Sex & Relationship
Selain Menyebarkan Hoax, Media Sosial Juga Bisa Jadi Pemicu Konflik Rumah Tangga

4 Jan 2018


Foto: Pixabay
 
Apa yang terjadi pada Erni (34), yang bersitegang dengan suaminya (kini mantan suami) karena menemukan status sang suami untuk wanita lain di Facebook suaminya, nyatanya juga dialami oleh banyak pasangan yang bercerai di Indonesia. Data yang dikeluarkan oleh humas Pengadilan Negeri Agama Kota Bekasi menunjukkan bahwa pada periode Januari 2016 hingga Oktober 2017 telah tercatat ada 2.231 kasus perceraian yang sedang ditangani. Delapan puluh persen dari perselisihan di antara pasangan tersebut terjadi salah satunya disebabkan oleh media sosial.
 
Bahkan, fenomena ini juga berlangsung global. Tanpa disadari banyak orang, media sosial ibarat pisau bermata dua: bisa member manfaat, bisa juga menjadi bencana jika tidak berhati-hati saat ‘bermain’ di dalamnya. Data perceraian di Inggris menyebutkan, 33 persen pelaku perceraian menuding Facebook sebagai pemicu perpisahan dalam hubungan mereka. Penelitian yang dilakukan oleh situs perceraian Divorce Aid (AUK) pada September 2017 menjelaskan bahwa pasangan yang sedang dalam konflik kerap saling mengirimkan komentar buruk di Facebook.
 
Fakta tersebut diperkuat oleh studi bertajuk Cheating, Breakup and Divorce: Is Facebook Use to Blame? (2013), yang dirilis dalam Journal of Cyberpsychology, Behavior and Social Networking, bahwa orang yang menggunakan media sosial secara reguler (lebih dari sekali dalam sehari) lebih mungkin memiliki konflik terkait dengan pasangan mereka. Konflik ini serius, yaitu berkaitan dengan perselingkuhan, perpisahan, bahkan perceraian.
 
“Makin sering seseorang menggunakan Facebook, makin besar kemungkinan mereka memantau aktivitas media sosial pasangan mereka. Ini dapat menyebabkan perasaan cemburu,” tutur Russel B. Clayton, ketua studi tersebut. Ia juga menjelaskan bahwa media sosial dapat memicu terjadinya perselingkuhan, baik secara emosional maupun fisik.
 
Di sisi lain, penelitian yang dilakukan oleh Times of India menunjukkan bahwa sekitar 65 persen orang akan segera mengunggah sesuatu di media sosial setelah mereka merasa sakit hati atau marah. Media sosial juga bisa menjadi katalisator yang membuat seseorang menjadi tidak sabar dan tenang menghadapi masalah.
 
Ibarat nasi sudah menjadi bubur, apa yang telah diunggah di media sosial tak bisa ditarik kembali dan kebanyakan disesali oleh mereka yang melakukannya. Setidaknya, itu dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan oleh YouGov Omnibus (2015) bahwa 57 persen orang Amerika yang menggunakan media sosial menyesali apa yang telah mereka katakan.
 
“Sekitar 14 persen takut curhatan mereka dapat menyakiti hubungan dengan keluarga atau pasangan. Dan, 24 persen wanita lebih cenderung khawatir tentang kemungkinan unggahan itu merusak hubungannya dengan pasangan,” tutur Shane Paul Neil, peneliti YouGov Omnibus, kepada Huffington Post.(f)


Baca juga:
Curhat di Lini Masa Tentang Pasangan, Media Sosial Ibarat Diary Digital
9 Tanda Kita (Sebenarnya) Mem-bully Pasangan
Cara Mendeteksi Pasangan yang Selingkuh


Citra Narada Putri & Tenni Purwanti
 


Topic

#curhatmediasosial

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?