena curhatan-nya. Ingat Florence Sihombing? Mahasiswi S-2 UGM ini habis diejek dan diomeli netizen se-Yogyakarta gara-gara ia mengungkapkan kekesalannya dengan mengejek orang Yogya, dan akhirnya ia meminta maaf karena telah membuat marah masyarakat. (f) 
   





Topic

#mentalmerdeka

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?