Profile
Mouly Surya, Film Adalah Panggilan Hidup

27 Feb 2018


Foto: Dok. Femina; Instagram

Marlina Si Pembunuh Dalam Empat Babak (2017) telah membawa Nursita Mouly Surya (37) melanglang buana ke banyak perhelatan festival film internasional. Film layar lebar ketiganya ini tidak hanya panen apresiasi, tapi juga menuai banyak penghargaan.


SENANG DIKRITIK
Film Marlina Si Pembunuh Dalam Empat Babak menjadi penutup tahun 2017, sekaligus pembuka tahun 2018, yang gemilang bagi pencapaian karier Mouly di industri perfilman. Dalam waktu pendek dan berurutan, film yang diolah dari ide cerita sutradara Garin Nugroho itu telah berhasil memenangkan setidaknya enam penghargaan internasional (Baca juga: Filmografi Mouly Surya), dari Korea, Prancis, Jepang, hingga Polandia dan Amerika Serikat.

Melalui film ini Mouly bahkan disebut-sebut sebagai pionir lahirnya genre film Satay-Western oleh kritikus film Maggie Lee dari majalah Variety. Satay-Western mewakili bangunan cerita dan tampilan film yang mengawinkan konsep Timur dan Barat secara apik, tanpa kehilangan jati diri Asia-nya.

Hal ini terwujud dalam kompleksitas karakter tokoh Marlina yang memperjuangkan harkat dirinya sebagai manusia dan perempuan di tengah ketatnya budaya patriarkat di pedalaman Sumba yang menawan. Dengan menunggang kuda, Marlina menenteng kepala pria pemerkosanya ke pos polisi untuk mencari keadilan. Penggalan scene ini diiringi dengan latar musik yang mengingatkan kita pada adegan-adegan film koboi Barat.

Sebagai sosok di balik kamera penggarapan film, Mouly mengaku tidak pernah datang ke bioskop khusus untuk melihat hasil karyanya sendiri. Marlina Si Pembunuh Dalam Empat Babak menjadi film pertama yang membuatnya duduk menyaksikannya di layar lebar Festival Film Cannes 2017. Film ini menjadi satu-satunya film feature dari Asia Tenggara yang masuk seleksi di perhelatan tahunan tersebut.

Mengawali tahun 2018, film ini kembali mendapat apresiasi internasional lewat empat nominasi penghargaan di Asian Film Festival ke-12, yang akan berlangsung di Macau, pada Maret 2018. Masing-masing nominasi itu adalah untuk Aktris Utama Terbaik (Marsha Timothy), Desain Produksi Terbaik (Frans Paat), Sinematografi Terbaik (Yunus Pasolang), dan Tata Suara Terbaik (Khikmawan Santosa).

Kepada femina, sineas muda ini bercerita banyak tentang dirinya, saat berada di belakang kamera dan di luar dunia sinema.

Marlina Si Pembunuh Dalam Empat Babak berhasil menjadi salah satu fokus para pemerhati film di beberapa festival film internasional. Bagaimana Anda melihat ini?
Mouly: Yang jelas, saya sangat senang film Marlina bisa menjangkau penonton lebih jauh. Masuk seleksi Directors’ Fortnight di Cannes itu amat sangat kompetitif. Namun, tim programmer mereka bisa memilih Marlina menjadi salah satu dari dua puluh film panjang yang mereka seleksi. Jujur, sampai sekarang saya masih tidak percaya. Jelas, pencapaian ini banyak membuka pintu-pintu kesempatan baru yang belum pernah kami rasakan di film-film saya sebelumnya.

Apakah ada tekanan saat karya Anda berhasil memenangkan festival internasional atau apresiasi dari para kritikus internasional?
Mouly: Almarhum ayah saya meninggal beberapa bulan sebelum saya syuting film Marlina Si Pembunuh Dalam Empat Babak. Beliau selalu mengatakan bahwa ia merasa lebih senang jika film saya menang penghargaan di dalam negeri daripada di luar negeri.

Kemenangan atau kritik tidak membuat saya merasakan sebuah tekanan. Bagi saya, memenangkan penghargaan tidak lantas membuat film saya menjadi yang terbaik dari film-film lainnya. Sebaliknya, sebuah kekalahan juga tidak kemudian membuat film saya kurang baik.

Bicara soal film, tidak ada yang objektif. Namun, saya sangat senang membaca pendapat para kritikus profesional internasional, entah saat film saya dikatakan jelek atau bagus. Mereka mengulasnya dengan begitu mendalam, bisa membaca filmnya, dan menilai sebuah film sebagai sebuah film karya seni. Ini sesuatu yang sangat jarang, bahkan nyaris tidak saya dapatkan dari kritikus dalam negeri.

Tidak sedikit yang mempertanyakan, mengapa film Marlina mesti tayang perdana di luar negeri dan bukannya di negeri sendiri terlebih dulu?
Mouly: Kalau ada kesempatannya, mengapa tidak? Sebenarnya, ini lebih strategi produser, Rama Adi, dibandingkan sutradara. Saya rasa, Rama melihat indikasi bagaimana film-film saya cukup diminati dan mendapat tempat di berbagai festival film internasional. Mulai dari film pertama saya Fiksi (2008) yang masuk ke Busan International Film Festival 2008, dan film kedua saya, What They Don’t Talk About When They Talk About Love (2013), masuk kompetisi di Sundance Film Festival 2013.

Festival-festival ini juga bukan sekadar mencari prestise. Sebab, penonton di festival itu sangat beragam, mulai dari pelaku industri, kritikus, hingga media. Kalau festivalnya tidak terlalu besar, juga ditonton warga lokal. Ini menjadi kesempatan besar untuk membuka jalur distribusi internasional. (Di bawah agensi penjualan Asian Shadows, film Marlina Si Pembunuh Dalam Empat Babak telah terjual di lebih dari 18 wilayah di bioskop Amerika Serikat dan Kanada. Di Amerika Serikat, pendistribusiannya diambil KimStim and Icarus Films, perusahaan distribusi terkenal untuk film arthouse dari
Booklyn, AS. Sementara di Kanada, hak cipta  pemutarannya dipegang oleh Northern Banner, yang sebelumnya menangani distribusi film The Happiest Day in the Life of Olli Maki, pemenang penghargaan Un Certain Regard di Festival Film Cannes 2017- Red).

Setelah melihatnya di layar lebar, apa kritik pribadi Anda untuk film Marlina Si Pembunuh Dalam Empat Babak?
Mouly: Pastinya ada. Tetapi, sebagai sutradara, saya tidak ingin berbagi soal ini. Bukan karena saya malu atau bagaimana, sebab kekurangan dari film tersebut justru adalah bagian dari keindahannya. Saya
sudah menerima apa adanya. Sebaliknya, kritik pribadi saya akan menjadi sebuah gangguan bagi penonton untuk menikmatinya dengan perspektif mereka sendiri. Saat ini film saya sudah menjadi milik penonton, bukan milik saya lagi.

Selanjutnya: TIDAK ADA OPSI LAIN

 


Topic

#wanitahebat, #moulysurya, #sutradara, #film, #filmindonesia

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?