Travel
Tren Liburan: Kini Sudah Jadi Kebutuhan Umum

15 Nov 2016


Foto: Fotosearch

Kini, pergi berlibur sudah menjadi kebutuhan banyak orang. Seiring naiknya tingkat pendapatan, maka liburan ke luar negeri yang dulu menjadi barang mewah, kini sudah beralih menjadi mass luxury, atau hal yang lumrah dilakukan orang.

Euromonitor mencatat bahwa jumlah pelancong Indonesia yang berlibur ke luar negeri meningkat 20% per tahun. Sementara itu, ajang Garuda Airlines Travel Fair (GATF) yang baru saja berlalu tahun ini juga mengungkap komposisi tujuan perjalanan: 60% wisata ke luar negeri dan 40% wisata domestik. BPS juga mencatat, sejak tahun 2008 terjadi kenaikan konstan jumlah penumpang pesawat sebesar 20% per tahun.

Tren ini didorong oleh berbagai tawaran kemudahan, seperti ajang promo tiket, hotel, atau tujuan wisata, yang pada dasarnya terbangun oleh mekanisme persaingan di antara pelaku industri turisme sendiri. Seperti yang diakui oleh VP Corporate Communication Garuda Indonesia, Benny S. Butarbutar, “Ide penyelenggaraan GATF  awalnya didasari pada kebutuhan dan permintaan pengguna jasa terhadap tiket penerbangan Garuda Indonesia dengan tarif kompetitif. Apalagi saat itu tren penerbangan low cost carrier mulai berkembang,” ungkapnya.

Tren liburan ini pun bisa terlihat jelas di Indonesia lewat maraknya penyelenggaraan pameran dari biro perjalanan di mal-mal, gelar promo tiket online dari berbagai maskapai, sampai penyelenggaraan travel fair yang selalu dinanti-nanti oleh para budget traveler di tanah air. Antusiasme masyarakat terhadap travel fair ini juga terekam dalam Google Trends, di mana pencarian kata ‘Travel Fair’ meningkat empat kali lipat dari tahun 2011.

Baru-baru ini animo masyarakat pelancong tersedot melalui ajang Garuda Indonesia Travel Fair (GATF) 2016, yang diselenggarakan dalam dua fase:  pada   April (Fase 1) dengan total 69.000 pengunjung, dan pada 7 – 9 Oktober (Fase 2) dengan target 80.000 pengunjung. Acara ini diselenggarakan di 17 kota lain, mulai dari Bandung, Kupang, Makassar, Manado, Ambon, sampai ke Timika dan Jayapura.

Dalam hal ini, GATF bukan pemain satu-satunya. Setidaknya ada belasan pemain lain, seperti Indonesia Travel Fair (ITF), Astindo Fair, Kompas Travel Fair, The Majapahit Travel Fair, Travel Religi Expo, serta Gebyar Wisata dan Budaya Indonesia. Di Jakarta saja, penyelenggaraan travel fair bisa mencapai frekuensi 50 hingga 60 kali  tiap tahun. Ini belum menghitung travel fair yang diselenggarakan di daerah-daerah.

“Tren berburu tiket murah dan destinasi liburan di acara pameran seperti  ini booming sejak tiga tahun ke belakang. Ditandai dengan pesatnya kenaikan masyarakat kelas ekonomi menengah di Indonesia,” ungkap Panca Sarungu, CEO RajaMICE, perusahaan event organizer yang pada tahun 2008 menjadi pionir travel fair di Indonesia lewat ajang Indonesia Travel & Holiday Fair (ITHF), yang kini berubah nama menjadi Indonesia Travel Fair (ITF).

Persaingan di antara travel fair pun makin ketat, baik yang terjadi di antara penyelenggara  travel fair,  maskapai, maupun  biro penyelenggara perjalanan wisata. Bahkan, salah satu biro perjalanan sekaliber Shilla Tour yang telah 25 tahun berpengalaman di dunia tour & travel pun merasakan ketatnya kompetisi.
“Lima tahun yang lalu, kami bisa meraih keuntungan 5%-7%. Sekarang, bisa mendapat keuntungan 1%-3% saja sudah bagus. Sebab, semua travel agent banting harga. Untuk bisa bersaing dengan mereka, kami membuat berbagai penawaran menarik, seperti memberi voucher hotel, cashback, dan bonus traveling bag, seperti American Tourister,” papar Andi Wirawan, Marketing Manager Shilla Tour.

Baca juga: Namun, di sisi lain, maraknya penyelenggaraan travel fair membuat masyarakat Indonesia makin teredukasi dalam membelanjakan uangnya untuk liburan. Dari yang awalnya impulsive buyer, karena tergiur harga supermiring, kini menjadi konsumen yang lebih terencana. Terencana karena harga promo tiket besar-besaran yang ditawarkan oleh maskapai atau paket tur rata-rata mematok tanggal keberangkatan dalam hitungan bulan hingga 1 tahun setelah pembelian. Dengan demikian, mereka dapat mengatur rencana keuangan untuk liburan dengan lebih baik.

Perubahan perilaku konsumen liburan di Indonesia ini terekam dalam survei yang dilakukan oleh Traveloka, menjelang liburan akhir tahun 2015. “Sekitar 50% konsumen Indonesia memesan akomodasi, seperti tiket pesawat dan hotel, 1 hingga 7 hari sebelum liburan. Sisanya, memesan 8 hari sebelum liburan. Meski trennya belum tinggi,  masyarakat Indonesia mulai mempersiapkan akomodasi liburannya sejak jauh-jauh hari,” jelas Busyra Oryza, Communication Executive Traveloka. (f)


Topic

#Traveling

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?