Trending Topic
Belajar dari Peristiwa Sagamihara, Kita Harus Siap Bela Diri

26 Jul 2016


Foto: Dailymail.co.uk, Twitter/@filipinoposts

Kita nggak akan pernah bisa menduga apa yang ada di pikiran seseorang. Meski sudah berhati-hati, ternyata ada saja orang yang senang mengambil kesempatan sehingga merugikan kita—bahkan membahayakan nyawa orang lain! Seperti halnya kabar mengejutkan yang datang dari Jepang, salah satu negara dengan tingkat kriminalitas rendah.

Berdasarkan berita yang dilansir CNN, seorang pria pada dini hari waktu setempat menerobos masuk ke dalam Tsukui Yamayuri En, yaitu sebuah fasilitas perawatan kaum difabel dengan keterbelakangan mental di Sagamihara, dan menusuk 19 orang menggunakan pisau hingga tewas dan dikabarkan 26 orang terluka serius.

Tiga puluh menit setelah beraksi, Satoshi Uematsu (26), mendatangi kantor polisi dan mengakui perbuatannya. Satoshi meninggalkan pisau dan beberapa senjata tajam lain dengan noda darah di dalam mobilnya. Menurut koran lokal Asahi Shimbun, tersangka memang berniat membunuh dengan mengungkapkan, “Saya ingin menyingkirkan difabel dari muka bumi.” Ironisnya, Satoshi sendiri pernah bekerja di fasilitas tersebut  hingga Februari 2016!

Tsukui Yamayuri En dihuni oleh 149 orang berusia 19 hingga 75 tahun sejak April 2016 seperti dikutip dari Japantoday.com.  Peristiwa Sagamihara—kota yang terletak 50 km dari Tokyo—menjadi pembunuhan massal terparah di Jepang sejak Perang Dunia 2. Sebelumnya Sagamihara juga menjadi tajuk utama pada tahun 2012, ketika Naoko Kikuchi ditangkap karena melakukan serangan gas di subway Tokyo terhadap 5.500 orang terluka dan 13 tewas di tahun 1995.

Untuk melindungi keselamatan kita, apa yang harus dilakukan untuk menjaga diri? Menurut Teuku Rizal Djohan, pelatih Women’s Self Defense kelas private/corporate, kejahatan nggak cuma muncul karena sudah direncanakan pelaku sejak awal, tetapi juga karena adanya emotional distraction.

“Banyak kasus kejahatan terjadi karena pelaku merasa kita ‘mengundangnya’. Kita membuat pelaku yakin bisa berhasil melakukan hal-hal buruk. Itu artinya, kita telah memberikan gangguan emosi kepada pelaku—dari yang tadinya nggak berniat buruk menjadi jahat.”

Faktor lain yang menurut Rizal membuat kita jadi korban kejahatan adalah kondisi terasing (isolated). Nggak cuma terasing dalam lingkup lokasi dan relasi aja, tapi juga mental. Keterasingan lokasi dan relasi terjadi saat kita berada di sebuah tempat yang baru tanpa ada satu orang pun yang kita kenal. Sementara itu, keterasingan mental terjadi ketika fokus pikiran kita teralihkan kepada satu hal tertentu.

“Saat kita asyik SMS-an, otomatis fokus kita hanya ada pada ponsel aja. Bisa dipastikan, kita nggak akan sadar jika ada orang lain yang mau berbuat jahat kepada kita. Hal inilah yang disebut keterasingan mental atau mental blocked. Jenis keterasingan seperti ini yang sering dialami orang,” jelas Rizal.

Berikut tip jaga diri dari Rizal agar kita lolos dari sikon yang membahayakan keselamatan maupun pelecehan seksual:

1. Selalu terkoneksi dengan orang-orang yang melindungi diri kita. Misal, kita diundang pesta di malam hari, pastikan orang yang akan menjemput dan mengantar bakal bertanggung jawab terhadap keselamatan kita.

2. Kalau pulang malam sendirian, pastikan kita melalui jalan yang aman dan ramai. Tapi, tetap waspada terhadap keadaan di sekeliling, dong.

3. Jika naik taksi, biasakan untuk menginformasikan perusahaan dan nomor taksi yang ditumpangi kepada keluarga atau pacar. Kalau perlu kita memesannya, bukan menghentikannya di pinggir jalan.

4. Jangan gampang percaya pada orang—sekalipun kita mengenalnya. Jika menurunkan kadar kewaspadaan akan ada saja orang yang memanfaatkannya. Misal, meninggalkan minuman kita tanpa pengawasan. Bisa jadi seseorang memasukkan sesuatu ke dalamnya. (f)
 


Topic

#tragedi

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?