Sex & Relationship
Ini Tanda Tanda Si Dia Manipulatif

29 Feb 2016


Sebetulnya ada beberapa karakteristik atau sifat yang bisa dikenali dari seseorang, yang bisa berpotensi menjadi pelaku kekerasan ekonomi dalam rumah tangga. Tanda-tanda ini bisa dikenali dari sejak sebelum menikah.

Yang pertama adalah sifat kikir atau pelit. Ini bukan semata hanya soal bayar sendiri-sendiri ketika kencan atau jalan-jalan. “Kalau perkara going dutch, masih bisa dikaitkan dengan budaya relationship, seperti di Amerika atau Eropa yang memang sudah biasa bayar sendiri-sendiri,” katanya.

 “Waktu masih pacaran, suami saya yang selalu mentraktir, tidak peduli restorannya mahal atau murah. Tapi, pilihan makanan saya selalu dikomentari   mahal, dan nanti diungkit-ungkit lagi di acara kencan selanjutnya. Selain itu,  tiap habis makan  dia selalu menyimpan bon dan mencatat pengeluaran. Dulu saya pikir  ini kebiasaan yang baik, disiplin soal uang. Ternyata, setelah menikah kebiasaan ini malah bikin susah,” cerita Isyanti.

Dalam kasus kekerasan ekonomi, pelit sebetulnya bukan hanya soal hal-hal sekunder, seperti makan, nonton, atau belanja, tapi juga untuk kebutuhan-kebutuhan primer, baik untuk dirinya sendiri, dan terutama untuk orang lain, bahkan pasangannya sendiri. “Kita mesti mewaspadai sifat-sifat penuh perhitungan dan mendetail sampai pada hal-hal paling kecil. Ini bukan masalah berapa banyak uang yang diberi. Kalau bon belanja mingguan kita saja sampai harus dia ‘audit’, artinya di sana tidak ada kepercayaan,” ujarnya, mengingatkan.

 Sifat pelit dan gemar berhemat memang terkadang sulit  dibedakan. Di sini, pembedanya adalah adanya keinginan untuk memanipulasi atau menguasai pasangan, yang kemudian dilakukan dengan cara-cara picik. Inilah yang membuat apa yang menimpa Vinny, Isyanti, dan Felicita, sudah tergolong sebagai bentuk kekerasan. “Ketika di sana sudah ada niat untuk menguasai, mengontrol, dan memanipulasi, itu sudah termasuk bentuk kekerasan,” tegas Livia.

Pernah, Felicita iseng bertanya kepada suaminya tentang investasi emas yang sering dibicarakan teman-teman arisannya. Suaminya lalu menjelaskan panjang lebar dengan nada merendah tentang untung ruginya investasi emas dibanding reksa dana dan berbagai macam jenis investasi lainnya yang memang Felicita tidak paham. “Ujung-ujungnya  dia bilang, kalau saya memang ngotot mau investasi, dia yang akan investasi atas nama saya, atau nanti dia belikan emasnya kalau harganya sudah sesuai. Saya pikir, ya, sudahlah, toh, dia lebih mengerti,” cerita Felicita.

Livia Iskandar memaparkan, orang yang manipulatif biasanya memiliki tingkat intelektualitas yang cukup tinggi. Makin pintar, makin piciklah dia. Tanpa tingkat intelektualitas yang sebanding, biasanya korban yang dimanipulasi tidak bisa langsung menyadari. “Keakuan atau egonya juga biasanya sangat tinggi. Bentuk-bentuk manipulasinya pun bisa macam-macam,” katanya.

Ia memberi contoh kekerasan ekonomi dalam rumah tangga ini ibaratnya memakai sepatu hak tinggi mahal. “Di mata orang lain mungkin sepatu itu terlihat mewah dan gaya. Hanya pemakainya  yang tahu bahwa ternyata sepatu itu sakit dan melukai kakinya,” ujarnya.

Terakhir, Livia kembali menekankan pentingnya  mendapatkan pengetahuan keuangan sebelum menikah. Setelah menikah pun, masih belum terlambat. Ketika sudah lebih paham dan bisa proaktif, wanita bisa mengajak suaminya untuk sama-sama duduk dan membicarakan tentang pengelolaan dan perencanaan keuangan keluarga. “Kalau suami menjadi defensif atau tidak menyambut dengan tangan terbuka, berarti ada yang harus diperbaiki dari pola komunikasi di antara suami-istri tersebut,” tutupnya.(f)
 


 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?