Sex & Relationship
Perhiasan Dijual Suami

23 Aug 2017


Foto: Pixabay
 
Sejak menikah sampai bayi kami kini berumur 6 bulan, suami (27)  belum bekerja. Ketika saya (27) konsultasikan dengan keluarganya, mereka berkata, tidak akan memaksanya bekerja. Sekarang ini kami tinggal di rumah mertua, namun untuk keperluan sehari-hari dan putra kami, sayalah yang memenuhinya.

Untuk memenuhi kebutuhan hidup, saya bekerja di dua tempat, dari pukul 06:00  hingga 21:00. Saya sering kurang tidur karena sendirian mengurus bayi dan menyusui. Ketika saya sampaikan kepada suami, ucapannya malah menyakiti hati saya. Saya juga sudah meminta pertolongan sahabatnya untuk berbicara dengannya, tapi hasilnya nihil.

Barang-barang berharga, seperti perhiasan dan barang elektronik, tiba-tiba lenyap. Suami mengakui telah menjualnya, namun ia berdalih, dulu begitu kami menikah harta saya menjadi milik bersama. Ia tak mau menjelaskan uang hasil penjualan itu  digunakan untuk apa.

Saya ikhlas bekerja dan menjadi tulang punggung keluarga. Tetapi, jujur, terkadang saya merasa memiliki ‘istri’, karena pasangan saya merawat anak di rumah.

Hilmiani - Surabaya

Saran Psikolog Irma Makarim
Keberanian menikah sepatutnya diiringi kesiapan untuk mandiri dalam  menjalani rumah tangga. Memang sikap Anda cukup mencerminkan kesiapan ini, tetapi tidak demikian kelihatannya dengan suami. Sejak sebelum menikah Anda telah mengenal sifat suami, namun mungkin Anda berharap ia akan berubah.

Tak perlu kecil hati bila harapan belum menjadi kenyataan, dan bahkan   keluarga suami kurang mendukung Anda. Anda perlu menyikapi kondisi ini dengan lebih baik lagi. Anda berdua pun harus memahami hak, kewajiban, dan  tanggung jawab masing-masing, serta menjaga keseimbangan dalam hidup sehari-hari.

Keikhlasan Anda  untuk bekerja keras menjadi tulang punggung  keluarga adalah sikap yang baik. Tetapi, Anda tidak perlu mengambil alih semua tanggung jawab. Beban harus ditanggung bersama, sehingga Anda tidak lagi kurang istirahat dan terlalu lelah. Janganlah membiarkan diri Anda bekerja 15 jam sehari, apalagi bila  Anda masih menyusui bayi.

Mungkin, sikap Anda mendukung sikap pasif suami. Sejak awal ia melihat potensi dalam diri Anda, dan nyaman Anda dampingi. Hal ini boleh saja, tetapi tidak berarti bahwa ia boleh memanfaatkan Anda.

Diam-diam menjual perhiasan Anda adalah sikap yang sudah di luar batas. Anda harus memperingatkannya dengan tegas. Katakan, bila ia membutuhkan uang lebih, maka ia pun harus bekerja. Suami seharusnya meringankan beban Anda dan bukan menambahnya.

Bila ia belum mau berubah, Anda harus sikap diri lebih dahulu. Lakukan pekerjaan sebatas kemampuan saja. Mulailah membatasi jumlah jam kerja dan beristirahatlah yang cukup. Tak usah peduli pada ucapan pedas keluarga suami. Minta suami untuk mencari tambahan uang untuk menutupi kekurangan biaya kebutuhan rumah tangga .
 
Tanggapan Psikolog Monty Satiadarma
Coba simak kembali hal-hal ini. Anda memilih pasangan hidup yang tidak bekerja, dan Anda bersedia menanggung segala beban hidup keluarga. Anda bekerja dengan rata-rata 15 jam per hari, suatu rentang waktu kerja yang amat berlebihan dan akan cenderung mengancam kesehatan serta kesejahteraan Anda, selain juga tidak dibenarkan oleh ketenagakerjaan. Anda kurang tidur, disakiti melalui pelecehan verbal, dan sebagian hasil kerja Anda dijual tanpa sepengetahuan Anda. Anda tetap melakukan hal tersebut, dan Anda justru mendukung perilakunya.

Dalam konteks psikologi, perilaku Anda dikenal sebagai co-dependent, yaitu perilaku yang justru mendukung perilaku yang tidak diharapkan. Kondisi seperti ini kemudian mungkin dilandasi dengan berbagai alasan. Misalnya, untuk tujuan mempertahankan hubungan rumah tangga, atau guna menjaga ‘nama baik’ di lingkungan sosial. Padahal, kondisi ini merupakan penyangkalan atas diri Anda.

Anda merasa terbelenggu, tetapi Anda tidak berupaya melepaskan diri dan tidak melakukan perlawanan. Hal ini dikenal sebagai sindroma Stockholm, yaitu menyerahkan diri untuk terbelenggu. Anda memang berusaha menghargai keluarga serta menghargai suami, akan tetapi usaha Anda keliru karena cara Anda menghargai mereka adalah dengan merendahkan martabat, kedudukan, serta peran Anda sendiri sebagai istri.

Untuk mengatasi hal yang sudah berlangsung lama ini, apalagi Anda sudah berketurunan, mengandung ragam risiko. Risiko terbesar adalah keterpisahan dan anak yang harus menanggung kesedihan. Namun demikian, jika Anda tidak mengubah sikap, maka kondisi akan terus berlangsung sama dan anak juga akan mengambil contoh buruk dari pola hubungan orang tuanya.

Anda harus mulai bersikap tegas menata keuangan rumah tangga. Anda yang memperoleh pendapatan, Anda yang harus mengatur. Ancamannya adalah perpisahan. Tetapi, langkah ini harus Anda tempuh guna menyelamatkan kesejahteraan hidup Anda sendiri. Kalau tidak, maka kesejahteraan dan kesehatan Anda yang menjadi taruhannya. Lebih baik Anda menghubungi konsultan perkawinan untuk membantu Anda mengatasi masalah ini. (f)
 
Baca juga:

4 Resep Bahagia untuk Anda yang Menikah dengan Sahabat
Cerita Pasangan Modern Menjaga Tradisi Tionghoa Pada Pernikahan Mereka
Berbeda Prinsip, Tapi Tetap Akur dan Bahagia dengan Pasangan? Simak Kiat Mereka!
Jadi Ratu Setelah Menikah

 


Topic

#pernikahan, #keuangan

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?