Sex & Relationship
Cerita 2 Pasangan Saat Pisah Ranjang, Jadi Pelajaran Untuk Kita

20 Jan 2017


Foto: 123RF
 

Suami-istri berkonflik itu sudah biasa. Ibaratnya, hubungan cinta tanpa konflik itu seperti laut tanpa ombak. Namun, ketika konflik yang meruncing juga menjadi lampu merah, apalagi ketika sudah tidak tahan lagi mengatasi rasa marah, salah satu pihak ‘mengusir’ yang lain untuk keluar kamar, bahkan keluar rumah. Mengapa konselor pernikahan tidak merekomendasikan cara ini untuk menyelesaikan persoalan?
 
Agar Berpikir Jernih
Atie* (33) tidak pernah menyangka, suaminya, David*, tega mengkhianatinya. “Saya meninggalkan karier yang bagus di Jakarta demi tinggal di negaranya karena David tidak bisa hidup di Indonesia. Saya juga sudah mendedikasikan seluruh hidup saya untuk menjadi ibu rumah tangga dengan 3 anak balita,” ujar Atie, yang tinggal di salah satu kota kecil di Inggris, mengenang peristiwa pahit yang harus ia alami 3 tahun lalu.

Karena itu, ketika ia menemukan perselingkuhan David dengan salah satu rekan kerjanya, Atie pun seperti lepas kontrol. “Saya bawa mobil sekencang-kencangnya, bahkan rasanya ingin menabrakkan diri. Rasa marah, sedih, terhina, bercampur aduk. Saya sempat terbengong-bengong di jalan beberapa jam, lalu menelepon sahabat saya di Amerika dan menangis tak henti-henti,” kisahnya.

Beberapa jam kemudian, setelah merasa agak tenang, Atie pulang. “Saya persisnya lupa, apakah kami bicara lagi atau tidak begitu saya sampai di rumah. Yang pasti, malam itu kami langsung pisah ranjang. Saya memilih keluar kamar dan tidur di kamar anak sulung saya,” katanya.

Menurut Atie, keputusan untuk menjauh dari suaminya itu karena rasa marah yang sudah tak bisa dia tahan. “Waktu itu goal utamanya adalah menenangkan diri, memberi jarak agar kami bisa berpikir masak-masak. Setelah saya agak tenang, baru kami memutuskan ke marriage therapist. Lumayan membantu saya untuk mencoba memaafkan kelakuan David, tapi tidak serta-merta membuat saya mau kembali satu ranjang dengannya,” ujar Atie, sambil menyebut kira-kira ia tidur terpisah dari suaminya selama 6 bulan.

Berbeda dengan Atie yang memutuskan keluar dari kamar,  Lolita* (32) malah yang mengusir Rahadian*, suaminya, keluar dari kamar mereka, 2 tahun lalu. Bahkan, kalau perlu keluar rumah sekalian. “Saya sudah muak melihat wajahnya. Sungguh saya sudah tidak tahan,” ujar ibu 2 anak yang bekerja di bidang event organizer ini.     

Bukan tanpa alasan bila Lolita mengambil tindakan itu. Pasalnya, ia menemukan Rahadian masih memilih berhubungan dengan selingkuhannya. Padahal, setahun sebelumnya, ketika pertama kali   ketahuan berselingkuh, ia menangis-nangis hingga mencium tangan Lolita untuk meminta maaf dan mengatakan akan memutuskan hubungan dengan kekasih gelapnya.

“Waktu itu saya sudah memberi ultimatum: kalau ia tidak juga melepas selingkuhannya, artinya ia akan kehilangan saya dan anak-anak. Ternyata, tangisannya hanya air mata buaya. Diam-diam mereka masih menjalin hubungan dengan cara yang sangat rapi dan hati-hati sehingga setahun kemudian baru ketahuan,” imbuh Lolita.

Rasa marah yang tidak bisa dibendung membuatnya sulit untuk merasakan kenyamanan berada dalam kamar, apalagi berbagi ranjang dengan suaminya. Alasan lain, dengan memilih berjauhan, ia ingin suaminya bisa berpikir jernih bahwa keluarga menjadi taruhan besar atas tindakannya itu.
Meski begitu, Lolita berusaha keras menjaga kondisi itu dari anak-anak mereka. Ia dan Rahadian harus pintar-pintar berakting di depan anak-anak agar tidak mencium ketidakakuran kedua orang tuanya. “Rahadian akan tidur di kamar tamu ketika anak-anak sudah tidur. Ada juga hari-hari ketika ia tidur di hotel. Saya berbohong kepada anak-anak  dengan mengatakan bahwa ayahnya sedang tugas ke luar kota,” cerita Lolita.

Keputusan untuk pisah ranjang biasanya disebabkan oleh konflik yang sangat tajam, prinsipiel, sampai salah satu (atau dua-duanya) dari pasangan tersebut merasa tidak tahan lagi untuk berdekatan atau sekadar melihat wajahnya. Lebih baik tidak ada kamu di sini, begitu intinya. Dengan ketidakhadiran pihak yang dianggap bersalah, maka pihak yang tidak bersalah bisa berpikir dengan lebih tenang. Demikian juga dengan pihak yang bersalah, diharapkan bisa berpikir dengan tenang. (f)
 


Topic

#konflikpasangan

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?