Travel
“Terbang” Melintasi Pegunungan di Swiss

21 Feb 2018


 Grindelwald First dari atas ketinggian. Foto: © Jungfraubahnen

 
Salju di awal Desember turun dengan deras di atas kompleks Pegunungan Grindelwald, Swiss. Kereta gantung mengantar saya menyeberang jurang antarpegunungan menuju First, salah satu puncak kecil di ketinggian 2.166 meter di atas permukaan laut (mdpl). Perjalanan yang cukup menantang bagi warga tropis seperti saya yang terbiasa dengan panasnya Jakarta. Selama lima hari, perusahaan kereta api Jungfrau Railway memanjakan kami dengan beberapa destinasi pegunungan Swiss yang memamerkan keindahan lanskap winter wonderland.   

"Ini termasuk salju awal dengan tekstur butiran salju yang lembut. Kurang ideal untuk bermain ski atau bermain kereta luncur salju," ungkap Bridgite, yang di usia 79 tahun masih terlihat fit dan aktif menjadi pemandu para wisatawan di kawasan pegunungan Swiss.

Tak ingin mengecewakan kami, Bridgite menggotong kereta luncur dan memakai bagian dasarnya untuk memampatkan salju, membuat jalur memanjang di salah satu lereng bukit. Jalur salju yang telah dimampatkan itulah yang nantinya menjadi jalur kereta luncur kami.

Terbakar melihat semangat Bridget, kami pun mengikuti metodenya, membuat jalur baru di sisinya. Sayang juga sudah jauh-jauh ke pegunungan Swiss, tapi tidak merasakan serunya beraktivitas di atas salju.

 

Yihaaaa...Serunya berseluncur salju di Grindelwald, Swiss. Foto: © Jungfraubahnen

Setelah puas melihat jalur yang sudah siap, kami mulai menggeret kereta naik ke bukit salju. Mengandalkan gaya grafitasi bumi dan tingkat kemiringan bukit, kami meluncur dengan kecepatan tinggi. Sebagai pemula, saya kewalahan mengendalikan arah kereta salju, sehingga melenceng dari jalur. Untung ada gundukan salju yang menghentikan laju kereta luncur.

Menegangkan, tapi bikin ketagihan! Padahal, butuh tenaga lumayan untuk menggeret kereta luncur ke atas bukit dan memampatkan lagi jalur luncur. Saking kegirangan, kami tidak peduli lagi. Terpaan angin bersalju meninggalkan bintik-bintik es di rambut, wajah, dan syal yang menutupi mulut. Ayo, tarik lagi!!

Namun, ketegangan yang sesungguhnya baru saya rasakan saat kami mencoba wahaha first glider di Grindelwald, yang berwujud elang raksasa. Di bawah sayapnya, kami diajak terbang melintasi lembah dan pegunungan dengan kecepatan tinggi.

 

Terbang melintasi pegunungan di bawah sayap "elang raksasa". Foto: © Jungfraubahnen
 
Perjalanan dimulai dengan sebuah tarikan ke titik puncak dalam kecepatan 72 km/jam, melintasi lembah pegunungan sejauh 800 meter. Arah terbang yang bertolak belakang dengan posisi kami membuat tubuh dan pandangan kami condong ke bawah, ke arah lembah pegunungan yang curam dan dalam. Jujur, saat itu saya hanya bisa berteriak sekencang-kencangnya. Hanya sesekali saja saya berani melihat ke bawah. Rupanya, saya bukan termasuk yang ekstrem untuk bermain-main dengan adrenalin seperti ini.

Begitu tiba di titik teratas si “elang raksasa” membawa kami pulang ke “sarang”. Kali ini kami dibawa terbang dengan kecepatan yang lebih tinggi, yaitu 83 km/jam. Takut rugi, kali ini saya benar-benar memaksakan diri untuk melihat lanskap winter wonderland dari sudut pandang mata elang, ke lembah curam di bawah saya, dan ke lereng-lereng pegunungan di kanan kiri saya. Sesaat, ketakutan saya berubah menjadi kekaguman. Namun, beberapa detik kemudian, arus deras adrenalin membuat saya kembali berteriak…Waaaaaaaa…!!! (f)


Baca juga:
Menjejakkan Kaki di Puncak Eropa
Jalan-Jalan Venesia: Kota Seni Dunia
Megahnya Piazza San Marco, Alun-Alun Kota Venesia




 


Topic

travel, living

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?