Profile
Ituk Herarindri, Wanita di Balik Pelayanan dan Fasilitas Bandara

8 Nov 2016


Foto: Zaki Muhammad

Ketika terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta mulai beroperasi, sosok Ituk Herarindri (51)  kerap jadi sorotan media. Bukan hanya karena ia Direktur Pelayanan dan Fasilitas Bandara, Angkasa Pura II, yang memikul tanggung jawab untuk memberi pelayanan terbaik bagi pengguna 13 bandara di Indonesia Bagian Barat, tetapi juga karena passion-nya dalam bidang itu sangat terasa. Namun, bagi Ituk, ada passion lain yang siap ia wujudkan.

Sebelum bergabung dengan Angkasa Pura II, Ituk juga ‘melahirkan’ divisi customer care di PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) pada tahun 2014. Pengguna setia kereta commuter line di Jabodetabek mungkin merasakan perbedaannya. Petugas, dari penjaga loket hingga satpam, lebih sigap dan informatif dalam membantu penumpang serta menjawab pertanyaan di media sosial.

Selain itu, pemesanan tiket kereta antarkota pun makin user friendly sehingga antrean penumpang bisa lebih diminimalkan. Yang jelas, kereta dan stasiun kereta tak lagi terasa menyeramkan, yang identik dengan premanisme. Memang masih ada kekurangan, tapi paling tidak ia berhasil membawa PT KAI meraih  The Best Service Excellent of The Year di ajang penganugerahan Good Business Governance Award 2014 - Indonesia Best 50 Business Excellence, dari  Indonesia Achievement Center.

“Saat cita-cita saya membuat PT KAI memiliki service brand yang baik sudah terwujud, saya pun berhenti dan berniat menjadi konsultan dan trainer. Namun, niat ini berubah saat saya diminta untuk membantu Angkasa Pura II. Apalagi suami dan anak juga  mendorong saya untuk membantu mengangkat citra bandara di Indonesia,” ujar ibu dari Sasti Pretita (21) ini.

Saat ini Ituk adalah satu-satunya wanita dalam jajaran direksi PT Angkasa Pura II. Divisi yang ia kepalai, Airport Services & Facility, adalah divisi baru yang sebelumnya tergabung dalam divisi Operational & Service. Targetnya tak hanya melengkapi bandara itu dengan fasilitas kelas dunia, tetapi orang-orang yang bertugas di bandara dapat memberikan pelayanan kelas dunia.

Untuk mewujudkan target itu, Ituk dan tim menyertakan teknologi terkini sebagai bagian penting dari fasilitas bandara. Beberapa di antaranya, Baggage Handling System level 5 yang bisa mendeteksi bahan peledak, Airport Security System yang memungkinkan CCTV mendeteksi wajah penumpang atau pengunjung pesawat dengan lebih akurat, Intelligence Building Management System yang mengatur penggunaan air dan listrik lebih ramah lingkungan, Rain Water System dan Recycle Water System untuk mengolah air, serta teknologi pencahayaan yang secara otomatis menyesuaikan cahaya lampu dengan kondisi cuaca. Teknologi itu juga ia selaraskan dengan kearifan lokal melalui pameran, instalasi seni, dan sajian karya seni berbagai daerah di Indonesia.

Namun, Ituk menambahkan, menemukan orang yang benar-benar passionate di bidang pelayanan itu justru yang paling penting dan tidak mudah. Kondisi itulah yang menjadi alasan  tiap petugas pelayanan di perusahaan yang ia tangani harus menjalani pelatihan. “Terutama untuk membentuk service mind set. Seorang yang passionate di dunia pelayanan akan berpikir, ‘Saya senang bisa membantu orang lain,’ bukan malah berpikir, ‘Sudah capek-capek sekolah, ngapain kerja begini, cuma melayani orang,’” ujarnya.

Menerima omelan orang adalah ‘santapannya’ sehari-hari. Fisik bandara yang belum sempurna, menjadi tantangan tersendiri. Ia harus bisa membantu divisi operational yang masih terus membenahi fisik bangunan dan membuat segala kekurangan itu tak mengganggu kenyamanan pengguna bandara.

Saat terjadi banjir di terminal 3 Soekarno Hatta, Agustus lalu misalnya, Ituk menjadi salah satu yang dicari media. Divisi yang dipimpinnya pun terkena imbas makian di media sosial. Terbiasa dengan berbagai kondisi krisis seperti itu, Ituk yang saat itu sebenarnya sedang tidak bertugas di bandara terus memantau dari jauh dan menginstruksi anak buahnya agar tetap tenang, berkepala dingin, dan fokus mengutamakan keselamatan penumpang berdasarkan pelatihan yang sudah diberikan. Hasilnya, meski tidak sedikit yang terkejut dengan kejadian banjir tersebut, pemberitaan mengenai kejadian itu cukup bisa dikendalikan karena tim Ituk melakukan fungsinya dengan baik.

Ia mengakui, tantangan dunia servis lebih sulit pada zaman media sosial seperti sekarang. “Kalau dulu orang hanya ngomel lewat surat atau telepon, sekarang  tiap detik orang bisa mengkritik dan memarahi kami lewat media sosial,” ungkapnya. Namun, bagi Ituk, lewat pengalaman, lama-kelamaan semua omelan terasa ringan. Ia jadi terlatih untuk berpikir positif. “Ibaratnya, kalau orang lain dikomplain rasanya seperti ditonjok, saya hanya merasa seperti dicolek,” ujar Ituk, yang memulai kariernya dari bawah, yakni Assistant Account Officer (AAO) di Bank Niaga pada tahun 1991-1994. (f)

Baca Juga:


Topic

#wanitahebat

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?