Profile
Alamanda Shantika Santoso, Dorong Wanita Andal di TI

9 Mar 2017


Foto: Dok. Pribadi

Seperti sudah menjadi rahasia umum,  pesatnya perkembangan teknologi informasi (TI) tidak diikuti oleh jumlah wanita yang berperan di dalamnya. Silicon Valley Bank US Startup Outlook Report 2017 mencatat bahwa dari 941 start up di seluruh dunia, 54% dari perusahan-perusahaan itu tidak memiliki wanita di posisi eksekutif.  Dominasi pria dalam industri ini, menurut National Public Radio (NPR) di Amerika Serikat, tak lepas dari anggapan bahwa komputer adalah boy’s toy alias ‘mainan’ pria. Indonesia tak luput dari kecenderungan global ini. Meskipun wanita masih minoritas, semangat untuk membuktikan potensi diri dan memperluas kesempatan berkarya di bidang ini terus tumbuh pada diri mereka. Seperti cerita Alamanda Shantika Santoso (28), Chief Activist FemaleDev berikut ini.
 
Seperti apa pekerjaan Anda sehari-hari?
Saat ini saya terlibat di beberapa proyek di bidang teknologi informasi. Di FemaleDev, saya memanfaatkan jejaring kami untuk membangun ruang yang menggerakkan wanita agar melek teknologi informasi dan menjadi pemimpin di bidangnya masing-masing. Saya juga masih mendukung pengembangan kurikulum di Gerakan Nasional 1000 Startup Digital. Selain itu, sebagai CEO, saya tengah mempersiapkan akademi yang memberikan pendidikan teknologi informasi gratis di Yogyakarta.
 
Apa yang membuat Anda tertarik pada profesi ini?
Selain gemar mengutak-atik komputer, saya menyukai matematika dan desain grafis. Di mata saya, teknologi dapat memudahkan hidup banyak orang dan melipatgandakan kebahagiaan mereka. Saya membangun start up pertama saya, Pentool Studio, pada tahun 2009 ketika masih kuliah. Di sana, keterampilan saya di bidang programming dan desain web kian terasah dengan mengembangkan 200 website dalam tiga tahun.
 
Bagaimana pekerjaan-pekerjaan Anda sebelumnya di bidang teknologi informasi mempersiapkan Anda untuk pekerjaan saat ini?
Meski sudah memiliki start up sendiri sebelum lulus kuliah, atas nasihat Ayah, saya memilih untuk bekerja di perusahaan orang lain terlebih dahulu, karena pengalaman menjadi bawahan dapat membuat saya belajar menjadi pemimpin. Pengalaman bekerja di lingkungan korporat yang lebih terstruktur, seperti Kartuku, kemudian saya kombinasikan saat bekerja di start up, seperti Berrybenka dan Go-Jek, yang struktur organisasi dan budaya kerjanya jauh lebih cair.

Berkarier di Go-Jek sejak tahun 2014 hingga 2016 dengan jabatan terakhir sebagai vice president, saya mendapati bahwa produk yang baik tercipta berkat sumber daya manusia yang terdidik dengan baik. Inilah yang menggerakkan saya untuk menyentuh isu pendidikan, bahkan memantik cita-cita untuk menjadi menteri pendidikan, sehingga saya kini aktif di FemaleDev dan merintis akademi sendiri.
 
Wanita belum banyak terwakili di industri teknologi informasi, sehingga industri ini dianggap sebagai ranah yang didominasi pria. Bagaimana pendapat Anda?
Wanita yang berkarier di industri teknologi informasi memang masih sedikit. Saat saya kuliah di jurusan ilmu komputer, mahasiswa perempuannya hanya sekitar 10%. Selain karena bidang teknik secara umum masih dianggap sangat maskulin. masih ada stereotip bahwa wanita yang bergelut di industri teknologi tak sekompeten pria.
 
Menurut Anda, bagaimana cara mengatasi hambatan-hambatan ini?
Saya yakin, suatu masalah selalu bisa dipandang sebagai peluang apabila kita berfokus pada penyelesaian masalah. Dengan blind test saat perekrutan misalnya, wanita bisa menunjukkan kemampuan mereka dan melampaui stereotip. Wanita juga tak perlu ragu untuk menekuni bidang yang mereka sukai, dan jangan sampai terjegal oleh prasangkanya sendiri terhadap suatu bidang. (f)

Baca juga:
Eunice Sari, Semangat Membagi Ilmu Teknologi
Koding Next School, Belajar Dunia Digital Sambil Bermain untuk Anak dan Remaja
Laporan FGD: Wanita dan Kefasihan Teknologi, 70% Teknologi Untuk Hubungan Sosial


Topic

#digital, #teknologi

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?