Travel
Cerita 3 Wanita Tentang Asyiknya Solo Traveling

5 Oct 2018


Foto: 123RF

Banyak kesempatan untuk lebih mengenali diri sendiri dan meresapi lingkungan sekitar. Tidak sedikit yang menjadikan perjalanan solo ini bagaikan ziarah batin alias mendetoks diri untuk menjadi manusia baru yang lebih baik sepulang perjalanan.
 
Bagaimana serunya solo traveling? Berikut cerita tiga sahabat Femina:


 
Lisa Gunarto, Key Account Staff, Jakarta
Mengejar Kebebasan
 
Perjalanan solo traveling saya justru terjadi tidak disengaja. Saat itu, tahun 2013, saya berdua teman sedang liburan ke Indonesia Timur. Namun, trip belum berakhir, teman saya jatuh sakit sehingga tidak bisa melanjutkan perjalanan. Ia terpaksa harus tinggal di Flores untuk memulihkan dirinya. Sementara, sesuai rencana, seharusnya kami melanjutkan perjalanan ke Pulau Rote.  
 
Karena merasa sudah keluar biaya banyak untuk tiket pesawat dan tanggung berada di sana, akhirnya saya meneruskan perjalanan sendiri. Jujur, awalnya ada perasaan takut. Takut untuk menghadapi masalah sendirian. Tapi, akhirnya saya nekat. Setelah menempuh perjalanan 1,5 jam dengan kapal laut, saya tiba di Pulau Rote. Saya pun mencari penginapan dekat dermaga agar merasa lebih tenang bisa cepat ‘escape’ jika terjadi sesuatu.
 
Baru keesokan harinya saya mengitari pulau. Karena merasa asing dan tidak ada persiapan riset sama sekali, saya pun menyewa ojek seharian. Yang mengejutkan, ternyata penduduk lokal sangat terbuka dan membantu dengan tulus. Tidak ada scam-scam seperti yang banyak terjadi di tempat wisata di luar negeri. Kalaupun mereka meminta bayaran lebih, saya rasa itu masih dalam batas wajar dan bukan tujuan mereka untuk menipu.
 
Sejak itu saya ketagihan jalan sendiri. Bukan sekali dua kali saya merahasiakan rencana liburan saya dari teman-teman. Sebab, kalau ada yang tahu, bisa-bisa mereka ingin ikut. Kalau hanya 1-2 orang, sih, masih oke, malah bisa menghemat bujet. Tapi, biasanya yang minta ikut itu bisa sampai lebih dari 4 orang! Kalau sudah seperti itu, saya memilih mundur saja. Bukan apa-apa, nanti malah enggak bisa enjoy karena tiap kepala pasti punya keinginan berbeda. Pusing!
 
Bagi saya, perjalanan bukan hanya sekadar datang ke suatu tempat dan foto-foto, tetapi lebih untuk kontemplasi diri. Dengan solo traveling, saya jadi punya banyak kebebasan dalam menentukan mau pergi ke mana atau berlama-lama di suatu tempat.
 
Biasanya, saya suka merenung di pinggir pantai sendirian, baca buku, menikmati keindahan sekaligus refleksi diri. Ini seperti detoksifikasi yang membuat saya jadi lebih sehat secara batin. Secara mental saya juga merasa jadi lebih banyak pejalan yang memilih untuk bertualang sendiri. Dalam kesendirian mereka mendapat
 
percaya diri dan berani. Ketika sendiri, kita jadi lebih perhatian pada sekeliling. Berinteraksi dengan penduduk lokal pun jadi lebih intens, sehingga ada banyak yang bisa didapat dari sekadar foto.
 
Sebetulnya, tidak perlu ada yang dikhawatirkan kalau kita pergi sendiri. Hal terpenting adalah mengenali medan. Belajar dari perjalanan pertama, saya jadi tahu bahwa riset sebelum keberangkatan itu sangat penting. Mencari informasi tentang tempat-tempat menarik mana yang ingin didatangi, transportasi, dan kisaran biayanya. Dengan begitu, saya tidak akan tertipu.
 
Setelah sukses jalan sendiri di Flores, saya lebih percaya diri dan lebih pintar mengatur kebutuhan perjalanan mandiri. Rasanya enggak percaya kalau solo trip bisa mengubah saya lebih percaya diri dan avonturir!
 
Sejauh ini saya sudah ke Pulau Miangas di Sulawesi, Samarinda dan Pontianak di Kalimantan. Untuk perjalanan ke luar negeri, saya pernah ke Thailand, Kamboja, dan Jepang. Kalau untuk perjalanan ke luar negeri, modal saya itu kartu SIM lokal dan Google Map. Ini sangat penting untuk tidak dikelabui saat naik transportasi lokal.
polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?