Travel
Jalan-jalan ke Jeonju, Kota Tenang di Korea Selatan

20 Aug 2016


Situs Bersejarah Omokdae yang gagah di atas bukit
Foto: Dok. Pribadi

Bisa jadi, saya, Risalah Nur Estetika, sudah terobsesi dengan keseimbangan hidup hingga merasa perlu menerapkannya di  tiap sisi kehidupan, termasuk saat traveling. Misi tersebut saya wujudkan bersama suami saat mengunjungi Korea Selatan, pada Maret lalu. Selain Seoul, kami menambahkan Kota Jeonju yang lebih tenang dan santai, untuk dikunjungi. Tidak salah pilih, karena ibu kota Provinsi Jeollabuk-do ini ditetapkan oleh Cittaslow International sebagai slow city-nya Korea Selatan.
 
Kehangatan Hanok
Sopir taksi yang mengantar kami dari terminal bus Jeonju menunjuk ke arah kanan. Ia berbicara dalam bahasa Korea yang tidak kami pahami. Mata saya pun mengikuti arah tangannya. Tanpa perlu mengerti kalimat yang ia ucapkan, saya langsung terpesona. Dari dalam taksi yang sedang melaju cukup cepat di atas jalan raya, tampak lautan rumah hanok, rumah tradisional Korea, terhampar cantik sejauh mata memandang.

Tempat itulah tujuan kami, Jeonju Hanok Village. Area di tengah Kota Jeonju, tempat bermukim lebih dari 800 hanok yang masih terpelihara dengan baik. Bangunan tradisional ini  bersanding apik dengan beberapa bangunan bersejarah peninggalan Dinasti Joseon, dinasti terakhir yang memerintah Korea pada tahun 1392 - 1897. Tidak sabar rasanya untuk bermalam di sini.

Setelah menelepon pihak penginapan yang mengarahkan sopir taksi kami, akhirnya kami tiba di Saekdongjeogori Guesthouse. Sebenarnya, jalan-jalan utama di Jeonju Hanok Village cukup lebar untuk menampung dua mobil berpapasan. Namun, banyak juga penginapan yang berada di gang sempit, seperti penginapan kami ini, sehingga cukup menantang untuk ditemukan.


Hanok, tempat kami menginap di Jeonju
Foto: Dok. Pribadi

Penginapan kami berbentuk hanok kecil. Di dalamnya terdapat empat kamar yang disewakan untuk para wisatawan. Sentuhan kayu dan suasana alam yang berpadu dengan desain tradisional seakan membawa kami berjalan menjelajahi waktu. Kami seperti pasangan Korea era Dinasti Joseon yang sedang beristirahat dengan hangat di rumah sendiri. Homey!

Meski saat itu udara di luar cukup dingin karena belum sepenuhnya memasuki musim semi, suasana di dalam hamok justru terasa hangat. Padahal, tidak ada penghangat ruangan. Sejujurnya, saya sempat khawatir akan kedinginan saat tengah malam. Apalagi di dalam kamar tidak ada ranjang, kami tidur di lantai beralaskan futon, seperti cara tradisional orang Korea.

Rupanya, kehangatan yang tercipta di dalam hanok ini berasal dari lantainya yang mempertahankan sistem tradisional bernama ondol. Inilah cara masyarakat Korea menghangatkan rumah mereka dengan menyalurkan panas dari perapian yang biasanya terletak di belakang rumah. Suhu panas itu menjalar melalui batu-batu di bawah lantai hanok yang terbuat dari kayu. Konon, sistem ondol ini sudah dipakai di Korea sejak zaman perunggu atau sekitar 1000 SM.

Baca Juga: 5 Bintang Mukbang Korea Populer
 
Menjelajah Masa Lalu
Setelah merapikan barang-barang, kami memutuskan untuk menyusuri lorong-lorong di antara hanok yang dibatasi oleh pagar batu. Sebagai pelancong dengan waktu terbatas, berjalan kaki tak tentu arah sebenarnya cukup menyita waktu. Tapi, di sini waktu seakan melambat. Kami pun berjalan memutari Jeonju Hanok Village yang tidak terlalu luas. Kegembiraan kami rasakan, saat secara tidak sengaja menemukan bangunan Kuil Gyeonggijeon, yang sebelumnya hanya kami lihat melalui foto-foto di internet dan brosur wisata. Rasanya, cukup untuk ‘membayar’ waktu yang hilang.  

Kuil Gyeonggijeon terdiri atas beberapa bagian seperti istana, kuil, monumen, dan museum. Kuil ini termasuk salah satu bangunan yang cukup populer peninggalan Dinasti Joseon. Beberapa bangunan bersejarah di dalam area ini memang berkaitan langsung dengan keluarga Yi Seong-gye, pendiri sekaligus raja pertama Dinasti Joseon yang juga berasal dari Jeonju. Bahkan, konon, di kuil inilah plasenta Raja Yejong, raja ke-8 Dinasti Joseon, dikuburkan, sehingga terkesan sangat personal.

Kuil ini juga menyimpan benda-benda peninggalan era Joseon seperti potret resmi Yi Seong-gye dan raja-raja setelahnya, serta buku-buku yang tersusun rapi di museum. Dinasti Joseon memang dikenal menjejakkan pengaruh paling besar terhadap budaya Korea saat ini. Mulai dari norma, etika, bahasa dan dialek, ilmu pengetahuan, sastra, serta ekonomi berkembang cukup pesat di era ini.

Menikmati semua peninggalan Dinasti Joseon, tak terasa senja  makin dekat, cahaya matahari yang berwarna kuning keemasan memenuhi  tiap sudut desa. Kami pun kembali menelusuri jalanan desa. Ketika tiba di Jeonjuhyanggyo Confucian School, alunan alat musik petik terdengar syahdu membelah sunyi. Selain kami, hanya ada dua pengunjung lain di tempat yang pernah menjadi sekolah dan kuil untuk para penganut ajaran Konfusius di era Joseon itu. Penasaran, saya pun mencoba mencari sumber musik tersebut.

Suara itu ternyata berasal dari sebuah bilik di area yang sama. Dari celah-celah pintu yang terbuka, saya melihat seorang wanita memainkan gayageum, alat musik petik tradisional Korea, di dalam sebuah ruangan kecil yang berasap dari semacam dupa. Sungguh menghanyutkan. Bagi masyarakat setempat, gayageum bukan hanya untuk hiburan, tetapi juga sebagai sarana meditasi.

Setelah memuaskan rasa penasaran, kami melanjutkan perjalanan menaiki bukit tak jauh dari Jeonjuhyanggyo Confucian School. Berada di titik tertinggi di Hanok Village itu memungkinkan kami menikmati matahari terbenam sambil meresapi kisah di balik situs bersejarah Omokdae dan Imokdae yang berbentuk seperti rumah panggung. Sungguh romantis!

Omokdae  merupakan saksi bisu saat Yi Seong-gye merayakan kemenangan atas pertempurannya melawan tentara Jepang di masa kariernya sebagai panglima perang, sebelum mendirikan Joseon. Sementara Imokdae merupakan tempat leluhur Yi Seong-gye memainkan perang-perangan bersama teman-temannya.

Terjebak di tempat kaya sejarah, ditemani cahaya matahari menjelang senja, membuat kami berkhayal, seandainya kami berdua berada di era Joseon, apa kira-kira pekerjaan kami?

Suara petikan gayageum masih terdengar sayup-sayup, matahari menciptakan semburat kuning keemasan yang berpadu indah di atas ratusan hanok. Udara makin dingin, tapi kami masih enggan beranjak. (f)

Baca Juga: 5 Drama Seri Korea Terbaru yang Bikin Penggemar K-drama Penasaran

Risalah Nur Estetika - Kontributor


Topic

#travelkorea

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?